Profil Djoko Susanto, Konglomerat di Balik Gurita Alfamart yang Akuisisi Lawson


Nama Djoko Susanto kembali diperbincangkan di tengah sejumlah aksi korporasi yang dilakukan dua emiten miliknya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) yang dikenal dengan Alfamart dan Alfamidi. Kabar terbaru, ia memindahkan kepemilikan PT Lancar Wiguna Sejahtera yang menjadi pemegang merek dagang Lawson dari Alfamidi menjadi langsung di bawah Alfamart.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, AMRT menggelontorkan dana sebesar Rp 200 miliar untuk mengambil alih kepemilikan saham Lawson dari anak usahanya, Midi Utama Indonesia. Dana tersebut setara dengan 1,48 miliar lembar saham PT Lancar Wiguna Sejahtera yang dibanderol Rp 135 per lembar saham.
Sebelumnya, Lawson yang merupakan gerai makanan dan minuman asal Jepang itu menjadi salah satu anak usaha Midi Utama Indonesia. Lawson mulai masuk pasar Indonesia pada 2011 melalui kerja sama MIDI. Baik AlfaMidi maupun Alfamart merupakan milik Djoko Susanto, sumber pundi-pundi kekayaannya.
Melansir data Forbes Billionaires, nama Djoko Susanto bertengger dalam daftar orang paling kaya di Indonesia. Ia menjadi orang terkaya nomor 14 dengan total kekayaan bersih senilai US$ 3,5 miliar atau setara dengan Ro 57,8 triliun. Dengan jumlah harta tersebut membuat Djoko menjadi orang terkaya ke 1.088 di dunia.
Lantas seperti apa sosok pendiri dua market tenar di Indonesia tersebut?
Profil Djoko Susanto: Bangun Alfamart dan Kuasai Alfamidi
Djoko Susanto memulai kisahnya dengan mendirikan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) bersama keluarganya pada 1989. Pada awal perdagangannya, AMRT adalah perseroan yang bergerak di bidang perdagangan, distribusi rokok serta barang konsumsi lainnya.
Sebelum memasuki industri perdagangan, Djoko mengelola warung makan sederhana milik orang tuanya di pasar tradisional Jakarta pada usia 17 tahun. Setelah itu, ia bermitra dengan taipan rokok kretek Putera Sampoerna dan membuka dagangan serupa. Tak lama, ia mengubah kios tersebut menjadi jaringan supermarket diskon. Inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Alfamart.
Tak lama berselang setelah Sumber Alfaria berdiri, Djoko menjual mayoritas saham perusahaan kepada konglomerasi rokok milik keluarga Sampoerna PT HM Sampoerna Tbk dan kepemilikan saham Djoko menyusut menjadi 20%. Sementara itu Putera Sampoerna memegang 10% saham dan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna sebanyak 70%.
Merujuk prospektus IPO, pada 1994 Djoko dan Putera Sampoerna meleburkan saham yang mereka punya lewat proses inbreng kepada PT. Sigmantara Alfindo lewat keputusan RUPS tertanggal 19 Desember 1994. Sepuluh tahun sejak berdiri Alfamart memasuki ranah minimarket, dan dalam waktu singkat, konsep ini berhasil menarik perhatian publik.
Perusahaan mengalami transformasi besar pada tahun 2002 ketika mengakuisisi 141 gerai Alfa minimart dan merubah namanya menjadi Alfamart. Sementara kegiatan usaha minimarket awalnya dilakukan oleh anak usahanya, PT Alfa Mitramart Utama (AMU) dengan merek dagang Alfa Minimart.
Sebelum diakuisisi, Alfa Minimarket merupakan jaringan bisnis yang dibangun Djoko bersama Putera Sampoerna sejak 1994. Perubahan ini menandai pergeseran fokus Perseroan dari perdagangan dan distribusi menjadi perdagangan eceran dalam format minimarket dan layanan waralaba, yang hingga kini menjadi identitas utamanya.
Adapun di Alfamidi, Djoko menjadi pemegang penuh kendali setelah Alfamart memperkuat bisnis dengan melakukan akuisisi tambahan saham PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) pada 2013. Hingga kini kepemilikan keluarga Djoko Santoso di Alfamidi lewat Alfamart mencapai 70%.
Pada tahun yang sama didirikan pula anak perusahaan Alfamart Retail Asia Pte. Ltd dengan Kepemilikan saham 100%. Kini Alfamart telah memiliki sekitar 20 ribu di Indonesia dengan lebih dari 3.500 gerai entitas anak. Adapun di luar negeri yaitu Filipina juga sudah berdiri sekitar 1.600 toko.
Selain itu perusahaan juga mengelola 3.114 Toko Siap Antar Pesanan Anda atau dikenal SAPA. Adapun Alfamidi hingga akhir 2017 telah memiliki gerai sebanyak 1.444 gerai yang terdiri dari 1.396 gerai Alfamidi, 11 gerai Alfamidi super
Sayap karir Djoko mulai membentang ketika ia menjabat sebagai Direktur PT HM Sampoerna Tbk mulai 1989 hingga 2005. Pada tahun yang sama, ia juga menjadi Presiden Direktur PT Panamas.
Selanjutnya, ia mengisi jabatan Direktur Utama PT Atri Distribusindo pada 1995-2002, lalu menjadi Komisaris Utama PT Atri Distribusindo mulai 2002 serta menjadi Presiden Direktur PT Alfa Retailindo Tbk terhitung tahun 1989 hingga 2004. Ia juga dipercaya menjadi Komisaris PT Sigmantara Alfindo pada 2005 sampai 2007.
Berangkat dari itu, ia menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Alfa Retailindo Tbk sejak 2004 dan Direktur PT Sigmantara Alfindo terhitung sejak 2008 hingga kini.
Menelusuri rekam pendidikannya, Djoko menyelesaikan Sekolah Menengah Pertamanya di PAH CHUNG pada 1965 dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di tempat yang sama pada 1966.
Di bawah Djoko, Alfamart telah memiliki lebih dari 22 ribu toko serba ada di seluruh Indonesia dan 2 ribu toko di Filipina. Sementara pada 2022, perseroan ini membeli saham senilai US$30 juta di Bank Aldin Syariah.