Wacana Pengambilan Paksa 51% Saham BCA Mengemuka, Ekonom Ungkap Dampaknya

Mela Syaharani
19 Agustus 2025, 06:10
Bank BCA
Fauza Syahputra|Katadata
Bank BCA
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Berhembusnya wacana pengambilalihan paksa 51% saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) oleh negara yang disampaikan beberapa tokoh menjadi sorotan. Wacana ini mendapat perhatian di kalangan investor pasar modal lantaran berkaitan dengan BBCA yang merupakan salah emiten perbankan raksasa. 

Peneliti Departemen Ekonomi Centre For Strategic and International Studies, Riandy Laksono mengatakan hal ini sebaiknya tidak dilakukan. Menurut Riandy wacana ini tak relevan.

Ia mengatakan saat ini sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kompetisi yang sehat. Kompetisi ini tidak hanya untuk pertumbuhan ekonomi tapi juga diyakini untuk kesejahteraan. 

“Kalau semua bank dimiliki pemerintah, kompetisi yang sehat itu tidak akan terjadi,” kata Riandy saat ditemui Katadata di kantornya, Senin (18/8).

Dia mengatakan dengan kinerja Bank BCA dan pelayanan yang menurutnya bagus, hal ini mendorong bank-bank lain untuk berkompetisi. Persaingan ini menguntungkan konsumen dan pemerintah karena penerimaan perpajakan semakin meningkat.

 “Saya paham, mungkin dorongan mengakuisisi ini datangnya supaya penerimaan negara bisa tinggi dengan cepat. Tapi dampaknya lebih ke persaingan usaha,” ucapnya.

Sebelumnya wacana agar pemerintah mengambil alih paksa saham BBCA digaungkan oleh Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro. Ide itu kemudian disambut oleh Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB Ahmad Iman Syukri.

Ahamd menyebut partai di bawah pimpinan Muhaimin Iskandar itu mendukung usulan agar BBCA segera diambil alih. 

Wacana pengambilalihan saham BBCA oleh negara ini berkaitan dengan masa lalu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada saat krisis 1998. Peristiwa itu bergulir hingga adanya pelepasan 51% saham oleh pemerintah yang saat itu dipimpin Megawati Soekarnoputri. 

Menurut Riandy, alih-alih memikirkan pengambilalihan saham BCA, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada penyusunan program yang lebih tepat guna.  Salah satu program yang menurut Riandy harus menjadi perhatian dan bisa dikurangi adalah makan bergizi gratis (MBG).

Dia mempertanyakan apakah MBG seperlu itu untuk dianggarkan hingga Rp 335 triliun tahun depan. Dia juga menyoroti alokasi anggaran pemerintah di sektor lainnya yang menurutnya perlu dirasionalisasi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...