PGN (PGAS) Buka Suara Dampak HGBT Diperpanjang terhadap Kinerja Perusahaan


Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN, membeberkan dampak dari perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada 2025.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), Arief Setiawan Handoko, mengatakan kebijakan tersebut bakal mengurangi gross profit margin (GPM) atau margin laba kotor PGAS. Alasannya, tarif HGBT kali ini dipatok di kisaran US$ 6,5 hingga US$ 7 per MMBtu.
“Kami berharap kenaikan itu juga memberi dampak positif buat PGN,” kata Arief dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (12/3).
Arief enggan mengatakan pendapatan PGN sepanjang 2024. Namun apabila menilik kinerja terakhir pada kuartal ketiga 2024, PGAS mencatat laba bersih sebesar US$ 263,38 juta sepanjang Januari-September 2024. Angka laba bersih itu naik 32,69% yoy dari periode yang sama tahun sebelumnya di level US$ 198,49 juta.
Berdasarkan laporan keuangannya, PGN membukukan pendapatan US$ 2,81 miliar atau naik 4,67% dari posisi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 2,69 miliar.
Secara rinci, pendapatan itu berasal dari transaksi dengan pihak berelasi dan pihak ketiga dengan kontribusi masing-masing sebesar US$ 913,97 juta dan US$ 1,9 miliar.
Kemudian sebagian besar pendapatan PGAS ditopang dari niaga gas bumi dan penjualan minyak dan gas bumi kepada pihak ketiga dengan nilai masing-masing US$ 1,38 miliar dan US$ 212,46 juta.
Tak hanya itu, pendapatan niaga gas bumi mayoritas berasal dari pelanggan industri dan komersial dengan nilai mencapai US$ 1,85 miliar. Sedangkan segmen pelanggan rumah tangga dan SPBG masing-masing mencatatkan nilai US$ 17 juta dan US$ 2,33 juta.
HGBT Diperpanjang, Pemerintah Bedakan Tarif untuk Industri dan PLN
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah telah menetapkan besaran tarif untuk kelanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT). Tarif ini dibedakan menjadi dua jenis, yakni untuk PT PLN (Persero) dan industri.
“Untuk PLN, HGBT-nya US$ 7 per mmbtu, untuk bahan baku industri seperti pupuk subsidi itu US$ 6,5 per mmbtu,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI yang dipantau secara daring melalui siaran TV Parlemen pada Senin (3/2).
Tarif HGBT mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Pada 2025, tarif HGBT dipatok sama baik untuk PLN dan industri sebesar US$ 6 per mmbtu.
“Kenapa kami naikkan? karena harga gas dunia sekarang lagi naik dan HGBT itu sebetulnya bagian dari sweetener (pemanis) dari negara,” ujarnya.
Bahlil menyampaikan, pemanis itu maksudnya potongan pendapatan negara yang seharusnya diperoleh dari penyaluran gas dari PLN dan industri tersebut. Pendapatan dialokasikan melalui penerapan kebijakan gas murah atau HGBT. Tujuannya untuk merangsang industri agar dapat terus bertahan, dengan memberikan tarif seharga US$ 6 per mmbtu.
“Saya beri informasi, potensi pendapatan negara yang tidak bisa kita pungut akibat HGBT sejak 2020 sampai 2024 sebesar Rp 87 triliun. Tapi itu terkonversi dengan pajak lain dari hasil hilirisasi. Jadi sebenarnya tidak hilang, cuma dia masuk dalam bentuk pendapatan yang lain,” kata dia.
Bahlil sebelumnya menegaskan pemerintah belum akan memperluas cakupan industri penerima HGBT pada tahun ini. Program ini tetap akan menyasar tujuh industri utama, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
“Sektornya itu-itu saja, enggak diperluas. Tujuh sektor sudah final,” kata Bahlil beberapa waktu lalu.