Korupsi Rorotan Seret Totalindo, Saham TOPS Disuspensi dan Anjlok 98%
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga orang tersangka petinggi PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) atau Totalindo dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta, pada Rabu (18/9). Seiring dengan hal itu, saham TOPS kini berada di ujung tanduk, bahkan telah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan data perdagangan BEI, saham PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) bertengger di level Rp 1 dan sudah diberhentikan perdagangannya atau disuspensi. Adapun kapitalisasi pasarnya sebesar Rp 33,33 miliar.
Tak hanya itu, perusahaan juga masuk ke dalam papan pemantauan khusus skema full call auction dan diberi notasi khusus “X”. Hal itu lantaran harga rata-rata saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler kurang dari Rp 51 per lembar saham.
Apabila melihat performa sahamnya, dalam tiga tahun terakhir saham TOPS anjlok 50% dan dalam enam bulan terakhir juga merosot 80%. Secara year to date (ytd) sahamnya terperosok 88,89% dan ambruk 98% dalam setahun terakhir.
Rugikan Negara Rp 223 Miliar
KPK menyebut kasus korupsi terkait dengan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada periode 2019-2021. Tak hanya itu, kerugian negara atau daerah akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp 223 miliar.
Adapun tiga tersangka yang tersangkut di antaranya:
- Direktur Utama Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing (DNS)
- Komisaris Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk (SIR)
- Direktur Keuangan Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo (EKW)
Kemudian, pihak yang terlibat lainnya yakni Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan (YCP) dan Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda, Indra S. Arharrys (ISA).
KPK menyatakan bahwa tersangka YCP dan lainnya diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dari KUHP.
Kerugian tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371 miliar. Jumlah ini dikurangi dengan biaya transaksi riil PT Totalindo dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate, sebesar Rp 147 miliar, yang mencakup pajak, BPHTB, dan biaya notaris.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga meminta klarifikasi lebih lanjut terkait kasus yang melibatkan PT Totalindo Eka Persada. Corporate Secretary Totalindo, Boaz Dody Farulian mengatakan bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS) pada 11 Juli 2024, diputuskan untuk mengangkat Donald Sihombing sebagai Direktur Utama perusahaan. Direktur tersebut saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Mengenai kelangsungan proyek perusahaan, Boaz menegaskan bahwa hingga 20 September 2024, semua proyek perusahaan masih berjalan normal. Keputusan yang sebelumnya diambil oleh Direktur Utama yang tersangka tersebut akan dikelola oleh direktur lain yang diberi kuasa oleh perusahaan.
“Perseroan telah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut,” kata Boaz dalam keterangannya, dikutip Kamis (26/9).