Saham Teknologi Rontok, Indeks Hang Seng Merosot 3,3%

Hari Widowati
3 Oktober 2023, 11:49
Tyrone Siu Seorang pria memakai masker pelindung saat ia berjalan melewati layar yang menampilkan harga saham Hang Seng Index saat perdagangan pagi, menyusul penyebaran virus korona (COVID-19), di Hong Kong, China, Jumat (13/3/2020).
ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu/ama/cf
Tyrone Siu Seorang pria memakai masker pelindung saat ia berjalan melewati layar yang menampilkan harga saham Hang Seng Index saat perdagangan pagi, menyusul penyebaran virus korona (COVID-19), di Hong Kong, China, Jumat (13/3/2020).

Indeks Hang Seng di Bursa Hong Kong merosot 3,3% ke level 17.214,20 poin pada sesi pertama perdagangan, Selasa (3/10). Penurunan ini dipicu oleh kejatuhan indeks saham teknologi.

Indeks saham teknologi anjlok 3,1% karena terseret oleh penurunan saham Alibaba Group yang mencapai 3,4% dan Tencent Holdings yang rontok 2,6%. Sementara itu, saham raksasa properti China Evergrande justru melonjak 42% ketika perdagangannya dibuka kembali.

Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan krisis di sektor properti membayangi perdagangan saham di Hong Kong saat bursa Cina tutup untuk libur panjang "golden week" yang merupakan libur tahunan untuk memperingati berdirinya Republik Rakyat Cina pada 1949.

Perdagangan saham China Evergrande dihentikan sementara oleh Bursa Hong Kong sejak Kamis (28/9) lalu setelah Komisaris dan Pendiri Evergrande Hui Ka Yan ditempatkan dalam pengawasan polisi atas dugaan kejahatan yang sedang diinvestigasi. "Saat ini belum ada informasi lainnya terkait kondisi perusahaan yang perlu dilaporkan," ujar manajemen Evergrande dalam keterbukaan informasi, Senin (2/10).

Saham Evergrande sempat naik 33% ke HK$ 0,42 per saham pada awal perdagangan hari ini. Saham ini telah kehilangan 75% dari kapitalisasi pasarnya pada Agustus lalu. Pengembang properti Cina yang dahulu mencatat penjualan tertinggi ini kini menghadapi krisis utang. Perusahaan mengalami gagal bayar atas obligasi valas yang jatuh tempo pada akhir 2021 yang mengguncang pasar keuangan dunia.

Krisis properti semakin dalam ketika unit bisnis utama Evergrande di Cina tidak bisa menerbitkan surat utang baru karena investigasi yang tengah berlangsung terhadap Hui Ka Yan. Kondisi ini membuat proses restrukturisasi utang Evergrande semakin rumit.

Reuters melaporkan, Selasa pekan lalu sebagian besar kreditor Evergrande berencana mengajukan pailit terhadap perusahaan properti itu jika Evergrande tidak mampu menerbitkan utang baru pada akhir Oktober. Evergrande dijadwalkan akan melakukan sidang dengar pendapat mengenai petisi kepailitan itu pada 30 Oktober.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...