Investasi Saham Jadi Cara Pengemudi Ojol dan Mahasiswa di Jogja Mengubah Nasib
Tingkat literasi masyarakat mengenai pasar modal, khususnya investasi saham di Indonesia, masih sangat minim. Hal itu tercermin dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SLIK) 2022 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023, di mana inklusi keuangan di pasar modal mencapai 5,19%, meningkat dibandingkan 1,55% pada 2019.
Tingkat literasi itu tertinggal jauh dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah investor yang rata-rata mencapai 38,7% sejak 2020. Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat masih enggan berinvestasi adalah persepsi publik yang menilai kegiatan investasi memerlukan modal besar di awal.
Investasi dianggap lebih dekat dengan orang-orang berduit, bukan para pekerja yang berpenghasilan rendah, terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta atau Jogja.
Aji Sukron (26) menepis anggapan pesimis tersebut. Pegawai swasta yang juga menyambi sebagai pengemudi ojek online (ojol) di Jogja ini berhasil membuktikan bahwa keterbatasan penghasilan bulanan bukan penghalang untuk menyelami dunia investasi. Aji mengaku dirinya mulai menyelami dunia saham sejak masa pandemi Covid-19 pada 2020 silam.
Mulanya, pria lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gajah Mada (UGM) itu menekuni dunia saham melalui platform YouTube saat dirinya masih kuliah pada 2020. Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta yang terkenal rendah pun tak menghambat langkahnya.
Ia mengatakan investasi saham bukan menjadi pilihan utama dalam menambah penghasilan. Aji mulai bekerja sebagai penjual nasi goreng. Setelah bekerja semalaman, Aji hanya bisa mengantongi pendapatan Rp 80 ribu. Ia memutar otak agar bisa menambah penghasilan setelah bekerja sebagai pegawai swasta sekaligus merangkap sebagai pengemudi ojol. Di sini lah ia mulai tertarik untuk berinvestasi saham.
Saat ini, Aji menyisihkan sebagian besar gaji yang diterimanya sebagai pegawai swasta untuk investasi. Sebagian kecil lain gajinya digunakan untuk membayar sewa tempat tinggal.
Demi memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, Aji menggunakan uang dari hasil bekerja sampingan sebagai pengemudi ojol. Ia mengatakan jika dia tidak berinvestasi dari sekarang, masa depan hidupnya tak akan terjamin.
"Dari hasil narik ojek online, sehari sekitar Rp 40 ribu–Rp 50 ribu atau mungkin sekitar 4-5 orderan. Itu untuk makan, kemudian untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya," kata Aji ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (22/11).
Dari Saham Gorengan hingga Koleksi Saham Indeks LQ45
Saat duduk di bangku perkuliahan dan belum berpenghasilan, Aji memutar otak bagaimana bisa memiliki penghasilan sekaligus menabung untuk masa depan. Pada 2020, ia memantabkan tekadnya untuk berkecimpung di dunia saham kendati masih dibayangi ketidakpastian hasil.
Awalnya, pria 26 tahun itu masuk ke saham “gorengan”, yakni saham yang pergerakan harganya sangat fluktuatif tanpa didukung oleh faktor fundamental perusahaan. Biasanya, saham-saham semacam ini digerakkan oleh rumor di pasar. Dari saham-saham gorengan tersebut, Aji telah meraup keuntungan hingga 300%.
Pada awalnya, Aji hanya fokus trading saham daripada investasi jangka panjang. Saat masih kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), ia menggunakan tabungannya untuk trading saham.
Ia mengaku bisa meraup cuan hingga Rp 2 juta dalam sehari. Namun, kenyataan di dunia saham ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Keuntungannya besar itu juga cepat menguap saat harga saham turun sehingga Aji sering rugi. Hal itu membuatnya mulai cemas.
"Saya trading hanya mengandalkan feeling, tanpa analisis matang. Saya kira harga saham akan naik, ternyata malah turun. Itu membuat saya banyak mengalami kerugian di tahun pertama dan kedua," kata Aji saat mengenang masa-masa sulitnya.
Seiring berjalannya waktu dan belajar dari pengalaman, Aji mulai memahami bagaimana fluktuasi saham dan pentingnya analisis mendalam sebelum trading. Pemahamannya ihwal investasi kian meningkat di tahun ketiga, di mana Aji mengakui mulai memahami pasar saham.
