BEI Ungkap Dampak Suku Bunga dan PPN 12% Terhadap Pasar Saham
Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons terkait dampak melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% ke pasar saham Indonesia.
Adapun Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) memutuskan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (18/12). Ini merupakan pemangkasan suku bunga ketiga sejak mulai menurunkan biaya pinjaman pada September 2024.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan memangkas suku bunga pinjaman semalam ke kisaran target 4,25%-4,5%, kembali ke level pada Desember 2022 ketika suku bunga bergerak lebih tinggi. Pemangkasan suku bunga ini tak disepakati oleh seluruh pejabat The Fed.
Namun ini sebagai upaya untuk meredakan tekanan pada ekonomi AS terhadap tingginya suku bunga demi menjaga pasar tenaga kerja.
Merespons hal tersebut, Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia, Verdi Ikhwan mengatakan, tren suku bunga tinggi dapat mengurangi aktivitas transaksi di pasar modal. Namun, dalam jangka menengah hingga panjang, investor cenderung lebih fokus pada faktor yang lebih fundamental.
“Kami berharap bahwa transaksi di saham khususnya itu masih menjadi tempat yang menarik gitu ya buat investor,” kata Verdi dalam edukasi wartawan outlook 2025 secara virtual, Kamis (19/12).
Tak hanya itu, ia menambahkan bahwa meskipun ada tantangan dari sisi suku bunga, prospek pertumbuhan ekonomi dan fundamental perusahaan di Indonesia masih menunjukkan tren positif. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, minat investasi dan transaksi harian di pasar modal tetap berpeluang naik pada 2025.
Adapun mengenai daya tarik pasar modal Indonesia bagi investor asing di tengah persaingan global, Verdi mengatakan pentingnya investor kembali melihat fundamental. Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, Indonesia masih mencatat aliran dana masuk (net buying) dari investor asing, khususnya di emerging market.
Verdi berharap tren positif ini dapat berlanjut hingga 2025. Namun, ia juga mencatat bahwa persaingan global, terutama dari pasar AS, bisa menjadi tantangan. Misalnya, kebijakan di Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump dapat menarik investor kembali ke Amerika.
“Artinya kalau misalnya tingkat suku bunga atau tingkat saham di Amerika menarik bagi investor, kami akan melihat bahwa akan berlangsungnya selama apa gitu, ya,” ucap Verdi.
Menurut Verdi, Trump sebagai bussinesman, kemungkinan besar akan mempertimbangkan dampak kebijakan ekonomi, seperti penguatan dolar yang berlebihan atau suku bunga yang terus tinggi. Hal ini tentu menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh pasar global, termasuk Indonesia.
Namun, secara keseluruhan, Verdi optimistis terhadap pasar modal Indonesia bahwa fundamental yang kuat dan pertumbuhan yang positif akan terus menarik minat investor, terlepas dari tantangan eksternal yang ada.
PPN Naik Jadi 12% Awal 2025
Menanggapi kenaikan PPN menjadi 12% dan dampaknya terhadap transaksi bursa, Verdi mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada informasi resmi mengenai kenaikan tersebut. Namun, apabila jadi naik, ia menyebut perlu dihitung terlebih dahulu sejauh mana dampaknya terhadap aktivitas investor.
Ia mengingatkan bahwa saat PPN naik dari 10% menjadi 11% pada 2022, sempat ada kekhawatiran di pasar. Namun, faktanya, transaksi bursa tidak mengalami penurunan signifikan.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Verdi optimistis bahwa kenaikan PPN ke 12% pun tidak akan mengganggu aktivitas transaksi secara keseluruhan, meskipun harus tetap dipantau perkembangan lebih lanjutnya.
“Tentu kita berharap ini tidak akan berdampak signifikan sehingga menurunkan aktivitas transaksi dan minat investor di BEI,” jelasnya.
