Menakar Dampak Penurunan Kelas Menengah pada IHSG

Nur Hana Putri Nabila
12 September 2024, 16:20
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia pasca-pandemi hanya sedikit mempengaruhi IHSG dan perilaku investor, dengan efek lebih besar pada pola konsumsi daripada investasi.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia pasca-pandemi hanya sedikit mempengaruhi IHSG dan perilaku investor, dengan efek lebih besar pada pola konsumsi daripada investasi.
Button AI Summarize

Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengungkap dampak penurunan jumlah kelas menengah sejak pandemi COVID-19 terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan investor. Research Analyst di Mirae Asset Sekuritas Abyan Habib Yuntoharjo, menyatakan bahwa penurunan kelas menengah mungkin tidak berdampak signifikan terhadap investor.

Sebaliknya, dampaknya lebih terlihat pada pola konsumsi masyarakat kelas menengah itu sendiri. Misalnya, tren konsumsi di Malaysia menunjukkan perubahan, seperti peningkatan permintaan untuk produk makanan dan popok setelah Lebaran. Selain itu, harga beberapa kebutuhan pangan di rumah tangga juga mengalami kenaikan.

“Nah itu berdampaknya terhadap pola konsumsi mereka,” kata Abyan dalam Media Day: September 2024 bertajuk “Capitalizing on Rate Cuts: Driving Retail & Stock Market Growth in the 4Q” di Jakarta, Kamis (12/9).

Sejalan dengan hal tersebut, Abyan mengatakan penurunan kelas menengah di Indonesia juga tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap IHSG. Meskipun investor ritel cukup banyak, ada beberapa institusi yang masih melihat pasar saham sebagai investasi yang menarik. 

Tak hanya itu, ia juga menyebut rencana pemangkasan suku bunga yang baru-baru ini diumumkan juga diharapkan memberi dampak positif, baik bagi investor global maupun domestik. Dengan suku bunga yang lebih rendah, kata Abyan, investor akan lebih berani mengambil risiko dibandingkan sebelumnya dan lebih fokus pada investasi yang lebih aman.

Dengan demikian, ia menilai penurunan kelas menengah di Indonesia lebih memengaruhi pola konsumsi masyarakat. Biasanya sekitar 60% dari pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi, sementara sisanya untuk tabungan dan investasi.

“Jadi tergantung dari konsumer sendiri itu mereka akan menggunakan seperti apa,” tambahnya.

Namun, jika dilihat dari pasar saham, ia menilai dampaknya tidak selalu jelas. Hal ini karena saat ini ada berbagai macam investasi yang tersedia, seperti deposito berjangka, saham, dan obligasi. Dengan demikian, ia menegaskan tidak bisa langsung disimpulkan ada korelasi antara penurunan kelas menengah dengan penurunan investasi di pasar saham.

“Tapi bisa dibilang emang pola konsumsinya pasti akan berubah dari kelas menengah yang turun,” ucapnya. 

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) siang ini mencetak rekor tertinggi atau all time high (ATH) pada penutupan perdagangan sesi pertama Kamis (12/9), melesat 0,65% ke level 7.811.

Kelas Menengah Kian Merosot

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, jumlah kelompok kelas menengah merosot sejak terjadi pandemi Covid-19. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional atau Susenas Maret 2024, jumlah kelas menengah turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini. Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menurunnya kelas menengah dipastikan bukan menjadi rentan miskin.

“[Turunnya] ke menuju kelas menengah. Makanya tadi kan aspiring middle class-nya naik,” kata Amalia di Gedung BPS, Jumat (30/8).  

Mengutip data BPS, jumlah kelompok menuju kelas menengah pada 2019 mencapai 128,85 juta orang dengan proporsi 48,20%. Selanjutnya angka tersebut melonjak pada 2024 menjadi 137,50 juta orang dengan proporsi 49,22%.  Amalia mengakui penurunan kelas menengah terjadi sejak pandemi. Angka kelas menengah meningkat pada 2014 hingga 2019.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...