Hal ini menumbuhkan kepercayaan dirinya. Dari pengalaman itu, ia kini memilih untuk membangun portofolio saham yang stabil dan berkelanjutan, tidak lagi sekadar cari untung melalui trading.
“Selama tiga tahun belajar saham, yang terbentuk adalah psikologi bahwa ternyata saham itu fluktuatif. Untuk jangka panjang, investasi saham lebih menguntungkan,” ungkapnya.
Aji mengatakan kini tujuan investasi saham lebih bersifat jangka panjang dan berfokus pada upaya untuk membesarkan aset portofolionya. Menurutnya, investasi saham menawarkan potensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk investasi lainnya.
Tak hanya itu Aji pun merasa bersyukur dengan hasil investasi sahamnya yang kini mampu memberikan return sebesar 10-20% per tahun. Angka ini cukup memuaskan mengingat rata-rata return yang biasanya dicapai oleh manajer investasi profesional atau investor kawakan berada di kisaran 30%.
Meski belum menyamai investor kawakan, ia berharap dalam kurun waktu tiga tahun ke depan ia bisa memiliki portofolio yang cukup besar sehingga dapat menghasilkan dividen yang setara upah minimum regional (UMR) di Yogyakarta. Aji juga berharap dividen tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan masa depannya, termasuk untuk biaya pernikahan dan tujuan finansial lainnya.
“Tapi, untuk tiga tahun sekarang masih memperbesar aset, nabung, dan investasi di saham,” ucap Aji.
Dalam memilih saham, Aji selalu memulai dengan analisis fundamental. Langkah pertamanya adalah menyaring saham berdasarkan indeks LQ45 karena saham-saham dalam indeks ini umumnya memiliki reputasi baik. Selanjutnya, ia memperhatikan earning per share (EPS) atau pendapatan per lembar saham, dengan fokus pada tingkat kenaikan atau stabil EPS tersebut.
Selain itu, Aji juga memilih saham dengan kinerja laba yang konsisten atau meningkat. Terakhir, Aji melengkapi analisisnya dengan pendekatan teknikal untuk menentukan momen yang tepat dalam membeli saham tersebut.
Sektor Perbankan Hingga Batu Bara Jadi Sektor Favorit
Investor yang telah menggeluti pasar modal selama empat tahun itu juga berbagi pandangannya tentang sektor yang menarik untuk investasi jangka panjang. Awalnya, Aji sempat meragukan potensi saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) lantaran harganya sudah tergolong tinggi.
Namun, setelah mengamati pergerakan pasar dan volatilitas saham bertahun-tahun pandangannya berubah. Ia menilai BBCA sangat cocok untuk investasi jangka panjang meski memiliki harga yang tinggi.
Pada perdagangan saham Jumat (23/11), saham BBCA berada di level Rp 9.850 per saham. Volume saham yang diperdagangkan tercatat 58,4 juta dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 1.202 triliun. Saham BBCA kini menjadi emiten berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Aji mengatakan saham BBCA tergolong stabil dan jarang turun signifikan, hal itu menjadikan emiten raksasa di BEI tersebut menjadi saham andalan banyak investor. Selain itu, Aji menyoroti preferensinya terhadap saham-saham dalam indeks bergengsi LQ45, yang menurutnya menawarkan peluang terbaik di sektor utama untuk menjaga portofolio tetap kuat di tengah tantangan pasar.
“Itu sudah jadi screening pertama yang saya lakukan adalah saham-saham di LQ45, indeks Kompas 100, ataupun poinnya yang mereka masuk ke dalam indeks yang tergolong saham bagus,” katanya.
Aji mengatakan sektor perbankan masih jadi pilihan utama untuk berinvestasi di Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang didominasi oleh sektor teknologi. Menurutnya, perbankan di Indonesia masih memegang peran penting sebagai motor penggerak perekonomian.
Ia juga mencatat, dalam kondisi krisis atau perlambatan ekonomi, sektor perbankan sering kali menjadi sektor yang pertama bangkit. Ia optimistis perbankan adalah sektor yang paling tangguh dan andal untuk investasi jangka panjang.
Saat ini, Aji juga berinvestasi di saham salah satu saham bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Saham ini sering kali dihantam sentimen negatif, seperti isu non-performing loan (NPL) dan pemberitaan yang kurang baik. Akan tetapi, ia yakin fundamental portofolio sektor perbankannya tetap kokoh. Dengan demikian, stabilitas dan prospek jangka panjang menjadikan sektor perbankan masih tetap relevan, baik untuk investasi maupun trading di pasar saham.
