Mengulik Pundi Harta BRMS dari 5 Anak Usaha, Intip Profil dan Potensi Cuannya
Kinerja PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) kian mengkilap sepanjang tahun berjalan. Emiten tambang emas milik Grup Bakrie ini tengah menadah berkah dari peningkatan produksi emas, terutama dari tambang di Palu serta lonjakan harga emas global sejak awal tahun.
Direktur BRMS Herwin Wahyu Hidayat menjelaskan, kekuatan perseroan bertumpu pada lima anak usaha yang mengelola berbagai jenis tambang di sejumlah pulau Indonesia. Mulai dari emas, perak, tembaga hingga zink.
Di Pulau Sulawesi, BRMS beroperasi melalui PT Citra Palu Minerals yang mengelola tambang di wilayah Poboya. Ada pula PT Gorontalo Minerals yang menambang di area Sungai Mak.
Di Sumatra, terdapat PT Linge Mineral Resources yang fokus pada tambang emas dan PT Dairi Prima Mineral yang menambang zink serta timbal di kawasan Sumatera Utara. Sementara di Pulau Jawa, aktivitas tambang emas dilakukan oleh anak usahanya, PT Suma Heksa Sinergi.
Sepanjang Januari–September 2025, BRMS mencatatkan laba bersih sebesar US$ 37,9 juta atau sekitar Rp 632,75 miliar (dengan kurs Rp 16.692 per dolar Amerika Serikat), melonjak 129% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 15,65 juta. Penjualan juga tumbuh 69% dari US$ 108,47 juta menjadi US$ 183,57 juta.
Kenaikan kinerja keuangan tersebut ditopang oleh dua faktor utama yakni, peningkatan volume produksi emas dan kenaikan harga jual. Produksi emas BRMS meningkat 25%, dari 45.366 ons pada sembilan bulan 2024 menjadi 56.552 ons di periode yang sama tahun ini. Sementara harga jual emas naik 34%, dari US$ 2.347 per ons menjadi US$ 3.156 per ons.
Dalam periode tersebut, BRMS menjual total 1.759 kilogram emas, lebih tinggi dibandingkan 1.411 kilogram pada tahun sebelumnya. Dari penjualan itu, perseroan membukukan pendapatan US$ 178,5 juta dari emas dan US$ 5,07 juta dari perak.
Lantas bagaimana fokus dan kinerja bisnis masing-masing anak usaha BRMS?
Profil Bisnis 5 Anak Usaha BRMS
PT Citra Palu Minerals Jadi Tulang Punggung BRMS Saat ini
PT Citra Palu Minerals (CPM) menjadi tulang punggung bisnis usaha BRMS. Perusahaan ini menjadi kontributor utama produksi emas BRMS sampai saat ini. BRMS tercatat memiliki 96,97% saham di CPM, yang memegang Kontrak Karya (KK) atas konsesi pertambangan seluas 85.180 hektare di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Saat ini, CPM tengah menjalankan proyek pushback di area penambangan terbuka River Reef, Poboya, Palu yang dimulai pada kuartal kedua 2025 dan ditargetkan selesai pada kuartal keempat tahun ini.
Wilayah kontrak CPM mencakup lima blok terpisah, dengan prospek emas Poboya yang disebut akan meningkatkan pundi-pundi keuangan BRMS ke depan. Adapun masa produksi emas di Palu bertahan hingga 2050.
Di CPM, perusahaan memiliki pabrik Carbon in Leach (CIL) pertama dengan kapasitas 500 ton per hari di Blok I Poboya telah beroperasi sejak kuartal pertama 2020. CPM kemudian menuntaskan pembangunan pabrik CIL kedua berkapasitas 4.000 ton per hari pada kuartal keempat 2022. Dengan demikian, total kapasitas produksi bijih emas di CPM saat ini mencapai 4.500 ton per hari.
Perusahaan juga tengah merampungkan pembangunan pabrik emas ketiga (Heap Leach) yang ditargetkan selesai pada akhir 2025. Untuk mendukung kegiatan operasional, CPM menunjuk Macmahon, perusahaan tambang asal Australia yang terdaftar di Bursa Efek Australia (ASX) dan berpengalaman dalam tambang permukaan maupun bawah tanah di berbagai negara.
