Wall Street Melonjak di Tengah Konflik, Pasar Harap The Fed Pangkas Suku Bunga

Nur Hana Putri Nabila
24 Juni 2025, 05:34
Wall Street
Wall Street
Wall Street
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indeks bursa Wall Street di Amerika Serikat (AS) ditutup melonjak pada perdagangan Senin (23/6). Kenaikan itu di tengah ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Juli mendatang. 

Optimisme investor Wall Street setidaknya meredam kekhawatiran investor dari ketegangan geopolitik menyusul eskalasi konflik AS-Iran. Indeks Dow Jones naik 374,96 poin atau 0,89% ke level 42.581,78. Indeks S&P 500 melonjak 57,33 poin atau 0,96% ke posisi 6.025,17, dan Nasdaq menguat 183,57 poin atau 0,94% ke level 19.630,98.

Kenaikan ini didorong oleh reli saham sektor konsumen diskresioner, terutama Tesla yang melonjak 8,2% usai peluncuran layanan robotaxi di Austin, Texas. Saham Fiserv juga naik 4,4% setelah mengumumkan rencana peluncuran platform aset digital, sementara Northern Trust melejit 8% setelah laporan merger potensial dengan Bank of New York Mellon.

Dari 11 sektor utama di S&P 500, hanya sektor energi yang ditutup turun karena tekanan harga minyak. Meski ketegangan militer meningkat, harga minyak turun lantaran Iran tidak menindaklanjuti ancaman untuk menutup Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak global.

Di New York Stock Exchange (NYSE), jumlah saham yang naik melampaui yang turun dengan rasio 2,35 banding 1, disertai 128 rekor tertinggi baru, dan 71 rekor terendah baru. Sementara itu, di Nasdaq, 2.591 saham menguat dan 1.875 saham melemah, menghasilkan rasio 1,38 banding 1 untuk saham yang naik. 

Nasdaq Composite mencatat 91 rekor tertinggi baru dalam 52 minggu dan 113 rekor terendah baru. S&P 500 turut mencatat 12 rekor tertinggi baru dan 4 rekor terendah baru.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 18,60 miliar saham, melampaui rata-rata 20 hari terakhir yang berada di level 18,16 miliar saham. CEO InfraCap, Jay Hatfield,  menilai kenaikan ini agak mengejutkan. 

“Ini adalah periode Juni yang biasanya penuh koreksi, tetapi investor tampaknya enggan menjual,” kata Hatfield, dikutip Reuters, Selasa (24/6). 

Ketidakpastian Geopolitik Mereda

Optimisme pasar saham AS pada awal pekan diperkuat oleh meredanya ketidakpastian geopolitik dan sinyal dovish dari bank sentral. Analis menyebut serangan militer AS justru memberikan kepastian bagi pelaku pasar, sehingga memicu reli saham di tengah periode yang biasanya rawan koreksi pada bulan Juni.

"Pasar bergerak sangat bullish karena serangan AS mengakhiri spekulasi akan aksi militer. Di tengah ketegangan, investor justru enggan menjual," kata Jay Hatfield, CEO InfraCap.

Seiring dengan hal itu, Wakil Ketua The Fed Michelle Bowman menegaskan pentingnya mempertimbangkan penyesuaian suku bunga demi menjaga pasar tenaga kerja. Sementara Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee menilai dampak tarif terhadap perekonomian sejauh ini tidak seburuk perkiraan.

Pasar kini memperkirakan sedikitnya dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin sebelum akhir 2025, dengan pemangkasan pertama kemungkinan dimulai pada September. Namun, Paul Nolte dari Murphy & Sylvest menilai Fed belum tentu bertindak tahun ini. 

“Strategi 'tunggu dan lihat' dari Powell mungkin tepat, tapi pasar tentu lebih menyukai suku bunga rendah,” ujarnya.

Meski ketegangan di Timur Tengah memanas, harga minyak justru turun. Hal ini karena Iran tidak mengambil langkah ekstrem seperti menutup Selat Hormuz, jalur utama ekspor minyak global. “Pasar menilai serangan itu berhasil. Iran tidak membalas seagresif yang dikhawatirkan,” ujar Nolte.

Dari sisi ekonomi, data awal S&P Global PMI menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS sedikit melampaui proyeksi analis. Penjualan rumah baru juga meningkat secara tak terduga meski tekanan suku bunga tinggi masih membayangi.

Investor kini menanti rilis data penting akhir pekan ini, termasuk PDB kuartal I, angka Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), serta kesaksian Ketua The Fed Jerome Powell di Kongres, yang dinilai akan menjadi panduan arah kebijakan moneter dalam waktu dekat.



Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...