Bursa Wall Street Kompak Naik Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed
Indeks saham utama Wall Street, Amerika Serikat membukukan kenaikan pada Senin waktu setempat (25/9) utamanya ditopang data kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan investor menunggu arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve.
Dow Jones Industrial Average naik 43,04 poin, atau 0,13%, menjadi 34.006,88; S&P 500 juga naik 17,38 poin, atau 0,40%, pada 4.337,44 dan Nasdaq Composite bertambah 59,51 poin, atau 0,45%, pada 13.271,32.
Di antara sektor-sektor S&P 500, energi memimpin kenaikan, naik 1,3%, sementara barang material naik 0,8%. Sektor-sektor defensif tertinggal, dengan kelompok konsumen bahan pokok turun 0,4%. Saham Amazon.com mengalami kenaikan 1,7% setelah raksasa e-commerce itu mengatakan akan berinvestasi hingga $4 miliar pada startup Anthropic untuk bersaing dengan pesaing cloud yang berkembang dalam kecerdasan buatan.
CEO di Layanan Investasi Horizon, Chuck Carlson, berpendapat investor mencermati kenaikan imbal hasil US Treasury ke level tertinggi dalam 16 tahun setelah The Fed memberikan prospek suku bunga jangka panjang yang hawkish.
"Ada tarik tarik menarik antara investor yang tampaknya semakin khawatir mengenai suku bunga tinggi yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata Chuck, dikutip dari Reuters, Selasa (26/9).
Dengan semakin dekatnya akhir kuartal ketiga, investor mengatakan pergerakan pasar mungkin relatif tenang sampai perusahaan melaporkan hasil kuartalan dalam beberapa minggu mendatang.
Sementara itu, ahli strategi investasi senior di Edward Jones, Angelo Kourkafas juga menuturkan investor sepanjang minggu ini akan memantau data termasuk data barang tahan lama dan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi untuk bulan Agustus, dan Produk Domestik Bruto kuartal kedua, serta pernyataan para pengambil kebijakan The Fed, termasuk Ketua Jerome Powell.
Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada hari Senin bahwa inflasi yang tetap berada di atas target The Fed sebesar 2% tetap merupakan risiko yang lebih besar dibandingkan kebijakan ketat bank sentral yang memperlambat perekonomian lebih dari yang diperlukan.