IHSG Longsor 9,69% Sejak Awal Tahun, BEI Kumpulkan Pelaku Pasar Hari ini


Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumpulkan pelaku pasar modal hari ini, Senin (3/3). Pertemuan ini dilakukan untuk membahas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam dua pekan terakhir.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat IHSG telah longsor 4,67% pada rentang 21 Februari hingga 27 Februari 2025 secara week on week. Pada perdagangan Jumat (28/2), IHSG bahkan merosot hingga menyentuh level 6.256 jelang penutupan pasar.
"Kami akan kumpulkan pelaku pasar modal," kata Iman Rachman, Direktur Utama BEI, kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, seperti dikutip Senin (3/3).
Iman menilai pelaku pasar modal berperan sebagai mitra utama BEI untuk meningkatkan kinerja pasar. Terlebih, sebagai Self Regulatory Organization (SRO), BEI bertanggung jawab dalam menerapkan regulasi di industri pasar modal.
Tak hanya itu, ia juga menyebut BEI dan OJK akan terus berdiskusi dengan para pelaku pasar untuk mencari langkah-langkah yang dapat diambil untuk pasar modal Indonesia. Menurutnya, setiap kebijakan yang dibuat harus melibatkan para pelaku agar dapat diterapkan secara efektif.
“Tapi itu tadi, kita tidak diam terhadap penurunan IHSG," tambah Iman.
Di samping itu, IHSG pagi ini terpantau menguat 2,03% ke level 6.398 pada pukul 09.26 WIB. Nilai transaksinya tercatat Rp 2,69 triliun, dengan volume yang diperdagangkan sebesar 3,03 miliar dan frekuensinya 209,85 ribu kali.
Namun apabila melihat tren pergerakannya, IHSG telah terperosok 5,20% dalam seminggu terakhir dan anjlok 8,99% dalam sebulan terakhir. Tak hanya itu secara year to date (ytd) IHSG merosot 9,69%.
Gerak lesu IHSG selama beberapa hari terakhir salah satunya dipicu oleh penurunan rating pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International atau MSCI dari equal weight menjadi underweight.
Dalam pengumuman terbaru yang dirilis sejak 19 Februari itu, MSCI menjelaskan terjadi pergeseran tren return on equity (ROE) Indonesia yang tertekan akibat ekonomi domestik melemah.
Di tengah turunnya rating saham Indonesia tersebut, investor berharap adanya sinyal positif dari peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (24/2). Setelah diluncurkan badan investasi tersebut akan mengelola sekitar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.616 triliun aset dalam pengelolaan (AUM).
Tiga Faktor Penyebab IHSG Babak Belur
Menanggapi tren pelemahan IHSG dalam beberapa hari terakhir, Iman menjelaskan ada tiga faktor utama yang memengaruhi. Ia menyebut faktor itu berkaitan dengan dinamika pasar global, kondisi domestik, dan faktor korporasi.
Iman menjelaskan, salah satu pemicu utama tekanan pada IHSG adalah ketidakpastian ekonomi global, terutama terkait dengan kebijakan pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Iman menjelaskan bahwa kebijakan perang tarif yang kembali digencarkan Trump mendorong investor global, termasuk dari Indonesia, untuk lebih memilih menanamkan modalnya di pasar AS.
Selain itu, sekitar 70% standar investasi global saat ini mengarah ke AS, membuat aliran dana ke pasar Indonesia semakin terbatas. Ditambah lagi, ancaman tarif yang diberlakukan AS terhadap beberapa negara, seperti Meksiko, Kanada, dan Uni Emirat Arab (UEA), semakin memperkuat daya tarik pasar AS bagi investor asing.
Pemerintahan Trump telah menerapkan tarif 25% untuk perdagangan dengan Meksiko dan Kanada. Di samping itu, peluang pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang semakin kecil juga turut menekan pasar. Diperkirakan The Fed hanya akan menurunkan suku bunga sekali dalam tahun ini.
Faktor lain dari sisi global adalah pemangkasan suku bunga oleh Bank of Korea (BoK) serta penurunan indeks keyakinan konsumen di AS, yang semakin memperburuk tekanan terhadap IHSG. Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga turut berperan dalam melemahnya IHSG. Salah satu pemicu utamanya adalah penurunan peringkat pasar modal Indonesia oleh Morgan Stanley, yang berdampak langsung pada arus investasi asing.
Mengingat sekitar 40% saham di Indonesia dimiliki oleh investor asing, keputusan ini semakin memperparah tekanan di pasar. Iman menjelaskan bahwa di tengah pelemahan pasar, sekitar 60% investor di Indonesia adalah domestik, dengan 40% di antaranya merupakan investor ritel. Namun, berbeda dengan kondisi beberapa tahun lalu ketika investor domestik lebih dominan, kini tekanan terhadap pasar domestik justru membuat banyak investor ritel memilih keluar dari pasar saham.
Akibatnya, gairah investasi di dalam negeri semakin menurun. Faktor ketiga yang turut membebani IHSG adalah laporan keuangan emiten yang terdampak perlambatan ekonomi domestik.
Iman menuturkan bahwa meskipun beberapa perusahaan masih mencatatkan kinerja keuangan yang positif, secara keseluruhan terjadi penurunan konsensus akibat koreksi data ekonomi dalam negeri. Penurunan ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap pasar saham tidak hanya datang dari faktor eksternal, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi domestik yang belum sepenuhnya pulih.
"Walaupun ada peningkatan dari beberapa emiten, tetapi secara umum terdapat koreksi pada konsensus ekonomi, dan ini semakin memperparah situasi pasar," ujar Iman.