Selain saham perbankan, Aji juga menyebut sektor batu bara menjadi salah satu pilihan unggulan untuk strategi dividend investing. Berbeda dengan investasi jangka panjang yang cenderung fokus pada pertumbuhan nilai aset, menurut Aji, dividend investing bertujuan mendapatkan penghasilan pasif dari pembagian dividen. Ia mengklaim saham-saham di sektor batu bara menawarkan keuntungan yang menarik karena dividen yang relatif tinggi.
Sebagai contoh, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) sempat memberikan dividen hingga lebih dari 30% pada salah satu periode. Meskipun, pembagian dividen bersifat fluktuatif dan tergantung pada kondisi perusahaan. Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga menjadi pilihan utama Aji untuk dividend investing karena konsistensi dalam membagikan dividen di atas 10% setiap tahun.
Menurut Aji, keunggulan dari strategi ini adalah investor tetap bisa menikmati dividen sebagai bentuk investor untuk take profit, tanpa harus menjual aset saham yang dimiliki. Dengan begitu, investasi tetap berjalan, sekaligus memberikan pendapatan tahunan yang stabil.
Tebar Pengaruh Baik Lewat Grup Belajar Saham
Tak hanya mencari cuan di investasi, di sela-sela kesibukannya Aji membuka Grup Belajar Saham untuk investor pemula yang butuh ilmu analisis membaca saham. Grup Belajar Saham juga menjadi salah satu wadah yang digunakan Aji untuk membagikan pengalamannya di dunia pasar saham.
Sejak dikenalkan pada Maret 2024, Grup Belajar Saham di bawah asuhan Aji perlahan tumbuh. Awalnya hanya lima orang dan hingga kini telah mencapai 80 anggota berkat respons positif lewat kampanye masif yang dilakukan melalui media sosial X.
Aji mengaku wadah itu dibuat berdasarkan pengalaman di masa lalu. Pada saat itu, tidak ada orang atau 'guru' yang menuntun langkahnya. Melalui Grup Belajar Saham, ia hendak membagi pengalamannya berinvestasi tanpa berniat menggurui.
"Saya ingin teman-teman yang notabene ketika semangat-semangat di awal belajar saham itu, jangan sampai padam," tutur Aji.
Sepanjang pengalamannya berkecimpung di dunia investasi, Aji sempat memandang skeptis lantaran mengalami kerugian. Persepsi rugi ini dinilai menimbulkan keengganan publik untuk berinvestasi. Bahkan, ia menyebut anggapan investasi sebagai kegiatan judi bisa muncul karena rugi yang dialami seorang pemula.
Karenanya, Grup Belajar Saham diharapkan dapat membuka cakrawala masyarakat kendati dalam lingkup kecil tentang investasi. Setidaknya, para calon investor tidak mudah tergiur dengan janji manis untung dalam jangka waktu yang relatif singkat. Di samping itu, Aji juga hendak memberi pemahaman ihwal financial freedom dalam Grup Belajar Saham.
"Orang-orang itu susah mengelola uang mereka, apalagi buat teman-teman ojol, teman-teman yang bekerja di Jogja, notabene kan gajinya sedikit, bagaimana caranya gaji sedikit tapi kita bisa berinvestasi, bisa dapat dividen," jelasnya.
Tak hanya itu, Aji pun mengakui dirinya terinspirasi dari salah satu influencer saham, Ellen May, yang mengedukasi dirinya melalui siaran langsung di platform Instagram dan YouTube. Menurut Aji, Ellen May tidak hanya membeberkan langkah investasi yang tepat, tetapi juga menganalisis kondisi makro ekonomi secara komprehensif bagi para penontonnya. "Belajar dari beliau, kok keren, ya, tiap hari bisa memberikan ilmu kepada masyarakat. Jadi, hati saya tergerak (untuk melakukan hal yang sama)," ungkapnya.
Lewat wadah yang ia kembangkan, Aji juga mengaku berhasil mengubah persepsi publik, khususnya para pengemudi ojol. Setelah selesai mengantar-jemput penumpang, para pengemudi ojol kerapkali mengalokasikan penghasilannya untuk judi online (judol). Melalui Grup Belajar Saham, Aji berhasil menghimpun sepuluh orang pengemudi ojol sekaligus mengubah persepsi mereka untuk mengalihkan penghasilannya ke investasi pasar saham.
