Wall Street Turun Tertekan Aksi Jual Saham Teknologi dan Shutdown Pemerintah AS
Bursa saham Wall Street di Amerika Serikat ditutup turun pada perdagangan Kamis (6/11) waktu setempat, tertekan aksi jual saham-saham teknologi. Investor menghadapi meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran atas valuasi saham yang dinilai sudah terlalu tinggi.
Ketiga indeks utama di Wall Street kompak melemah. Rata-rata Industri Dow Jones turun 397,35 poin atau 0,84% menjadi 46.913,65. Indeks S&P 500 terkoreksi 75,91 poin atau 1,12% ke posisi 6.720,38.
Sedangkan Nasdaq Composite merosot 445,80 poin atau 1,90% ke level 23.053,99. Dari 11 sektor utama di S&P 500, sektor konsumen diskresioner menjadi penekan terbesar dengan pelemahan 2,5%.
“Valuasi masih menjadi perhatian utama dalam jangka panjang, tapi pasar tetap berada dalam tren bullish. Awal pekan ini kita turun 1%–1,5%, dan keesokan harinya justru naik lagi 80 basis poin,” ujar Senior Wealth Advisor & Market Strategist di Murphy & Sylvest, Illinois Paul Nolte dikutip dari Reuters (7/11).
Saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI) yang selama ini menjadi pendorong reli pasar dalam beberapa bulan terakhir justru memimpin pelemahan. Kondisi ini mengingatkan, reli Wall Street sangat bergantung pada performa saham teknologi.
Sementara itu, pasar juga menghadapi tekanan dari berlanjutnya penutupan sebagian layanan pemerintah AS. Kondisi ini menghambat ketersediaan data ekonomi resmi, sementara Federal Reserve (The Fed) yang mengandalkan data masih menilai kebutuhan untuk memangkas suku bunga jangka pendek.
Sebagai gantinya, data dari sektor swasta menjadi acuan pasar. Firma penempatan eksekutif Challenger, Gray & Christmas melaporkan lonjakan PHK sebesar 183,1% pada Oktober, menjadi yang terburuk dalam lebih dari dua dekade. Pemangkasan biaya dan efisiensi berbasis AI menjadi alasan utama perusahaan-perusahaan melakukan PHK.
Sementara itu, data dari Revelio Labs menunjukkan ekonomi AS kehilangan sekitar 9.100 pekerjaan bulan lalu, dengan sektor pemerintah menyumbang sebagian besar penurunan.
“Data PHK dari Challenger cukup mengecewakan dan memperkuat dugaan bahwa pasar tenaga kerja melemah lebih cepat dari yang disadari The Fed,” kata Michael Green, Kepala Strategi di Simplify Asset Management, Philadelphia.
Pada hari yang sama, Mahkamah Agung AS mulai mendengarkan argumen hukum terkait tarif impor yang diberlakukan oleh mantan Presiden Donald Trump yang sempat mengguncang pasar global.
Musim laporan keuangan kuartal ketiga hampir berakhir, dengan 424 perusahaan di S&P 500 telah merilis hasil kinerjanya. Sekitar 83% perusahaan melaporkan laba di atas ekspektasi, menurut data LSEG.
Secara agregat, analis memperkirakan pertumbuhan laba tahunan S&P 500 mencapai 16,8% pada kuartal III 2025, naik signifikan dari proyeksi awal 8%.
Di Bursa Efek New York (NYSE), jumlah saham yang turun melebihi yang naik dengan rasio 1,97:1. Sebanyak 141 saham mencatat harga tertinggi baru dan 206 saham mencatat terendah baru.
Di Nasdaq, 1.264 saham naik dan 3.404 saham turun, dengan rasio 2,69:1. Indeks S&P 500 mencatat 18 titik tertinggi baru dan 22 titik terendah baru dalam 52 minggu terakhir. Sementara Nasdaq Composite mencatat 78 titik tertinggi baru dan 260 titik terendah baru.
Volume perdagangan di bursa AS mencapai 20,77 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 20,99 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari terakhir.
