Wall Street Rontok, Penurunan Nasdaq Terdalam Sejak 2022


Bursa saham Amerika Wall Street anjlok pada perdagangan Senin (10/3), di tengah aksi jual pasar selama tiga minggu terakhir. Kekhawatiran investor semakin meningkat terkait ketidakpastian kebijakan tarif yang berpotensi memicu resesi.
S&P 500 turun 2,7% dan sempat menyentuh level terendah sejak September sebelum akhirnya ditutup di 5.614,56. Indeks saham ini melorot 8,7% dari rekor tertinggi pada 19 Februari.
Nasdaq Composite anjlok 4% atau terburuk sejak September 2022 dan berakhir di level 17.468,32. Indeks saham ini terperosok hampir 14% dari posisi puncak terbaru.
Lalu, Dow Jones Industrial Average melemah 2,08% menjadi 41.911,71.
Kelompok ‘Magnificent Seven’ yang sebelumnya menjadi bintang dalam kenaikan pasar, memimpin penurunan karena investor beralih ke aset yang dianggap lebih aman. Harga saham Tesla anjlok 15% atau terburuk sejak 2020.
Harga saham induk Google, Alphabet dan induk Instagram, Meta turun lebih dari 4%. Nvidia melorot 5% dan Palantir, yang sempat populer di kalangan investor ritel, merosot 10%.
Kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi meningkat dalam sebulan terakhir, dipicu oleh data ekonomi yang melemah akibat ketidakpastian kebijakan tarif. Sentimen pasar semakin tertekan oleh pernyataan terbaru dari Gedung Putih.
Menteri Keuangan Scott Bessent menyampaikan dalam wawancara dengan CNBC Internasional pada Jumat (7/3), bahwa ekonomi mungkin akan mengalami ‘periode detoksifikasi’ seiring dengan pemangkasan belanja pemerintah.
Dalam wawancara di Fox News pada Minggu (9/3), Presiden Amerika Donald Trump menggambarkan kondisi ekonomi saat ini sebagai ‘masa transisi’, ketika ditanya tentang potensi resesi.
“Tugas saya adalah membangun negara yang kuat, bukan hanya memperhatikan pergerakan pasar saham,” kata Trump kepada jurnalis Fox News.
Goldman Sachs baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika, karena kekhawatiran terhadap dampak tarif.
Kepala Strategi Investasi CFRA Research Sam Stovall menyatakan pasar sedang terkoreksi di sektor manufaktur. Menurutnya, kondisi ini terjadi sebagai respons langsung terhadap kebijakan tarif pemerintahan baru.
“Atau setidaknya ancaman tarif dan dampak seperti apa yang akan terjadi pada ekonomi,” kata Stovall dikutip dari CNBC Internasional, Senin waktu setempat (10/3).
Tanda-tanda investor menghindari risiko terlihat jelas di Wall Street. Indeks Volatilitas Cboe, yang mencerminkan tingkat ketakutan para trader, melonjak ke level tertinggi sejak Desember. Sementara itu, harga Bitcoin kembali jatuh di bawah US$ 80 ribu dan imbal hasil Treasury turun.
Pelemahan S&P 500 bisa saja lebih parah, jika bukan karena rotasi investor ke saham-saham defensif dengan pendapatan stabil dan dividen. Beberapa emiten seperti Mondelez dan Johnson & Johnson justru berhasil mengakhiri sesi dengan kenaikan tipis.