"Di saham kan kita bisa analisis, pakai teknik fundamental ataupun analisis lain. Kalau di judi kan enggak bisa (dianalisis)," katanya.
Selain ojol, wadah yang dibentuk Aji juga diikuti para mahasiswa Yogyakarta. Mereka memiliki kesadaran yang lebih besar tentang investasi. Mahasiswa yang ikut dalam kelas investasi pun tidak terbatas pada mahasiswa dari fakultas ekonomi, ada juga mahasiswa teknik dan beberapa jurusan di luar ekonomi.
Melalui Grup Belajar Saham, Aji memiliki harapan besar untuk menyadarkan lingkungannya tentang kemerdekaan finansial melalui pasar saham. Bahkan sepanjang wadah itu dibentuk, ia menyebut sudah berbuah hasil, di mana beberapa anggotanya mencicipi keuntungan melalui saham kendati masih tergolong kecil.
"Ada yang (untung) sampai 30%. Ada juga yang untung 100%, itu hitungannya masuk ke saham gorengan," ujarnya.
Peran BEI Mengedukasi Masyarakat
Minat investasi di Yogyakarta terus meningkat hingga melibatkan berbagai kalangan seperti mahasiswa, pekerja, hingga pengemudi ojek online. Tren positif ini tidak lepas dari peran aktif Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam memberikan edukasi keuangan. Sepanjang tahun ini, BEI telah menyelenggarakan lebih dari 180 ribu kegiatan edukasi untuk investor di seluruh Indonesia. Khusus di Yogyakarta, BEI telah menyelenggarakan 957 program edukasi yang berhasil menjangkau hingga 385 ribu peserta.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 216.798 investor hingga September 2024. Angka tersebut melonjak 24,54% secara tahunan atau year on year (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar 174.081 investor.
Nilai transaksi saham di daerah tersebut juga meningkat hingga 38,18% menjadi Rp 3,24 triliun per September 2024 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,34 triliun. Jumlah investor saham di Yogyakarta per September 2024 naik 1,43% menjadi 216.798 investor, dari sebelumnya 213.751 investor pada Agustus 2024.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengungkapkan bahwa BEI terus berupaya mendorong literasi keuangan di kalangan masyarakat, terutama anak muda, melalui program Duta Pasar Modal (DPM). Program yang menjadi bagian dari kampanye #AkuInvestorSaham ini melibatkan mahasiswa dari Galeri Investasi untuk berperan sebagai agen perubahan. Mereka bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perencanaan keuangan, kewaspadaan terhadap gaya hidup konsumtif, serta bahaya penipuan investasi dan judi online.
Tak hanya itu, ia optimistis peningkatan literasi keuangan diharapkan dapat membantu generasi muda membangun masa depan yang lebih cerah. Selain itu, langkah ini juga diyakini mampu memberikan dampak positif bagi perekonomian Yogyakarta, yang masih dihadapkan pada tantangan kemiskinan.
“Kami yakini pintu keluar dari kemiskinan adalah pendidikan atau literasi, termasuk literasi keuangan,” ujar Jeffrey ketika dihubungi Katadata.co.id, Jumat (22/11).
Jeffrey juga menegaskan, investasi bukan hanya tentang menarik orang-orang kaya untuk menanamkan modal, tetapi bagaimana investasi dapat menjadi jalan membangun kekayaan dalam jangka panjang.
"Kekayaan atau modal harus dibangun secara jangka panjang, tidak bisa instan," ujar Jeffrey. Ia mengingatkan banyak investor sukses merintis usahanya sejak usia muda tanpa banyak modal.
Jeffrey mengatakan, terus meningkatnya jumlah investor di Yogyakarta memberikan harapan positif bagi perkembangan pasar modal di Indonesia. Saat ini, dari total 160 ribu investor syariah di Indonesia, lebih dari 10 ribu berasal dari Yogyakarta dan menjadi salah satu dari 10 provinsi dengan jumlah investor syariah terbanyak di Tanah Air. Adapun Yogyakarta juga menjadi tempat berdirinya Galeri Investasi Syariah pertama di Indonesia, yang terletak di Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.
“Yogya adalah pusat berkumpulnya pelajar dan mahasiswa dari seluruh Indonesia. Kombinasi antara orang muda dan teknologi adalah paduan sempurna dalam meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal,” tutur Jeffrey.