BRMS saat ini juga sedang meningkatkan kapasitas pabrik CIL pertama di Poboya, dari 500 ton menjadi 2.000 ton bijih per hari. Perseroan menargetkan proyek ini rampung pada semester kedua 2026. Jika proyek ini selesai, dua pabrik CIL milik BRMS akan memiliki total kapasitas pengolahan sekitar 6.000 ton bijih per hari pada akhir 2026 atau awal 2027.
PT Gorontalo Minerals
Anak usaha BRMS lainnya yang memproduksi emas untuk perseroan adalah PT Gorontalo Minerals (GM). GM merupakan perusahaan kongsi antara BRMS dengan emiten tambang emas pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Adapun BRMS memiliki saham mayoritas di GM dengan menggenggam 80% saham GM, sementara sisanya 20% saham dimiliki oleh Antam.
Menilik profil perusahaan, GM memegang Kontrak Karya atas konsesi pertambangan seluas 24.995 hektare yang berlokasi di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Sulawesi. Saat ini, GM fokus melakukan kegiatan eksplorasi emas di area Sungai Mak dan Cabang Kiri.
Hasil eksplorasi tersebut menghasilkan estimasi sumber daya JORC sebesar 392 juta ton dengan kandungan 0,49% tembaga dan 0,43 gram per ton (g/t) emas. Estimasi ini berasal dari empat lokasi potensial, yaitu Sungai Mak, Cabang Kiri, Kayu Bulan dan Motomboto.
Adapun izin konstruksi dan produksi GM telah disetujui sejak Februari 2019 dengan masa konstruksi tiga tahun dan masa produksi 30 tahun yang berlaku hingga 2052.
PT Linge Mineral Resources
Linge Mineral Resources memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas konsesi seluas 36.420 hektare yang berlokasi di Linge, Aceh. BRMS memiliki sebanyak 60,99% dari total saham Linge Mineral Resources.
Proyek ini telah melalui berbagai tahapan pengembangan, mulai dari kegiatan pengeboran, survei elektromagnetik, uji metalurgi, pekerjaan desain tambang hingga studi kelayakan yang telah mendapatkan persetujuan.
Anak usaha BRMS ini juga mengelola tambang emas yang diperkirakan akan menghasilkan bijih emas seberat 1,58 gram per ton.
PT Dairi Prima Mineral
Anak usaha BRMS selanjutnya adalah PT Dairi Prima Mineral (DPM). Perusahaan melakukan eksplorasi mineral di area seluas 27.420 hektare yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
BRMS memiliki 49% saham DPM, sedangkan 51% saham lainnya dimiliki oleh NFC Metal Resources Co. Ltd, perusahaan berbasis di Hong Kong.
DPM mengelola endapan zink (seng) bermutu tinggi di kawasan Sopokomil, Sumatera Utara. Area ini pertama kali dibor pada tahun 1997 dan dikenal dengan nama Anjing Hitam.
Studi pra-kelayakan yang dilakukan pada 2002 menunjukkan potensi sumber daya sebesar 6,3 juta ton (MT) dengan kandungan 16% seng sulfida dan 9,9% galena (timbal sulfida). Hasil tersebut mendorong dilakukannya studi kelayakan definitif (DFS) yang dimulai pada September 2003 untuk mengoptimalkan potensi cadangan tambang di wilayah tersebut.
PT Suma Heksa Sinergi
Sementara itu, PT Suma Heksa Sinergi mengelola Proyek Kerta di Lebak, Banten, dengan IUP seluas 7.291 hektare. Izin produksi proyek ini disetujui pada November 2019 dan berlaku selama 20 tahun hingga 2039. Studi kelayakan proyek disetujui pada Juni 2019, diikuti oleh persetujuan izin lingkungan pada Mei 2019.
Sumber daya dan cadangan mineral di area ini telah sesuai dengan standar Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) sejak 2016. Saat ini, proyek Kerta tengah melakukan studi teknis lanjutan, mencakup aspek metalurgi, geoteknik, hidrologi, hidrogeologi, serta pengeboran infill untuk meningkatkan kualitas sumber daya dan cadangan di area prospek Cisadang Tengah.
Di sini, BRMS memiliki saham sebanyak 80%, dengan asumsi bijih emas yang diperoleh perseroan sebanyak 1,07 gram per ton emas per hari.
