Penembakan Trump dan Data PDB Cina Bayangi Bursa Dunia

Hari Widowati
15 Juli 2024, 06:26
Bursa Asia pada perdagangan hari ini diperkirakan akan menunjukkan reaksi terhadap penembakan calon presiden AS Donald Trump dan data PDB Cina.
Pexels
Bursa Asia pada perdagangan hari ini diperkirakan akan menunjukkan reaksi terhadap penembakan calon presiden AS Donald Trump dan data PDB Cina.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Eskalasi dramatis dalam ketegangan politik Amerika Serikat (AS) dan kekerasan membayangi pasar keuangan dunia setelah percobaan pembunuhan mantan Presiden Donald Trump yang terjadi Sabtu (13/7) lalu. Bursa Asia akan menjadi yang pertama menunjukkan dampak peristiwa ini terhadap perdagangan dan investasi.

Jika penembakan tersebut memperkuat harapan terhadap pemilihan Trump, para analis memperkirakan apa yang disebut 'perdagangan kemenangan Trump' dapat mencakup dolar yang lebih kuat dan kurva imbal hasil obligasi AS yang lebih curam. Bitcoin naik 4% pada US$60.000 (Rp 966,87 juta) pada awal sesi global hari Senin (15/7).

Sebelum penembakan Trump, ada isu-isu penting yang menjadi perhatian para investor di Asia untuk mengantisipasi perdagangan hari ini. Mulai dari ekspektasi penurunan suku bunga AS yang terus meningkat hingga dugaan intervensi mata uang Jepang dan banjir data ekonomi dari Cina termasuk data pertumbuhan ekonomi (Produk Domestik Bruto/PDB) kuartal kedua.

Melansir laporan Reuters, inflasi AS yang secara mengejutkan lebih rendah dari perkiraan minggu lalu dapat membuat api 'risk on' tetap menyala jika imbal hasil obligasi AS, suku bunga tersirat, dan dolar turun. Para pialang suku bunga memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 75 basis poin tahun ini, dimulai pada bulan September.

Namun, jika hal ini didorong oleh melemahnya pertumbuhan dan pasar tenaga kerja yang lebih lemah, kegembiraan akan terkikis oleh kehati-hatian. Terutama, karena musim laporan keuangan kuartal kedua AS sedang berlangsung.

Data Ekonomi Cina Mendominasi

Perdagangan di Asia pada hari ini didominasi oleh data-data ekonomi Cina untuk bulan Juni termasuk harga rumah, produksi industri, investasi perkotaan, penjualan ritel, angka pengangguran, serta PDB kuartal II. Para analis dan investor telah menetapkan ekspektasi rendah terhadap data-data tersebut.

Perekonomian terbesar di Asia ini diperkirakan akan berekspansi 1,1% dari periode Januari-Maret, menghasilkan pertumbuhan tahunan sebesar 5,1%. Proyeksi PDB Cina ini lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya, masing-masing sebesar 1,6% dan 5,3%.

Cina terus berjuang dengan krisis properti yang berkepanjangan yang telah membatasi investasi, memburuknya kepercayaan dan permintaan konsumen, dan terus menghantui momok deflasi. Angka-angka perdagangan, pinjaman bank, dan indikator uang beredar minggu lalu semakin memperparah kesuraman ini.

Sementara itu, bank sentral Cina diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pinjaman fasilitas kredit jangka menengah satu tahun pada 2,50% saat mengumumkannya, pada Senin (15/7).

Pasar Jepang ditutup untuk hari libur pada hari Senin. Namun, yen akan diperdagangkan di seluruh benua, memasuki sesi di dekat level tertinggi empat minggu terhadap dolar AS setelah kenaikannya pada hari Jumat (12/7).

Bank of Jepang tetap bungkam mengenai apakah mereka melakukan intervensi minggu lalu. Namun, para analis menyebut reli tajam yen dan proyeksi neraca pasar uang harian Bank of Japan menunjukkan adanya tindakan intervensi tersebut.

Yen telah merosot di posisi terendah dalam 38 tahun di sekitar 162 yen per dolar minggu lalu. Namun, memasuki hari Senin yen bergerak di sekitar 157.90 yen per dolar.

Apakah reli short covering memiliki lebih banyak tenaga di dalamnya? Data-data di pasar berjangka AS menunjukkan para hedge fund memegang posisi net short yen terbesar mereka dalam 17 tahun terakhir.

Melonjaknya yen memicu kemerosotan 2,4% pada saham-saham Jepang, pada Jumat (12/7) lalu. Ini merupakan penurunan paling tajam sejak April. Setelah mencapai rekor tertinggi di atas 42.000 poin pada hari Kamis (11/7), yen memiliki lebih banyak ruang untuk jatuh.

Di India, inflasi harga grosir terlihat meningkat tajam ke tingkat tahunan 3,5% di bulan Juni dari 2,6% di bulan Mei.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...