Menilik Prospek Saham Astra International usai Jatuh dan Kini Bangkit

Nur Hana Putri Nabila
30 Januari 2024, 15:31
Menilik Prospek Saham Astra International usai Jatuh dan Kini Bangkit
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU
Karyawan memotret layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Perdagangan IHSG di akhir pekan ini ditutup melemah 17,04 poin atau 0,25 persen ke posisi 6.880,3.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Saham PT Astra International Tbk (ASII) berhasil berbalik arah jelang perdagangan akhir Januari 2024. Seperti diketahui, selama Januari ini harga saham grup konglomerasi tersebut berada dalam tren penurunan seiring dengan sentimen negatif yang menghadang.

Bahkan saham ASII diperdagangkan dengan price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV) terendah dalam lima tahun terakhir.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa penurunan harga saham ASII sebagian besar disebabkan oleh sentimen negatif yang berkembang di pasar. Terutama dipicu oleh informasi-informasi yang tersebar luas melalui berbagai media. Misalnya saja isu terkait skandal uji keselamatan Daihatsu, hingga masuknya raksasa otomotif dari Cina Build Your Dreams (BYD) ke Indonesia dan terkini isu terkait pajak kendaraan untuk mobil Toyota Fortuner.

Meskipun demikian, Nafan mengakui bahwa secara fundamental kinerja ASII tetap positif. Kinerja pendapatan, laba bersih, dan dividen per saham terus menunjukkan pertumbuhan progresif dan tren yang meningkat. Selain itu, valuasi saham ASII juga tergolong menarik dengan PER hanya sebesar 6,03 kali. Secara teknikal, saham ini sudah mencapai kondisi extreme oversold.

“Baik kalau secara teknikal sudah extreme oversold, sudah bisa dikombinasikan. Jadi, sudah terjadi banyak weakness,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Selasa (30/1).  

Nafan mengamati bahwa pada hari ini, saham ASII mengalami apresiasi. Pada perdagangan siang ini, saham Astra International menanjak 3,96% ke level Rp 5.125 per lembar pukul 14.36 WIB. Sementara volume perdagangannya tercatat 119,11 juta dengan nilai transaksi Rp 601,13 miliar, dan kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 207,48 triliun. 

Sedangkan dalam satu bulan terakhir sudah anjlok 9,7% dan tiga bulan ambles 12,1%.

Di samping itu, meskipun terjadi pullback dalam harga sahamnya, Nafan mengatakan hal ini terjadi karena tren teknikal ASII masih aktif. Hal itu terjadi meskipun saat ini saham tersebut mengalami kondisi extreme oversold oleh investor.

Lalu seiring penantian kinerja laporan keuangan di kuartal keempat, Nafan berharap ASII akan tumbuh progresif baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih. 

Nafan optimistis kinerja Astra International dalam segmen penjualan otomotif secara tahunan masih terlihat positif. Melihat perkembangan ekonomi domestik, ia pun percaya bahwa kinerja ASII terus meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau kita melihat dari perkembangan perekonomian domestik, menurut saya, bahkan kinerja ASII ini juga terus mengalami peningkatan kalau misalnya dilihat dari tahun-tahun sebelumnya,” tambah Nafan. 

Meskipun Bank Indonesia sebelumnya menerapkan kebijakan suku bunga tinggi, permintaan kredit untuk pembelian kendaraan terus meningkat.

Nafan juga memperkirakan bahwa ke depannya, BI akan menetapkan kebijakan moneter yang lebih ekspansif, yang diharapkan akan memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit ke depan, khususnya dalam segmen konsumen.

Dengan demikian, secara fundamental, Nafan menegaskan kinerja keuangan ASII masih akan tetap positif pada pada 2024. Ia menyebut ASII masih berpeluang untuk mencatatkan tren pertumbuhan yang progresif. Selain itu, Indonesia juga terus membangun ekosistem industri berbasis kendaraan listrik. Dengan masuknya perusahaan seperti Hyundai dan BYD, ASII juga diharapkan akan mulai menjual kendaraan listrik dan hybrid ke depannya.

Di sisi lain, Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan buy on weakness saham Astra International dengan support Rp 4.810 per lembar.

Berdasarkan konsensus Bloomberg, sebanyak 23 analis masih merekomendasikan Buy saham ASII. Sementara ada 7 analis rekomendasikan hold, dan 3 lainnya rekomendasikan sell. Konsensus menghasilkan target harga potensial saham ASII dapat mencapai Rp 6.725 per saham untuk 12 bulan ke depan.

Sementara Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Vicky Rosalinda mengatakan, dengan kedatangan BYD ke Indonesia, saham Astra International otomatis akan mengalami penurunan dalam jangka pendek. Hal itu disebabkan persaingan dengan BYD, terutama karena harga mobil listrik BYD lebih terjangkau dibandingkan dengan Astra.

Ia menyebut Astra kemungkinan akan tergoncang dalam kinerja dan harga sahamnya dalam waktu dekat. Akan tetapi, perusahaan otomotif itu kemungkinan akan mengembangkan strategi bisnis baru, termasuk dalam mobil listrik. 

“Astra telah memiliki reputasi yang unggul di Indonesia sedangkan BYD masih baru masuk ke pasar,” kata Vicky kepada Katadata.co.id, Selasa (30/1). 

Di sisi lain, Toyota Motor Corporation mengumumkan bahwa perusahaan menerima laporan terkait potensi penyimpangan dalam pengujian mesin diesel pada Senin (29/1). Akibatnya, Toyota memutuskan untuk menghentikan sementara pengiriman mesin yang terdampak oleh temuan tersebut.

Di Indonesia, salah satu model yang terdampak adalah mobil Fortuner, yang diproduksi oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Penjualan Toyota Fortuner di Indonesia mencapai 16.322 unit pada tahun 2023, yang setara dengan 2,91% dari total penjualan mobil ASII di Indonesia. Sementara itu, dari sisi ekspor, TMMIN mengekspor 45.733 unit Fortuner pada tahun 2023, yang setara dengan 8,01% dari total ekspor mobil Indonesia.

Seiring dengan hal itu Investment Analyst Stockbit Sekuritas, Michael Owen Kohana menilai bahwa isu terkait pajak kendaraan dan model Toyota Fortuner akan memiliki dampak minimal pada penjualan mobil ASII. Menurutnya, kontribusi penjualan Toyota Fortuner terhadap total penjualan mobil ASII relatif kecil. Meskipun Fortuner memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap ekspor total, kepemilikan ASII di TMMIN hanya sebesar 5%, sehingga dampaknya dianggap relatif minim.

Meski dampak finansial diperkirakan minim, Michael mencatat bahwa isu ini dapat memberikan sentimen negatif tambahan terhadap harga saham ASII. “Hal itu yang dapat mengancam pangsa pasar ASII di masa depan,” kata Michael dalam risetnya, Selasa (30/1). 

Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Lona Olavia

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...