Riset Alvarez & Marsal: Emiten Indonesia Kian Rapuh usai Pandemi

Nur Hana Putri Nabila
18 Januari 2024, 16:07
Riset Alvarez & Marsal: Emiten Indonesia Kian Rapuh usai Pandemi
ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia. Riset Alvarez & Marsal menyebut secara keseluruhan kondisi emiten di BEI terlihat rapuh setelah pandemi Corona.
Button AI Summarize

Alvarez & Marsal (A&M), perusahaan jasa konsultansi strategi global meluncurkan A&M Distress Alert (ADA) yakni sebuah laporan yang memberikan gambaran terkait kondisi keuangan dan operasional perusahaan. Dalam laporan bertajuk "Indonesia A&M Distress Alert: Indonesian Companies Remain Under Stress Despite Post-Covid Recovery", terungkap secara keseluruhan kondisi emiten di Indonesia terlihat rapuh usai pandemi Covid. 

Laporan ini menganlisis penilaian kinerja keuangan 360 emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang memiliki pendapatan tahunan lebih dari US$ 50 juta pada 11 sektor industri.
Indikator yang digunakan adalah 17 indikator kinerja utama (KPI) untuk menilai ketahanan neraca keuangan dan pendapatan perusahaan, mengidentifikasi perusahaan yang sedang atau akan mengalami tekanan keuangan. Laporan ini juga membahas prospek kondisi keuangan perusahaan pada tahun 2024 dan seterusnya.

Hasil riset ADA menunjukkan, terdapat lebih dari 44% perusahaan yang mengalami kesulitan pada 2022 telah berada dalam kondisi ini tiga tahun sebelumnya, dengan hanya 32% yang kembali ke status semula seperti sebelum pandemi. Kemudian, 19% perusahaan membutuhkan peningkatan kinerja keuangan, 9% perlu mengatasi kinerja operasional, dan 14% membutuhkan perbaikan secara simultan pada kedua area tersebut. 

Direktur Manajemen A&M Indonesia, Alessandro Gazzini, menyampaikan bahwa tekanan terhadap perusahaan di Indonesia semakin meningkat, meskipun sebagian besar tetap berada dalam kondisi aman. Keadaan keuangan belum kembali ke tingkat sebelum pandemi COVID-19 dan pemulihan dari tekanan perusahaan terlihat lambat di Indonesia.

Faktor utama yang menyebabkan tekanan ini tampaknya berasal dari pelemahan neraca keuangan dan struktur modal bukan karena gangguan dalam kinerja operasional. Secara khusus, 22% perusahaan yang mengalami tekanan pada tahun 2022 memiliki skor ketahanan neraca rendah tiga tahun sebelumnya.

“Suatu tren yang menjadi lebih khawatir dengan kondisi suku bunga tinggi saat ini, yang menimbulkan tantangan serius bagi perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan baru,” kata Alex, dalam acara Alvarez & Marsal (A&M) di Hotel Alila Jakarta, Kamis (18/1). 

Analisis ADA pada setiap sektor menunjukkan adanya tekanan di seluruh industri, terutama di sektor pertambangan logam & non-batubara, ritel & transportasi, dan infrastruktur & konstruksi yang merupakan tiga sektor paling rentan.

Sementara itu, sektor barang konsumsi dan bahan kimia & material cenderung memburuk dan tertekan selama dua tahun terakhir. Di sisi lain, sektor pertanian, pertambangan batu bara dan energi, komunikasi dan teknologi informasi, serta kesehatan mencatat tingkat tekanan yang rendah dengan tren pemulihan yang signifikan.

"Analisis ADA kami menunjukkan bahwa banyak perusahaan mungkin akan memasuki periode pergolakan restrukturisasi,” pungkas Alex.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...