7 Emiten Beraset Jumbo Siap-Siap IPO, Siapa Susul RATU, CBDK dan YUPI?
Bursa Efek Indonesia mencatat hingga saat ini terdapat 20 perusahaan yang antre untuk mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO). Dari jumlah itu sebanyak 7 perusahaan masuk dalam kategori emiten beraset besar, 1 perusahaan kategori menengah dan 2 perusahaan dengan aset kecil.
Merujuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 53/POJK.04/2017 perusahaan jumbo memiliki aset minimal Rp 250 miliar. Sementara tu perusahaan dengan aset skala kecil yaitu di bawah Rp 50 miliar dan saet skala menengah di kisaran Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar.
“Jadi saat ini yang mendominasi adalah perusahaan asset menengah dan besar,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu (25/5).
Menurut Nyoman, BEI terus mendorong perusahaan dengan skala dan potensi pertumbuhan yang tinggi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan jangka panjang. Kehadiran perusahaan tercatat dengan skala besar diharapkan dapat memperkuat struktur dan likuiditas pasar serta menarik lebih banyak minat investor.
Ia mengatakan, saat ini BEI juga telah menyusun kajian mengenai IPO yang melibatkan beberapa stakeholder termasuk pelaku pasar dari grup usaha besar dan perusahaan potensial IPO. BEI juga memiliki unit kerja khusus yang aktif melakukan pendampingan persiapan IPO terhadap perusahaan-perusahaan dengan skala aset besar baik swasta maupun BUMN.
Bursa juga menetapkan target lighthouse IPO yakni IPO dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp 3 triliun dan free float minimal 15%. Sejak awal tahun sudah ada tiga perusahaan besar yang sudah listing di bursa yaitu PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI).
“Kami menetapkan target pada tahun 2025 sebanyak 5 IPO lighthouse,” ujar Nyoman lagi.
Dia mengatakan, dari sisi pengaturan, Bursa juga telah mengkaji penyesuaian peraturan mengenai jumlah minimal free float pada saat IPO maupun setelah tercatat serta menyesuaikan batasan minimum aspek keuangan. Sebagai bagian dari proses perumusan kebijakan dan penyempurnaan regulasi, BEI menurut Nyoman juga secara aktif mendengarkan pandangan dan aspirasi dari para pemangku kepentingan.
“Proses ini dilakukan secara anonim guna menjaga objektivitas serta independensi proses,” ujar Nyoman lagi.
Sehubungan dengan proses kajian yang masih berlangsung, Nyoman mengatakan belum dapat menyampaikan informasi maupun kesimpulan terkait hal tersebut. Setelah proses kajian ini selesai, kami akan menyampaikan hasilnya secara terbuka kepada publik dan para pemangku kepentingan sebagai dasar pengambilan kebijakan lebih lanjut.
“Masukkan yang kami terima tentu sangat beragam mulai dari terkait peraturan, proses, hingga ekosistem pasar modal secara menyeluruh yang mendukung proses IPO di Indonesia,”Ujar Nyoman.
Ia menyatakan komitmen BEI untuk menerima seluruh masukan ini sebagai masukan yang baik untuk kami dapat melakukan perbaikan berkelanjutan. Selain itu BEI akan menyusun kebijakan yang berbasis data dan masukan dari pemangku kepentingan agar dapat menjawab tantangan pasar secara tepat.
