Emiten Grup Salim META Mau Go Private, Apa Komentar BEI?
Bursa Efek Indonesia (BEI) buka suara terkait dengan rencana emiten Grup Salim PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) untuk keluar dari perusahaan terbuka atau go private.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, saat ini BEI sedang melakukan penghentian perdagangan efek atau suspensi atas permintaaan perusahaan. Selain itu Nyoman menjelaskan salah satu kewajiban yang harus dilakukan perusahaan yang ingin keluar dari perusahaan terbuka yaitu pembelian kembali saham atau buyback.
"Tentu setelah ini, kami akan proses untuk dengar pendapat dulu mengenai apa yang menjadi latar belakang perusahaan untuk delisting sukarela," kata Nyoman kepada wartawan, Rabu (8/11).
Nyoman menegaskan, dalam prosesnya bursa akan memstikan setiap saham yang beredar dipublik harus dibeli kembali. Hal ini dikatakannya sebagai salah satu upaya proteksi investor.
Dirinya menjelaskan proses pelaksanaan delisting, baik delisting sukarela maupun secara paksa atau force delisting, otoritas bursa akan memanggil dan menuntukan pihak-pihak yang sudah ditentukan untuk melakukan pembelian kembali saham.
"Kami pastikan saham-saham yang beredar di masyarakat itu dibeli kembali di buyback dengan harga yang tentunya harga yang wajar," sebut Nyoman.
Adapun perseroan akan meminta persetujuan dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang akan diselenggarakan pada 19 Desember 2023.
Dalam keterbukaan informasi BEI, Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 1 BEI Adi Pratomo Aryanto, Rabu (8/11) dalam keterbukaan informasi mengatakan, bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan. Khususnya yang berhubungan dengan rencana perseroan untuk melakukan go private dan delisting sukarela.
Sebagai informasi, META resmi melantai di BEI pada 18 Juli 2001 dengan harga saham yang ditawarkan Rp 200 per saham. Adapun komposisi pemegang sahamnya yakni PT Metro Pacific Tollways Indonesia 13,22 miliar atau setara 74,65% dari keseluruhan jumlah saham. Selanjutnya PT Indonesia Infrastructure Finance mengantongi 1,77 miliar saham atau setara 10% kepemilikan.