Adu Taji WIFI dan DSSA di Internet Nirkabel Usai Lelang 1,4GHz, Intip Prospeknya
Dua emiten pemenang tender frekuensi 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pita lebar atau Broadband Wireless Access (BWA) tahun 2025 yaitu PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) atau Surge dan PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swatatika Sentosa Tbk (DSSA) saling adu strategi, Keduanya baru ditetapkan menjadi pemenang lelang yang diadakan pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi (Komdigi)
Sebelumnya, Komdigi telah menuntaskan lelang spektrum 1,4 GHz. WIFI menang tender di Regional 1 yang mencakup wilayah Jawa, Maluku dan Papua dengan nilai penawaran Rp 403,8 miliar. Sementara DSSA menjadi juara untuk Regional 2 dan 3 dengan nilai masing-masing Rp 300,9 miliar dan Rp 100,9 miliar.
Direktur Utama Surge Yune Marketatmo mengatakan, frekuensi 1,4 GHz yang dimenangkan perusahaan merupakan frekuensi yang istimewa dan menjadi perhatian karena disebut sebagai yang pertama digunakan untuk layanan semacam ini di Indonesia, bahkan menurutnya, pertama di dunia.
“Kami sudah melakukan persiapan matang sejak satu hingga dua tahun terakhir. Semua modul dan infrastruktur pendukung sudah siap pakai begitu izin resmi turun,” ujarnya dalam paparan publik di InterContinental, Selasa (21/10).
Surge berencana mengembangkan layanan 5G Fixed Wireless Access (FWA) di Region 1 dengan membidik pertumbuhan pelanggan mencapai 45 juta pelanggan rumah tangga. Untuk mencapai target tersebut, Surge menggandeng dua perusahaan telekomunikasi lainnya, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Centratama Menara Indonesia Tbk (CENT).
Sementara itu, dengan menangnya anak usaha DSSA di wilayah kedua dan ketiga, yang berada di luar daerah Jawa, perseroan akan memperluas internet broadband ke daerah yang belum mendapatkan akses internet sebelumnya,
Ekspansi Pelanggan hingga Luncurkan Internet 5G FWA Rp 100 Ribu Perbulan
Direktur Surge, Shannedy Ong menyatakan, perseroan bakal mengembangkan layanan 5G Fixed Wireless Access (FWA) di wilayah Regional 1, dengan target menjangkau 45 juta rumah tangga. Untuk mempercepat ekspansi, perusahaan menggandeng dua operator menara besar yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Centratama Menara Indonesia Tbk (CENT).
Shannedy menjelaskan, kerja sama dengan TBIG dan CENT akan memudahkan perseroan mencapai target tersebut. Pasalnya, kedua perusahaan memiliki portofolio gabungan sebanyak 50.000 menara yang siap digunakan. Infrastruktur tersebut akan mempercepat penyebaran layanan FWA tanpa perlu membangun menara baru.
“Portofolio menara yang siap digunakan ini akan mendukung penggelaran layanan FWA di wilayah dengan potensi lebih dari 45 juta rumah tangga,” ujar Shannedy dalam paparan publik, Selasa (21/10).
Selain itu, untuk memperkuat ekosistem end-to-end layanan 5G FWA, Surge telah bekerja sama dengan sejumlah vendor global seperti Nokia, Huawei, Orex SAI, Baicells, Fiberhome serta produsen chipset Qualcomm dan ESR.
Perusahaan menargetkan dapat meluncurkan layanan ini pada Desember 2025 yang dimulai dari daerah Jawa. Layanan tersebut berbentuk paket internet rumah berbasis FWA berkecepatan 100 Mbps seharga Rp 100.000 per bulan bernama Starlite.
Adapun perusahaan memasang target akuisisi 5 juta pelanggan dalam jangka waktu bertahap. Jika target itu tercapai, kata dia, pendapatan berulang akan mencapai sekitar Rp 500 miliar per bulan. Meski begitu, Shannedy menegaskan pertumbuhan pelanggan akan berjalan secara gradual tidak langsung mencapai 5 juta pada hari pertama.
Layanan ini menyasar segmen rumah tangga underserved atau belum terjangkau fixed broadband, terutama di kawasan padat penduduk berpendapatan menengah bawah.
“Model FWA memungkinkan penggelaran internet jauh lebih cepat karena bersifat nirkabel. Dengan harga Rp 100 ribu, masyarakat yang selama ini belum mampu berlangganan broadband bisa menikmati internet di rumah,” kata Shannedy.
Shannedy menuturkan, pasar fixed broadband Indonesia selama lima tahun terakhir hanya tumbuh sekitar 7% per tahun, salah satu yang terendah di Asia Tenggara. Namun, dengan hadirnya layanan affordable broadband dan dukungan jaringan 5G FWA, Surge memperkirakan pertumbuhan bisa melonjak hingga 57% dalam lima tahun ke depan.
“Pertumbuhannya akan sangat eksponensial karena FWA dapat dipasang cepat menggunakan menara yang sudah ada,” kata dia.
Perusahaan menargetkan 5 juta pelanggan FWA hingga 2026. Shannedy pun menyampaikan target homepass yang ditetapkan perseroan hingga akhir tahun sebanyak 2,5 juta homepass, per September 2025 sudah mencakup 1,5 juta homepass.
Surge juga telah menyiapkan lebih dari 30 distributor lokal untuk mempercepat pemasaran produk FWA di berbagai daerah. Dengan strategi ini, perusahaan menyatakan kesiapannya untuk segera memulai komersialisasi usai penetapan resmi sebagai pemenang tender.
Melalui aksi ini, Surge menilai akan meningkatkan margin EBITDA secara berkelanjutan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Selain itu, efisiensi biaya per pelanggan serta potensi arus kas positif yang lebih cepat akan memperkuat fondasi keuangan perusahaan untuk ekspansi nasional selanjutnya.
Surge menilai langkah ini sebagai investasi jangka panjang dengan risiko rendah dan potensi imbal hasil tinggi, sejalan dengan visi perusahaan untuk menjadi penyedia layanan broadband berbasis infrastruktur terpadu di Indonesia.
DSSA Perluas Akses Internet Broadband di Wilayah 2 dan 3
Merujuk keterangan resmi perusahaan, Chief Executive Officer MyRepublic Indonesia Timotius Max Sulaiman mengatakan, melalui pemanfaatan spektrum 1,4 GHz, perusahaan menargetkan perluasan akses internet broadband hingga ke wilayah yang selama ini belum terlayani secara optimal, guna menghadirkan konektivitas yang lebih merata bagi masyarakat di seluruh Indonesia.
“Perolehan pita frekuensi 1,4 GHz ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menghadirkan layanan internet yang lebih luas, cepat, dan andal bagi masyarakat Indonesia,” ujar Timotius dalam keterangan remsinya dikutip Selasa (21/10).
Dia menyatakan, fokus MyRepublic pada Regional 2 dan 3 didasari potensi besar wilayah Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi yang memiliki kebutuhan konektivitas tinggi, namun tingkat penetrasi internetnya masih terbatas.
Dengan memanfaatkan spektrum 1,4 GHz, MyRepublic dapat mempercepat perluasan akses internet tanpa mengorbankan kualitas jaringan. Layanan FWA ini juga akan melengkapi layanan fiber optik (FTTH) yang telah dimiliki MyRepublic, sehingga keduanya dapat saling mendukung untuk memperluas jangkauan sekaligus meningkatkan pengalaman pelanggan di berbagai wilayah.
“Kami percaya bahwa ketersediaan infrastruktur digital yang kuat dan inklusif merupakan fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional di era digital,” ucap Timotius.
Ke depan, MyRepublic akan fokus pada kesiapan teknis, operasional, dan komersial untuk menghadirkan layanan FWA di wilayah yang telah dimenangkan. Melalui kolaborasi dengan berbagai mitra strategis, perusahaan berupaya menciptakan konektivitas yang inklusif dan berkelanjutan, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pemerataan akses digital dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Saat ini, MyRepublic Indonesia telah melayani lebih dari 1,5 juta pelanggan di lebih dari 162 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
