Inflasi AS Tahan Kenaikan IHSG, BEI Soroti Potensi Penurunan Suku Bunga The Fed

Nur Hana Putri Nabila
11 Oktober 2024, 19:07
BEI, inflasi AS, IHSG
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertahan oleh potensi pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akibat tingginya inflasi di AS.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertahan oleh potensi pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akibat tingginya inflasi di AS.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan tingginya inflasi di AS memengaruhi keputusan bank sentral AS untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. Jika suku bunga diturunkan, pasar modal pasti akan merespons positif keputusan tersebut.

“Kalau ternyata (penurunan suku bunga AS) itu akan terhenti, pasti pasar akan mengkalkulasi. Belum lagi digabung dengan (sentimen negatif) dari tensi geopolitik," kata Jeffrey di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/10).

Sebelumnya, para pelaku pasar memprediksi The Fed masih akan menurunkan suku bunga acuannya beberapa kali lagi. Suku bunga tinggi telah bertahan cukup lama sejak pandemi Covid-19 dan pasar berharap era suku bunga tinggi segera berakhir.

Jeffrey mengatakan sebenarnya ekspektasi pasar agar era suku bunga tinggi segera berakhir sudah ada sejak tahun lalu. Namun, suku bunga tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dari yang diperkirakan. Selain itu, lanjut Jeffrey, kondisi geopolitik yang memanas antara Israel dan beberapa negara juga menjadi faktor yang dapat memengaruhi laju IHSG.

"Jadi, itu pasti akan dikalkulasi dan diperhitungkan oleh investor," ujarnya. 

Namun, ia tetap optimistis IHSG dapat mencapai pertumbuhan yang diinginkan hingga akhir 2024. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata di atas 5% menjadi salah satu faktor kunci untuk mencapai target tersebut.

Di samping itu, ia menyebut konsumsi domestik menyumbang hampir 60% dari perekonomian Indonesia. Karena itu, ia berharap kondisi geopolitik global tidak akan menjadi penghalang dan seharusnya memberikan Indonesia bantalan (buffer) dalam pertumbuhan ekonomi.

"Jadi, kami sih optimis menuju 2025," kata Jeffrey. 

S&P 500 dan Dow Jones Anjlok Imbas Tingginya Inflasi AS

Bursa saham Amerika Serikat, Wall Street, melemah pada perdagangan Kamis (10/10) akibat data inflasi AS yang lebih tinggi daripada perkiraan pasar. Indeks S&P 500 dan Dow Jones anjlok, setelah mencetak rekor sehari sebelumnya.  

Indeks S&P 500 turun 0,21% ke level 5.780,05, Dow Jones tergelincir 0,14% ke level 42.454,12. dan Nasdaq Composite melemah 0,05% ke level 18.282,05. 

Manajer portofolio di Cookson Peirce, Luke O'Neill, mengatakan pergerakan pasar pada Kamis (10/10) sebagian besar dipengaruhi oleh laporan inflasi. Meskipun tidak ada kejutan besar, data menunjukkan inflasi yang sedikit lebih tinggi dari perkiraan. O'Neill memandang data tersebut merupakan dukungan lebih lanjut untuk The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada November mendatang.

“Orang-orang menjual saham-saham berkapitalisasi kecil dan menengah yang sedikit lebih sensitif terhadap suku bunga,” ujar O’Neill dikutip CNBC, Jumat (11/10). 

Inflasi Amerika Serikat naik 0,2% secara bulanan, mendorong tingkat inflasi tahunan menjadi 2,4%. Angka inflasi bulanan ini melampaui ekspektasi para analis, yang memperkirakan inflasi bulanan 0,1% dan inflasi tahunan 2,3%. 

Namun, angka inflasi tahunan ini merupakan yang terendah sejak Februari 2021. Menanggapi data terbaru inflasi tersebut, Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan The Fed terbuka untuk mempertahankan suku bunga pada pertemuan kebijakan November meski pasar berharap ada pemangkasan.  

“Bagi saya, hal ini menunjukkan mungkin kita harus mengambil jeda di bulan November. Saya sangat terbuka untuk itu,” kata Bostic kepada The Wall Street Journal

Kekhawatiran mengenai kemungkinan Federal Reserve memperlambat laju pemangkasan suku bunga semakin meningkat. Data perdagangan dana berjangka dari FedWatch Tool CME Group menunjukkan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 bps mencapai 85%.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...