Rencana MSCI Ubah Perhitungan Free Float Guncang Pasar, Saham Konglomerat Jatuh
Rencana Morgan Stanley Capital International (MSCI) menggunakan Monthly Holding Composition yang diterbitkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dalam referensi perhitungan free float ternyata mengguncang saham-saham konglomerat.
MSCI mengusulkan data bulanan yang dikeluarkan KSEI tersebut menjadi bahan pertimbangan sebagai referensi tambahan dalam perhitungan free float saham emiten Indonesia. Wacana tersebut membuat saham-saham lapis dua, khususnya yang terafiliasi dengan konglomerat Tanah Air bertumbangan.
Free float merupakan porsi saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat, tidak termasuk saham yang dikuasai oleh pemegang saham pengendali, pemegang saham mayoritas, komisaris, direksi maupun karyawan perusahaan.
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi memandang rencana baru MSCI ini membuat pasar Indonesia bereaksi cepat dengan menghitung risiko mengenai potensi pengurangan bobot saham-saham konglomerat
“Soal MSCI ini lumayan bikin shock market [pasar],” katanya kepada Katadata, Selasa (28/10).
Wafi menjelaskan, bertumbangannya saham-saham terafiliasi konglomerat setelah pengumuman ini muncul disebabkan sebagian kepemilikan saham tersebut dilakukan oleh pihak ketiga atau nominee. Cara ini dilakukan atas nama pihak lain dan sering digunakan investor asing atau lokal besar untuk alasan administratif.
Akibatnya, sistem pencatatan MSCI bisa menganggap porsi kepemilikan saham lokal itu tidak memenuhi kriteria foreign investable (bisa diakses investor asing), sehingga bobotnya dalam indeks bisa dikurangi.
“Paling kerasa ke saham kayak BREN, TPIA, BYAN, DCII, BRPT dan sebagian saham Prajogo,” jelas Wafi.
Menurut Wafi, efek rencana MSCI terhadap pasar saham saat ini memang cenderung negatif. Pasar khawatir akan terjadi outflow atau keluarnya dana asing ketika proses rebalancing indeks dilakukan nanti.
Namun, dalam jangka panjang, kebijakan ini justru berpotensi membawa dampak positif. Langkah tersebut dapat meningkatkan transparansi kepemilikan saham serta mendorong efisiensi pasar modal secara keseluruhan.
“Jadi koreksi sekarang sifatnya lebih ke sentimen jangka pendek, bukan perubahan fundamental,” ujarnya.
BEI Belum Ada Pembicaraan Resmi
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan belum ada pembicaraan resmi ada pembicaraan resmi dengan MSCI terkait wacana penggunaan Monthly Holding Composition Report. Data yang diterbitkan KSE ini diusulkan menjadi referensi tambahan dalam perhitungan free float saham emiten Indonesia.
“Belum. Sama seperti yang sebelumnya juga kami yang proaktif menyampaikan kepada MSCI, kami sangat siap,” kata Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, kepada wartawan di Gedung BEI, Senin (27/10).
Jeffrey Hendrik menyampaikan bahwa BEI telah beberapa kali berdiskusi dengan MSCI. Jika MSCI ingin menambah informasi terkait penggunaan data KSEI, BEI membuka peluang untuk berdiskusi lebih lanjut dan bersikap proaktif untuk berdiskusi dengan MSCI.
Adapun selama ini, emiten di Indonesia hanya diwajibkan melaporkan kepemilikan saham ≥5% kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara itu, data KSEI mencakup kepemilikan di bawah 5% serta memberikan klasifikasi jenis pemegang saham. Hal itu nantinya dapat memberikan gambaran yang lebih detail dan akurat mengenai struktur kepemilikan saham pada suatu emiten.
Mengutip informasi dari Stockbit Sekuritas, MSCI dalam pengumumannya menyampaikan bahwa selain mempertimbangkan penggunaan laporan KSEI sebagai referensi tambahan, lembaga tersebut juga mengusulkan perubahan metodologi dalam penentuan estimasi free float saham Indonesia. MSCI mengusulkan agar estimasi free float ditetapkan berdasarkan nilai terendah antara dua perhitungan berikut:
- Free float yang dihitung menggunakan data kepemilikan yang dilaporkan oleh emiten dalam keterbukaan informasi, laporan, maupun siaran pers, sesuai metodologi MSCI.
- Free float yang diestimasi menggunakan data KSEI, dengan mengklasifikasikan saham script (yang tidak tercatat di data KSEI) serta kepemilikan korporasi (lokal dan asing) dan kategori others (lokal dan asing) sebagai non–free float.
Selain itu, mulai review Mei 2026, MSCI juga akan mengubah cara membulatkan angka free float:
- High float (>25%) dibulatkan ke kelipatan 2,5% terdekat
- Low float (5-25%) dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat
- Very low float (<5%) juga dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat
Sebagai alternatif, MSCI juga mempertimbangkan pendekatan lain, yakni menghitung estimasi free float berdasarkan data KSEI dengan mengklasifikasikan saham script dan kepemilikan korporasi sebagai non–free float. Namun tanpa memasukkan kategori others dalam perhitungan tersebut.
Meski begitu, Stockbit Sekuritas melihat wacana itu belum dipastikan akan diberlakukan karena MSCI masih menunggu tanggapan dari para pelaku pasar. MSCI akan membuka periode konsultasi hingga 31 Desember 2025, dan hasilnya dijadwalkan diumumkan sebelum 30 Januari 2026. Apabila proposal ini disetujui, perubahan metodologi tersebut akan mulai diterapkan pada review indeks Mei 2026 mendatang.
