Harga Bitcoin Diprediksi Mampu Menguat hingga Rp 1,2 Miliar
Bittime, platform investasi aset kripto menilai bahwa harga Bitcoin akan mengalami reli pada tahun 2024. Hal ini disebabkan karena berbagai sentimen positif yang mampu mendorong pasar kripto.
Tim riset Bittime memperkirakan pada tahun ini Bitcoin akan kembali menguat dan menyentuh level tertinggi baru. Hal ini dinilai berdasarkan situasi saat ini ditambah beragam faktor dan data historikal yang mampu mengerek kondisi pasar.
“Melihat situasi yang positif saat ini, tim riset Bittime memperkirakan harga Bitcoin mampu terus menguat hingga ke level US$ 80.000 atau sekitar Rp 1,2 miliar. Kami menilai penguatan akan kembali terjadi usai Bitcoin halving, seperti pada historikal sebelumnya,” ujar CEO Bittime Ryan Lymn dalam keterangan resmi, Jumat (1/3).
Seperti diketahui, Bitcoin baru saja mencatatkan rekor baru setelah menembus level Rp 900 jutaan dan sempat sentuh Rp 1 miliar pada Rabu (28/2) lalu. Kenaikan tersebut terjadi sebelum peristiwa Bitcoin halving yang digadang bakal berlangsung pada April 2024.
Sementara pada perdagangan Jumat ini pukul 08.55 WIB harga Bitcoin terpantau ada di US$ 61.216 atau menurun 0,23% dibandingkan hari kemarin. Namun dalam sepekan harga Bitcoin sudah naik 19,10%.
Ryan mengatakan, kondisi bullish Bitcoin kali ini didukung oleh berbagai faktor. Menurutnya, adopsi institusional, kombinasi kondisi ekonomi dunia, kebijakan moneter, tren makro ekonomi, dan Bitcoin halving menjadi sentimen positif pasar.
“Para investor aset kripto semakin paham terkait Bitcoin halving, dan bagaimana efeknya secara historis sejak tahun 2012. Sementara dari sisi kebijakan moneter, terdapat indikasi bahwa siklus kenaikan suku bunga AS sudah mencapai puncaknya. Hal itu dinilai bisa menjadi katalis positif untuk Bitcoin,” jelasnya.
Ia menambahkan, ketika suku bunga stabil atau turun, aset kripto seperti Bitcoin dapat menarik investor untuk memarkirkan dananya karena dianggap sebagai lindung nilai (hedging) terhadap sistem keuangan tradisional. Bitcoin juga dinilai memiliki sifat kelangkaan, apalagi ketika halving semakin dekat.
“Bahkan, konsensus memperkirakan adanya tiga kali penurunan suku bunga AS sebesar 25 basis poin pada tahun 2024. Hal itu menjadi indikasi pandangan yang lebih bullish untuk pasar, salah satunya aset kripto,” ucapnya.
Sementara dari sisi Bitcoin halving, sepanjang sejarahnya sudah terjadi sebanyak tiga kali. Halving pertama terjadi pada 28 November 2012, dimana block reward atau imbalan penambang yang awalnya 50 BTC turun menjadi 25 BTC.
Selanjutnya, halving kedua terjadi pada 9 Juli 2016 dimana imbalan penambang dipotong dari 25 BTC menjadi 12,5 BTC. Terakhir, halving Bitcoin terjadi pada 11 Mei 2020 lalu, dengan imbalan penambang dipangkas dari 12,5 BTC menjadi 6,25 BTC. Adapun secara historis, peristiwa halving akan diikuti peningkatan harga Bitcoin.
Dari sisi adopsi institusional, imbuh Ryan, saat ini terdapat 11 ETF Bitcoin spot yang telah disetujui untuk diperdagangkan. Hal itu mendorong aliran dana masuk yang signifikan dari institusi keuangan yang sebelumnya berkecimpung di pasar modal.
“Pada Rabu lalu, volume perdagangan ETF Bitcoin bahkan sempat mencetak rekor setelah mencapai angka US$ 7,79 miliar atau sekitar Rp 120 triliun. Hal ini adalah salah satu indikator baru yang perlu dicermati oleh para pelaku pasar aset kripto,” ujarnya.
Aliran modal ke ETF Bitcoin tersebut dinilai dapat memberikan tekanan beli yang stabil untuk BTC. Adanya aliran modal yang mengalir ke ETF berpotensi mendorong harga Bitcoin naik lebih tinggi lagi sepanjang tahun.
Lebih lanjut, Ryan menilai meningkatnya adopsi Lightning Network sebagai layer pada Bitcoin yang memungkinkan transaksi lebih cepat, dapat menjadikan Bitcoin lebih sebagai metode pembayaran, bukan sekadar penyimpan nilai.
“Jika Bitcoin dapat terus membuat kemajuan dan adopsi di bidang pembayaran, maka hal ini dapat meningkatkan kegunaannya secara keseluruhan dan pada akhirnya membantu mengerek harga,” ucap Ryan.