Saham Teknologi Masih Akan Topang Bursa AS Meski Dibayangi Resesi dan Aksi Jual

Nur Hana Putri Nabila
5 Agustus 2024, 16:13
saham
NYSE
Bursa efek New York atau Wall Street
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Aksi jual besar-besaran saham-saham teknologi pada akhir-akhir ini telah memicu kecemasan para investor. Mereka begitu waswas terhadap perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan ancaman resesi. Sebaliknya, miliader Warren Buffet justru melihat ini sebagai sebuah peluang.

Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai fundamental saham-saham teknologi global masih di bawah ekspektasi. Meskipun ada kekhawatiran tentang resesi, hal ini lebih cenderung terkait dengan data-data fundamental yang mendukung, terutama data kenaikan angka pengangguran di AS.

Tak hanya itu, selama data pasar tenaga kerja AS, seperti non-farm payroll dan data inflasi menunjukkan penurunan, hal ini bisa menjadi saat yang tepat bagi Bank Sentral AS atau The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Dengan begitu, bisa menghindari dampak keras dari penurunan ekonomi atau hard landing. “Karena sebenarnya yang dikhawatirkan hanyalah hard landing saja,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Senin (5/8).

Menurut Nafan, saat ini saham-saham teknologi belum menunjukkan tanda-tanda gelembung harga atau bubble price. Selama perekonomian mengalami soft landing dengan lancar, belum terlihat ada indikasi gelembung pada saham teknologi.

Gelembung saham atau stock bubble terjadi ketika harga saham suatu perusahaan atau sektor naik secara dramatis dan tidak sesuai dengan nilai fundamentalnya. “Itu penting, kecuali kalau terjadi hard landing, itu baru bisa berpotensi bahwa saham basis teknologi dalam kondisi bubble,” ujarnya.

Proyeksi Saham Teknologi

Nafan menilai saham-saham teknologi masih menjadi kekuatan utama pasar AS dan diproyeksikan tetap positif dalam jangka panjang. Ia menyebut saham-saham tersebut akan tetap berada dalam tren naik karena didorong perusahaan-perusahaan Wall Street, termasuk yang masuk dalam indeks Nasdaq.

Meskipun indeks VIX dan Merrill Lynch Option Volatility Estimate (MOVE) menunjukkan sinyal bullish dan mengalami kenaikan, pasar harus memperhatikan potensi kebijakan pelonggaran moneter dari The Fed yang dapat memengaruhi sentimen pasar.

“Nanti kan semoga indeks VIX dan MOVE kembali melandai, maksudnya setelah harganya sudah membaik” katanya.

Untuk itu, Nafan mengingatkan investor yang memiliki saham-saham teknologi untuk memperhatikan laporan keuangan kuartal ke III dan ke IV 2024. Investor juga harus mempertimbangkan potensi penurunan suku bunga acuan oleh The Fed, yang bisa menjadi faktor positif untuk pasar saham.

“Kita menghadapi resiko market, tapi kalau market kondusif ya baik bisa re-akumulasi beli kembali,” ucapnya.

Keuntungan Bagi Warren Buffet

Di tengah gejolak saham teknologi dan ketidakpastian terkait kebijakan moneter The Fed, perusahaan investasi milik Warren Buffett saat ini memegang kas jumbo mencapai US$ 277 miliar atau setara Rp 4.485 triliun.

Jika Buffett memutuskan untuk meningkatkan pembelian saham, maka dia bisa memanfaatkan harga saham yang terdiskon. Hal ini seiring dengan tren utama saham-saham teknologi yang cenderung bullish dan bisa menjadi peluang investasi yang menarik untuk jangka panjang.

“Paling tantangannya yang harus dihadapi adalah dengan market volatility tersebut,” ucapnya.

Sebelumnya, perusahaan milik Warren Buffett, Berkshire Hathaway, menjual kepemilikan saham Apple hingga 50% senilai US$ 75,5 miliar atau setara Rp 1.225 triliun (kurs Rp 16.233) pada kuartal II 2024. Hal ini membuat jumlah uang tunai Berkshire Hathaway menumpuk hingga US$ 277 miliar. 

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...