Menakar Prospek Krakatau Steel (KRAS) di Tengah Fluktuasi Dolar dan Perang Tarif


PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) menjelaskan sejumlah langkah menghadapi fluktuasi dolar. Terlebih lagi dengan adanya Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menerapkan tarif timbal balik 32% terhadap impor dari Indonesia mulai bulan ini.
Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar, mengatakan fluktuasi dolar merupakan hal yang terjadi di pasar global. Ia menilai hal ini merupakan sesuatu yang lumrah bagi pelaku industri baja. Apalagi ia menilai Krakatau Steel telah melewati banyak krisis ekonomi sejak berdiri pada 1970.
“Jujur saja sudah terlatih dengan kebijakan-kebijakan itu, fluktuasi dolar yang kemarin itu sudah biasa pelaku industri baja hadapi,” kata Akbar kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/4).
Akbar menjelaskan sejauh ini kontribusi ekspor baja ke AS untuk Produk Domestik Bruto (PDB) juga tidak lebih dari 18%. Ia menilai Krakatau Steel juga sudah terlatih di setiap tantangan dan selalu melihat peluang dari setiap gejolak politik yang ada.
Lebih jauh, Akbar mengatakan emiten pelat merah itu juga telah memperluas jangkauan pasarnya ke negara-negara lain. Dengan demikian perusahaan tidak sepenuhnya bergantung pada ekspor ke AS.
Menurut Akbar, perusahaan sudah memperluas ke mancanegara, misalnya Afrika, India, hingga Pakistan. “Nah memang ini uncertainty global kan, prinsipnya mari fokus di depan mata,” ucapnya.
Meski begitu, dalam menghadapi tantangan global, Krakatau Steel akan tetap fokus pada kegiatan produksi serta memperkuat kerja sama bilateral dengan berbagai negara. Ia juga mendorong produsen bahan baku baja untuk membangun pabrik di area milik perusahaan.
Menurutnya, terlibatnya KRAS dalam berbagai perjanjian multilateral, bilateral, hingga regional merupakan upaya untuk memperkuat jalur perdagangan dalam skala internasional.
Proyeksi Kinerja Krakatau Steel 2025
Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Krakatau Steel, Tardi, sebelumnya menyampaikan bahwa pada 2025, perusahaan menargetkan kinerja yang lebih baik dibandingkan 2024. Hal ini sejalan dengan mulai beroperasinya secara komersial pabrik Hot Strip Mill #1.
Dengan beroperasinya fasilitas tersebut, biaya operasional yang sebelumnya ditopang oleh piutang diharapkan bisa ditutupi dari pendapatan HSM#1. Selain itu, perusahaan juga menargetkan proses restrukturisasi utang dapat rampung pada 2025, mengingat mayoritas kreditur telah memberikan persetujuan.
Ia berharap beberapa kreditur lainnya akan memberikan persetujuannya pada kuartal pertama 2025 sehingga restrukturisasi utang dapat efektif dan KRAS dapat memperoleh kelonggaran perpanjangan pembayaran utang
“Serta relaksasi bunga yang akan mendorong perbaikan kinerja keuangan Perseroan di tahun 2025,” tulis Tardi dalam laporan hasil pelaksanaan paparan publik dikutip keterbukaan informasi BEI, dikutip Jumat (22/4).
Tardi juga menyampaikan pada 2025, Krakatau Steel berencana mengaktifkan kembali sejumlah fasilitas produksinya. Salah satunya adalah pabrik Hot Strip Mill #1 yang ditargetkan mulai beroperasi kembali secara aktif pada Maret 2025 dan diharapkan dapat memproduksi Hot Rolled Coil dengan optimal.
Selain itu, Tardi juga menyebut keputusan terkait reaktivasi pabrik Iron & Steel Making serta Blast Furnace Complex juga akan ditetapkan tahun ini. Termasuk penunjukan mitra strategis untuk mengelola operasionalnya.
Sejumlah proyek strategis lainnya turut dijalankan oleh Krakatau Steel Group, seperti pembangunan instalasi pengolahan air bersih baru, New Water Treatment Plant Krenceng, oleh PT Krakatau Tirta Industri yang akan menambah kapasitas hingga 600 liter per detik.
Di sisi lain, pengembangan Kawasan Industri Krakatau 3 seluas 420 hektare oleh PT Krakatau Sarana Infrastruktur juga sedang berjalan dan ditargetkan selesai pada tahun 2027.
“Total nilai investasi dari keseluruhan proyek strategis Krakatau Steel Group yang dimulai di tahun 2025 mencapai Rp 3,93 triliun,” ucapnya.