Jutaan Kelas Menengah Jatuh Miskin, Saham Konsumsi Masih Layak Koleksi?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kelompok kelas menengah merosot sejak terjadi pandemi Covid-19. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional atau Susenas Maret 2024, jumlah kelas menengah turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini.
Seiring dengan dirilisnya data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (3/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada sesi pertama perdagangan, Selasa, 3 September 2024. IHSG melemah 0,73 persen dan berada di level 7.638,2.
Indeks sektor konsumer siklikal (IDX CYCLIC) mencatat penurunan sektoral terdalam, turun sebesar 4,4 persen pada sesi perdagangan pertama, Selasa (4/9). Koreksi ini terjadi setelah IHSG berhasil mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (All-Time High/ATH) melalui reli yang berlangsung lebih dari sepekan. Namun, hari ini Rabu (4/9) saham sektor siklikal berhasil berbalik arah dengan penguatan sebesar 3,02% pada pukul 11.23 WIB
Pembalikan ini dijelaskan Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta sebagai kondisi yang wajar mengingat tak semua saham di sektor ini rentan terhadap kondisi ekonomi.
Ia menjelaskan berdasarkan analisis teknikal terkini, sektor siklikal masih menunjukkan aktivitas improving, berbeda dengan sektor non-siklikal yang lebih cenderung bergerak dalam rentang tertentu (ranging).
“Meskipun demikian ada juga saham-saham yang masuk dalam konsumer siklikal yang memang sustainable ya kan," jelas dia pada Katadata.co.id, Rabu (4/9).
Sektor konsumer siklikal yang erat kaitannya dengan daya beli, memang menghadapi tantangan berat. Namun, kata Nafan meski diterpa penurunan daya beli, saham-saham di sektor ini masih menunjukkan daya tahan yang cukup baik, terutama yang memiliki model bisnis berkelanjutan.
Nafan menjelaskan, meskipun saham-saham di sektor konsumsi siklikal mudah terpengaruh oleh dinamika ekonomi, namun para pelaku usahanya telah terbiasa menghadapi kondisi menantang seperti rendahnya daya beli sehingga saat ini cenderung lebih adaptif.
Buktinya, meski saat ini emiten-emiten tersebut tengah menghadapi tekanan deflasi yang telah terjadi selama empat bulan berturut-turut. Namun, berkat penerapan tata kelola good corporate governance banyak emiten yang tetap menunjukkan kinerja solid.
"Jadi misalnya MAP Aktif Adiperkasa (MAPA) dimana terdapat produk yang terafiliasi dengan Israel juga sepertinya tidak terkena sentiment boikot. Karena kalau kita lihat, kinerja penjualannya bagus di Kuartal II ini sehingga laba bersihnya juga bagus, bottomline-ya," jelasnya.
Nafan menjelaskan, dari pergerakan harga saham, banyak saham sektor siklikal yang menunjukkan pola pullback penurunan sementara dalam tren naik yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang masuk. Misalnya, saham-saham seperti MAPA yang saat ini tengah berada dalam tren naik (uptrend). Laju tersebut menunjukkan optimisme pasar terhadap prospek ke depan.
Sementara itu, di sektor non-siklikal, ada emiten seperti INDF yang juga mengalami uptrend berkat produk-produk yang telah melekat di masyarakat, permintaannya cenderung stabil meskipun ada perlambatan ekonomi.
"Sebenarnya soal pergerakan harga sahamnya kalau saya lihat memang rata-rata sesuai dengan benchmark ya kan plumbing itu untuk sector siklikal ya ada juga beberapa emiten yang mengalami uptrend kan,” katanya.