BBCA Siapkan Sederet Aksi Korporasi: Buyback hingga Rp 5 T, Bagi Dividen Interim
Emiten perbankan raksasa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA menyiapkan sejumlah aksi korporasi besar hingga akhir 2025. Perseroan berencana melakukan pembelian kembali saham atau buyback dengan dana hingga Rp 5 triliun, di tengah kondisi pasar saham yang masih berfluktuasi.
EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menjelaskan, periode buyback akan berlangsung mulai 22 Oktober 2025 hingga 19 Januari 2026. Buyback diharapkan bisa menjadi katalis perusahaan.
“Kecuali ada percepatan yang dilakukan perusahaan, seluruh proses buyback tentu akan disesuaikan dengan ketentuan dan regulasi industri,” ujar Hera dalam Public Expose kinerja kuartal ketiga 2025, Senin (20/10).
Perseroan memastikan, jumlah saham yang akan dibeli kembali tidak akan melebihi 20% dari modal disetor, dan saham yang beredar (free float) tidak akan berkurang menjadi kurang dari 7,5% setelah pelaksanaan buyback.
Belum Ada Rencana IPO BCA Digital
Menjawab rumor yang beredar di kalangan investor pasar modal mengenai pencatatan saham perdana anak usaha BBCA, PT Bank Digital BCA atau BCA Digital, Direktur Utama BCA Hendra Lembong menegaskan bahwa perseroan belum memiliki rencana untuk membawa anak usahanya melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Di lain sisi, Hendra menyatakan, target pertumbuhan kredit BBCA masih sama seperti yang direncanakan sebelumnya, tidak sampai dua digit hingga akhir tahun ini
“Guideline kami masih 6–8%. Target pertumbuhan kredit akan tetap di level institusional, kemungkinan besar belum mencapai dua digit,” kata Hendra.
Sinyal Dividen Interim BBCA
Sementara itu, Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim memberikan sinyal bahwa perusahaan berpotensi kembali membagikan dividen interim untuk tahun buku 2025. “Biasanya, pembagian dividen interim dilakukan pada bulan Desember. Dalam beberapa tahun terakhir, kami memang selalu memberikan dividen interim sebelum akhir tahun,” ujar Vera.
Dia menyampaikan, jika berkaca pada tahun buku 2024, dividend payout ratio BCA berada di kisaran 68%, level yang tergolong tinggi untuk industri perbankan. Level ini menjadikan BCA sebagai entitas yang menarik bagi investor yang mengincar dana dari dividen.
Kinerja Keuangan BBCA Hingga September 2025
BCA mencatat laba bersih sebesar Rp 43,4 triliun sepanjang Januari–September 2025. Capaian itu naik 5,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 41,07 triliun.
Kinerja positif BCA ditopang oleh penyaluran kredit yang tumbuh 7,6% year on year (YoY) menjadi Rp 944 triliun per September 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh ekspansi kredit berkualitas serta likuiditas perseroan yang tetap terjaga.
Dari sisi pendanaan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 7% YoY, dengan CASA (current account saving account) menjadi kontributor utama pendanaan inti BCA.
“Terjaganya penyaluran kredit BCA di berbagai segmen dan sektor hingga September 2025 mencerminkan komitmen kami untuk memperluas akses pembiayaan, termasuk kepada pelaku UMKM,” ujar Presiden Direktur BCA Hendra Lembong dalam paparan public virtual, Senin (20/10).
Berdasarkan segmen, kredit korporasi menjadi penyumbang terbesar dengan pertumbuhan 10,4% yoy menjadi Rp 436,9 triliun. Kredit komersial naik 5,7% menjadi Rp 142,9 triliun, sedangkan kredit UMKM tumbuh 7,7% menjadi Rp 129,3 triliun.
Dari sisi konsumsi, kredit konsumer tumbuh 3,3% yoy menjadi Rp 223,6 triliun, didorong oleh kenaikan KPR sebesar 6,4% YoY menjadi Rp 138,8 triliun. Pinjaman konsumer lainnya, seperti kartu kredit, naik 6,9% menjadi Rp 23,5 triliun.
Kualitas pinjaman BCA tetap solid, tercermin dari rasio loan at risk (LAR) yang stabil di 5,5%, serta rasio kredit bermasalah (NPL) terkendali di 2,1%. Pencadangan terhadap NPL dan LAR juga memadai masing-masing di 166,6% dan 69,5%.
Dari sisi pembiayaan berkelanjutan, BCA menyalurkan kredit hijau senilai Rp 241 triliun per September 2025, tumbuh 12,7% yoy dan setara 25,5% dari total portofolio pembiayaan.
Sementara itu, CASA masih menjadi kontributor utama pendanaan dengan porsi 83,8% dari total DPK, tumbuh 9,1% yoy menjadi Rp 999 triliun. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan lonjakan frekuensi transaksi BCA yang naik 78% dalam tiga tahun terakhir.
