Mencermati Peluang dan Risiko Penurunan Kinerja IHSG dan IDX80
Mandiri Sekuritas menyebut kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan IDX 80 kurang memuaskan pada awal tahun 2024. Meski kinerja pasar saham lesu, namun Mandiri Sekuritas menilai investor dapat memanfaatkannya untuk mencari cuan jangka panjang.
Namun para investor harus mencermati peluang dan risiko di tengah penurunan kinerja IHSG dan IDX80. Karena kondisi domestik maupun global turut memengaruhi pergerakan kinerja saham.
Head of Equity Research, Strategy, Consumer Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer menyebutkan IHSG terpantau turun 2,5% secara year to date (ytd). Indeks saham IDX80 juga turun 5,6% karena disebabkan sejumlah faktor global.
“Turunnya pasar saham berasal dari sisi ekspektasi dan kenaikan suku bunga,” kata Adrian dalam Mandiri Macroeconomic Outlook dari Tim Office of Chief Economist Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas secara virtual, Selasa (15/4).
Sedangkan kondisi suku bunga obligasi Amerika Serikat (AS) dan penguatan nilai tukar dolar AS telah menyebabkan pelemahan pada kinerja saham. Nilai tukar rupiah juga tertekan akibat kondisi global. Sementara dari sisi domestik, perubahan ekspektasi investor dan pasar modal terhadap pertumbuhan laba bersih di tahun 2024 turut memengaruhi.
Kemudian sektor-sektor berkapitalisasi besar seperti perbankan, dengan indeks saham finansial turun sekitar 5,7% juta berkontribusi terhadap turunnya IHSG. Ke depannya, risiko penurunan yang disebabkan oleh sikap investor yang cenderung wait and see terhadap pelaku pasar dan perkembangan bisnis.
Selain itu, investor juga berharap kejelasan terkait pernyataan bank sentral AS, The Fed mengenai penundaan ekspektasi pemotongan suku bunga, yang sebelumnya diharapkan lebih awal dan lebih besar pada tahun ini.
Penurunan dan Risiko Pergerakan Saham
Berdasarkan rasio Price-to-Earnings (PI), IHSG dan IDX80 menunjukkan penurunan yang signifikan. Saat ini, IDX80 diperdagangkan pada level minus 1,2 kali standar deviasi. Sedangkan IHSG berada hampir di minus 2 kali standar deviasi. Koreksi ini terjadi dalam 1-2 bulan terakhir.
Adrian menjelaskan hal itu karena risiko penyesuaian kembali (repricing) dari The Fed, risiko repricing terhadap premi risiko karena volatilitas mata uang, dan risiko penyesuaian ekspektasi pertumbuhan laba per saham (EPS).
Namun, menurutnya, valuasi sudah mencerminkan risiko-risiko ini, dengan IHSG berada di level minus 2 standar deviasi, dan IDX 80 mencapai level koreksi terendah sejak diluncurkan, kecuali saat krisis Covid-19.
Kendati demikian, ia melihat peluang menarik dalam jangka 12 bulan ke depan. Menurutnya, selain memperhatikan kualitas pendapatan, penting juga melihat kualitas arus kas bebas.
Saat ini, kata dia, arus kas bebas sangat tinggi, sehingga dividend yield juga sangat tinggi. Berinvestasi di IHSG pada level sekarang bisa memberikan imbal hasil hampir 5% dari dividen, atau tertinggi sejak Mei 2011.
“Kalau kita berinvestasi di IHSG di level sekarang, satu tahun kedepan kita bisa mendapatkan imbal hasil mungkin hampir 5% dari dividen,” katanya.
IDX 80 juga menunjukkan potensi serupa dengan dividend yield yang mendekati 5%. Adrian berharap penurunan ekspektasi laba sudah tercermin dalam valuasi saat ini dan tidak akan seburuk yang dikhawatirkan investor sebelumnya.
Koreksi ini memberikan peluang karena perusahaan-perusahaan memiliki neraca keuangan yang sehat, arus kas bebas yang tinggi, dan dividend yield yang berada di level 4-5%. Secara keseluruhan, koreksi ini tidak hanya mencerminkan risiko tetapi juga peluang investasi menarik pada saham-saham berkapitalisasi besar.
“Tapi koreksi ini juga memberikan suatu opportunity karena memang secara balance sheet perusahaan-perusahaan itu sebenarnya cukup sehat ya,” ujarnya.