Prospek Emiten Aneka Tambang (ANTM) dari Proyek EV Baterai Kongsi dengan CATL
Emiten tambang yang berada di bawah MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) memantapkan langkah diversifikasi usaha di bidang ekosistem baterai. Upaya itu ditandai dengan pembentukan PT Feni Haltim (PT FHT) di Halmahera Timur bekerja sama dengan Hong Kong CBL Limited (HK CBL).
Proyek ini merupakan bagian dari kerja sama Antam dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) dan mitra global seperti CATL. Di Halmahera Kerja sama di bawah payung Feni Haltim itu untuk mengembangkan kawasan industri energi baru yang terdiri atas proyek pertambangan nikel dan smelter pirometalurgi. Adapun kapasitas produksi ditargetkan mencapai 88.000 ton refined nickel alloy per tahun pada 2027.
Di kawasan ini juga ditargetkan akan ada produksi smelter hidrometalurgi menghasilkan 55.000 ton Mixed Hydroxide Precipitate per tahun dimulai pada 2028. Selain itu juga ada pabrik bahan katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM) dengan kapasitas sebesar 30.000 ton per tahun pada 2028.
Kawasan terpadu itu nantinya juga akan menjadi tempat fasilitas daur ulang baterai menghasilkan logam sulfat dan lithium karbonat sebanyak 20.000 ton per tahun yang dimulai pada 2031.
Direktur Utama ANTM Achmad Ardianto menyampaikan proyek ekosistem baterai tidak hanya soal skala investasi. Ia mengatakan proyek ini berkaitan dengan reposisi strategis Indonesia di kancah energi global.
"Kami ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik,” ujar Ardianto seperti dikutip Senin (30/6).
Menurut Ardianto lewat proyek baru ini perusahaan akan membangun infrastruktur dari hulu ke hilir dengan prinsip keberlanjutan. Selain itu perusahaan akan menerapkan efisiensi energi, dan nilai tambah di dalam negeri.
Menurutnya, dukungan dari DPR RI menjadi sinyal penting bagi dunia usaha dan investor bahwa agenda hilirisasi nasional mendapat legitimasi politik yang kuat. Ia mengatakan Antam berkomitmen menjadikan proyek ini sebagai model industri masa depan yang berbasis rendah karbon dan berdampak luas secara sosial ekonomi.
Prospek ANTM
Indo Premier Sekuritas menaikkan perkiraan laba bersih PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) untuk tahun 2025 hingga 2027 sebesar 17% hingga 52% per tahun. Kenaikan ini terutama didorong oleh penjualan emas yang lebih tinggi dari perkiraan, seiring dengan realisasi penjualan sepanjang tahun yang kuat dan harga emas dunia yang terus naik.
Adapun untuk bijih nikel, tetap berhati-hati dengan proyeksi penjualan di 2025. Meski ANTM mendapat kuota produksi 17 juta wmt, proyeksinya diturunkan menjadi 13 juta wmt untuk mencerminkan potensi risiko penurunan produksi.
Selain itu, arus dana dari investor asing juga menunjukkan tren positif, dengan masuknya dana sekitar Rp 3 triliun dalam sebulan terakhir, kemungkinan karena mengikuti tren kenaikan harga emas. Berdasarkan semua faktor tersebut, Indo Premier tetap menyarankan untuk membeli saham ANTM dan menaikkan target harga sahamnya menjadi Rp 3.900 per lembar.
“Yang mencerminkan valuasi 13x rasio harga saham terhadap laba bersih per saham (earnings per share/ EPS) tahun buku 2025,” ucap Indo Premier Sekuritas dalam risetnya seperti dikutip Senin (30/6)
Sementara itu, Head of Research Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi sebelumnya memperkirakan, potensi gangguan dari ramainya isu tambang nikel di Raja Ampat kemungkinan minim ke bisnis Antam. Dari sisi operasional, menurut dia, tidak akan ada dampak signifikan karena kontrak pembelian sudah ada.
"Hanya sebatas terganggu sementara karena sempat ditutup. Tapi potensi terganggunya minim karena Antam sudah dapat izin lengkap," kata dia.
Menurut dia, Antam yang sudah pernah terkena sejumlah isu terkait tambangnya kini semakin berhati-hati terkait regulasi. Pemerintah juga sudah memberikan izin kepada PT GAG Nikel untuk tetap beroperasi.
Ia pun menilai prospek saham Antam pada kuartal paruh kedua tahun ini akan semakin bagus di dukung oleh harga emas yang masih tinggi dan membaiknya harga nikel seiring perang tarif yang mereda.
"Tapi memang harga sekarang sudah tinggi sehingga rawan koreksi dulu ke Rp 3.000, sebelum lanjut naik ke Rp 4.500," ujar dia.
