Wall Street Merosot Tajam Dipicu Kekhawatiran Penundaan Suku Bunga AS
Indeks bursa Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan hari Kamis (4/4) menjelang dikeluarkannya laporan tenaga kerja bulan Maret. Investor khawatir kenaikan harga minyak membuat Bank Sentral AS, Federal Reserve, akan menunda penurunan suku bunga.
Pada perdagangan Wall Street kemarin, Dow Jones Industrial Average turun 530,16 poin atau 1,35%, ditutup pada level 38.596,98. Ini merupakan sesi terburuk bagi Dow sejak Maret 2023, dengan penurunan hari keempat berturut-turut.
S&P 500 juga terkoreksi sebesar 1,23% dan berakhir di 5.147,21, sementara Nasdaq Composite yang didominasi oleh perusahaan teknologi merosot 1,40% menjadi 16.049,08.
Semua indeks utama itu turun cukup tajam menjelang penutupan, bahkan lebih dari 2% dari titik tertinggi hari itu. Pasar juga bergerak fluktuatif, terutama Dow yang naik turun sekitar 860 poin antara titik tertinggi dan terendah pada hari itu.
Pada hari itu, harga minyak mentah melonjak seiring dengan pergantian saham. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik mencapai US$86 per barel, mencapai level tertinggi sejak Oktober.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kenaikan harga energi dapat mempercepat laju inflasi. Selain itu, Presiden Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, juga menyatakan kekhawatirannya apakah bank sentral harus menurunkan suku bunga jika inflasi tetap tinggi.
Pernyataan dari Neel Kashkari berdampak pada imbal hasil obligasi Treasury AS dengan jangka waktu 10 tahun. Imbal hasil tersebut naik dari posisi terendah selama sesi perdagangan pada hari itu, mencapai angka 4,305%. Sebelumnya, pada hari Rabu, imbal hasil Treasury acuan sempat menyentuh level tertinggi baru untuk tahun ini, yaitu 4,429%.
Kepala Strategi Investasi CFRA Research mengatakan, imbal hasil obligasi 10 tahun menjadi salah satu kekuatan pendorong utama. Investor semakin yakin jika Federal Reserve akan mengambil langkah yang lebih lambat dalam penurunan suku bunga.
"Para investor saat ini mengambil sikap wait and see," kata Sam Stovall dikutip CNBC, Jumat (5/4).
Stovall mengatakan, pasar saham masih tergolong mahal,. Hal itu mengingat S&P 500 diperdagangkan dengan premi sebesar 33% dari rata-rata jangka panjangnya.
Selama pekan ini, S&P 500 turun sebanyak 2%, dengan tiga dari empat hari perdagangan berakhir di zona merah. Dow Jones Industrial Average, yang terdiri dari 30 saham besar, juga merosot sekitar 3% dari minggu sebelumnya. Sementara Nasdaq turun 2% hingga penutupan hari Kamis.
Pda Rabu (3/4), Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan pembuat kebijakan masih menunggu lebih banyak bukti bahwa laju inflasi mendekati target 2% untuk menurunkan suku bunga.
Di sisi lain, laporan tenaga kerja nonfarm payrolls Maret akan dirilis pada Jumat (5/4). Ekspektasi konsensus memperkirakan adanya penambahan sebanyak 200.000 lapangan kerja baru, dengan tingkat pengangguran sekitar 3,8%.
Sedangkan pada Februari lalu, AS menambahkan 275.000 pekerjaan baru, tetapi tingkat pengangguran naik menjadi 3,9%. Jika laporan pekerjaan menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari perkiraan, hal ini bisa meningkatkan imbal hasil lebih lanjut dan menekan Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi.