Harga BBCA Lompat, Analis Ungkap Prospek Saham Fundamental: Ke Mana Arah Pasar?
Harga saham bank swasta raksasa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menarik perhatian investor pasar modal karena melompat lebih dari 5% dua hari berturut-turut. Sejumlah analis menilai, kenaikan harga saham BBCA menjadi sinyal investor kembali membidik saham berfundamental kuat.
Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia, harga saham BBCA melonjak 7,62% atau 600 poin ke level 8.475. Tak hanya itu, saham BBCA ramai diperdagangkan hari ini dengan nilai transaksi sebesar Rp 4,40 triliun.
Di tengah kenaikan harga, data Stockbit mencatat terdapat transaksi crossing sebanyak 619,3 ribu lot di harga 8.324 di saham BBCA. Dengan asumsi harga pasar, total transaksi nego tersebut senilai Rp 215,2 miliar.
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi menyatakan, kenaikan harga saham BBCA merupakan hal yang wajar setelah pasar melihat hasil laporan keuangan kuartal ketiga perseroan yang solid.
“Ini jadi sinyal kalau fundamental masih kuat, bahkan di tengah tekanan makro dan likuiditas ketat beberapa bulan terakhir,” kata Wafi kepada Katadata.co.id, Selasa (21/10).
Lebih lanjut, dia menyampaikan, secara momentum, bank-bank jumbo terutama BBCA mulai kembali dilirik oleh investor asing. Sebelumnya investor non domestik ramai melepas saham-saham perbankan besar, tak terkecuali BBCA.
“Jadi bisa dibilang ini kayak tanda awal rotation back to quality, di mana pasar mulai balik ke emiten berfundamental solid,” ujarnya.
Berbicara soal prospek saham BBCA, Wafi sendiri memandang, saham BBCA masih tergolong positif. Hal tersebut didorong oleh potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia dan stabilnya ekonomi domestik. Dengan kedua sentimen tersebut, diharapkan permintaan kredit dapat naik.
Apalagi, lanjut Wafi, BBCA punya eksposur yang kuat ke segmen ritel dan digital banking yang bisa dorong pertumbuhan fee-based income.
Menurut Wafi, secara teknikal, harga saham BBCA masih memiliki ruang untuk terus naik. Namun dalam jangka pendek kemungkinan akan sideways terlebih dahulu. Dia pun menetapkan target harga saham BBCA sebesar Rp 10.000.
Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, kenaikan harga saham BBCA ditopang oleh aksi korporasi yang bakal dilaksanakan perseroan, yakni pembelian saham kembali atau buyback senilai maksimal Rp 5 triliun.
“Kenaikan harga saham BBCA mendapat katalis positif dari aksi buyback,” kata Nafan.
Nafan menyatakan, level resistance BBCA berada di Rp 8.200 dan sudah tercapai dengan baik. Dia kemudian mematok resistance berikutnya di level 8.500.
Sebelumnya, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menjelaskan, periode buyback akan berlangsung mulai 22 Oktober 2025 hingga 19 Januari 2026. Buyback diharapkan bisa menjadi katalis perusahaan.
“Kecuali ada percepatan yang dilakukan perusahaan, seluruh proses buyback tentu akan disesuaikan dengan ketentuan dan regulasi industri,” ujar Hera dalam Public Expose kinerja kuartal ketiga 2025, Senin (20/10).
Perseroan memastikan, jumlah saham yang akan dibeli kembali tidak akan melebihi 20% dari modal disetor, dan saham yang beredar (free float) tidak akan berkurang menjadi kurang dari 7,5% setelah pelaksanaan buyback.
Kinerja BBCA Kuartal Ketiga 2025
BBCA mencatat laba bersih hingga kuartal ketiga tahun ini mencapai Rp 43,4 triliun, naik 5,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 41,07 triliun. Kenaikan laba bersih ini ditopang oleh penyaluran kredit yang tumbuh 7,6% secara tahunan menjadi Rp 944 triliun.
Meski tumbuh, kinerja pertumbuhan laba dan kredit pada kuartal ketiga 2025 ini sebenarnya melambat dibandingkan kuartal II 2025. Pada kuartal II 2025, laba perseroan tumbuh 8% secara tahunan, sedangkan penyaluran kredit tumbuh 12,9% secara tahunan.
“Terjaganya penyaluran kredit BCA di berbagai segmen dan sektor hingga September 2025 mencerminkan komitmen kami untuk memperluas akses pembiayaan, termasuk kepada pelaku UMKM,” ujar Presiden Direktur BCA Hendra Lembong dalam paparan public virtual, Senin (20/10).
Berdasarkan segmen, kredit korporasi masih menjadi penyumbang terbesar dengan pertumbuhan mencapai 10,4% menjadi Rp 436,9 triliun. Kredit komersial naik 5,7% menjadi Rp 142,9 triliun, sedangkan kredit UMKM tumbuh 7,7% menjadi Rp 129,3 triliun.
Dari sisi konsumsi, kredit konsumer tercatat tumbuh 3,3% yoy menjadi Rp 223,6 triliun. Segmen kredit ini didorong oleh kenaikan KPR sebesar 6,4% menjadi Rp 138,8 triliun, sedangkan kredit konsumer lainnya, seperti kartu kredit, naik 6,9% menjadi Rp 23,5 triliun.
Di sisi lain, kualitas pinjaman BCA tetap solid, tercermin dari rasio loan at risk (LAR) yang stabil di 5,5%, serta rasio kredit bermasalah (NPL) terkendali di 2,1%. Pencadangan terhadap NPL dan LAR juga memadai masing-masing di 166,6% dan 69,5%. BCA juga tercatat menyalurkan kredit hijau senilai Rp 241 triliun per September 2025, tumbuh 12,7% yoy dan setara 25,5% dari total portofolio pembiayaan.
BCA juga mencatatkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai 7% secara tahunan. dana murat atau (current account saving account/CASA) tumbuh lebih tinggi mencapai 9,1% sehinga porsinya terhadap DPK mencapai 83,8%.
