Wall Street Naik Terkerek Lonjakan Sektor Teknologi AS, Saham Boeing Rontok 5%

Nur Hana Putri Nabila
13 Juni 2025, 06:16
Ilustrasi - Pintu masuk Wall Street ke New York Stock Exchange (NYSE) terlihat di New York City, AS. ANTARA/REUTERS/Brendan McDermid/am.
Antara
Ilustrasi - Pintu masuk Wall Street ke New York Stock Exchange (NYSE) terlihat di New York City, AS. ANTARA/REUTERS/Brendan McDermid/am.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indeks bursa Wall Street di Amerika Serikat (AS) naik pada perdagangan saham Kamis (12/6). Kenaikan ini didorong oleh lonjakan sektor teknologi.

Indeks Wall Street naik 0,38% ke posisi 6.045,26, mendekati rekor tertingginya dengan selisih kurang dari 2%. Nasdaq Composite juga terkerek 0,24% ke level 19.662,48, sementara Dow Jones Industrial Average naik 101,85 poin atau 0,24% ke 42.967,62.

Saham Oracle melonjak 13% usai membukukan kinerja kuartal keempat fiskal yang melampaui ekspektasi pasar. Perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba yang positif, serta memperkirakan bisnis cloud dapat melonjak berkat permintaan teknologi kecerdasan buatan (AI). 

CEO Oracle, Safra Catz, mengatakan pendapatan dari infrastruktur cloud diproyeksikan naik lebih dari 70% pada tahun fiskal 2026 atau naik dari pertumbuhan 52% pada kuartal ini.

Kinerja Oracle menjadi katalis utama melesatnya sektor teknologi dan turut mengangkat indeks S&P 500. Namun, tekanan datang dari saham Boeing yang merosot hampir 5% setelah insiden pesawat Dreamliner 787 milik Air India jatuh sesaat setelah lepas landas dengan 242 penumpang di dalamnya.

Sementara sentimen pasar juga didukung data ekonomi AS. Indeks Harga Produsen (IHP) AS naik 0,1% pada Mei, sedikit di bawah ekspektasi analis Dow Jones sebesar 0,2%, tetapi berbalik arah dari penurunan 0,2% pada April. Laporan ini bikin imbal hasil obligasi AS turun, memberikan ruang gerak bagi saham-saham untuk menguat.

Meski begitu, pasar masih dibayangi ketidakpastian kebijakan perdagangan Amerika Serikat, terutama terkait ancaman tarif sepihak dari mantan Presiden Donald Trump. Trump menyatakan kemungkinan bakal memperpanjang batas waktu hingga 8 Juli untuk menyelesaikan pembicaraan dagang dengan sejumlah negara, termasuk Cina. Ia menilai perpanjangan itu mungkin tidak dibutuhkan.

“Kita telah mencapai kesepakatan besar dengan Cina,” ujar Trump. Ia juga menyebut pembahasan serupa tengah berlangsung dengan Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa.

Di tengah dinamika tersebut, AS dan Cina dikabarkan telah menyusun kerangka awal untuk perundingan lanjutan, setelah dua hari diskusi di London. Kesepakatan tersebut mencakup pelonggaran sejumlah pembatasan terhadap ekspor logam tanah jarang dan kebijakan visa mahasiswa asing. Namun, rincian kesepakatan masih samar dan memerlukan persetujuan lebih lanjut dari Presiden Xi Jinping dan Trump.

Strategis Investasi Senior di U.S. Bank Asset Management Group, Tom Hainlin, menilai arah pasar masih sangat dipengaruhi perkembangan isu perdagangan global. Ia bahkan belum melihat satupun perjanjian perdagangan ditandatangani. 

“Pasar tetap bergerak dalam rentang lebar, tapi belum menunjukkan arah, sampai ada kepastian terkait tarif, anggaran, dan arah kebijakan The Fed,” kata Hainlin, dikutip CNBC, Jumat (13/6). 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait

Video Pilihan