GOTO Buka Suara soal Agenda RUPSLB: Klarifikasi Rumor Ganti CEO hingga Merger
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) buka suara terkait rencana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 17 Desember 2025. Aksi korporasi ini dikabarkan bertujuan untuk menggulingkan CEO GOTO Patrick Walujo guna mempercepat proses akuisisi oleh Grab.
Direktur GOTO R. A. Koesoemohadiani menjelaskan, agenda RUPSLB tidak berkaitan dengan isu penggabungan usaha GoTo dan Grab.
“Rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tidak terkait dengan rencana tindakan korporasi apapun,” kata Koesoemohadiani dalam keterangannya, dikutip Rabu (12/11).
Ia menjelaskan, penyelenggaraan RUPSLB merupakan bagian dari praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tidak perlu menimbulkan kekhawatiran. Dia mengatakan, rincian agenda rapat baru akan diumumkan pada 25 November 2025, setelah melalui proses penelaahan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan komite-komite terkait perseroan.
Koesoemohadiani juga membantah kabar penempatan escrow fund sebesar US$ 300 juta di Singapura terkait antara GOTO dan Grab, serta spekulasi pembelian kembali (buyout) saham GoTo yang dimiliki Telkomsel. Ia menegaskan perusahaan tetap berkomitmen menyampaikan informasi secara transparan dan akurat kepada publik.
Bloomberg seelumnya melaporkan, RUPSLB tersebut disusun atas permintaan sejumlah pemegang saham besar GOTO seperti SoftBank, Provident dan Peak XV yang ingin menggulingkan Patrick Walujo.
Kelompok pemegang saham tersebut, termasuk beberapa pendiri GOTO, ingin agar dalam RUPSLB nanti dilakukan pemungutan suara, yang salah satunya terkait pergantian CEO Patrick Walujo. Mereka menilai, selama masa kepemimpinan Patrick, harga saham GOTO turun lebih dari 40%. Patrick juga dianggap menentang akuisisi GOTO oleh Grab.
Keputusan untuk menggantikan Patrick Walujo, yang baru menjabat sejak 2023, muncul di tengah meningkatnya spekulasi bahwa GOTO dan Grab akan segera melanjutkan negosiasi akuisisi. Spekulasi semakin kuat setelah pemerintah mengonfirmasi bahwa tengah berdialog dengan kedua perusahaan tersebut soal peluang kesepakatan merger.
Danantara juga disebut akan ikut terlibat dalam rencana merger GoTo dan Grab, dengan mempertimbangkan kepemilikan minoritas di perusahaan gabungan. Terlibatnya Danantara dinilai dapat meredakan kekhawatiran soal kepentingan nasional dan regulasi.
Patrick Walujo dan perwakilan dari SoftBank, Peak XV, dan Grab menolak memberikan komentar kepada Bloomberg. Provident juga tidak segera menanggapi permintaan komentar. Belum jelas apakah para pemegang saham GoTo akan mendapat dukungan cukup untuk mengganti Patrick Walujo. Apabila Grab dan GoTo ingin melanjutkan pembicaraan merger, keduanya masih harus menyelesaikan banyak isu penting.
Sejauh ini, merger belum terjadi karena dikhawatirkan akan memicu masalah antitrust, yakni penggabungan dua pemain ride-hailing terbesar bisa menciptakan dominasi pasar. Di Indonesia, ada juga kekhawatiran soal kenaikan tarif layanan, potensi PHK besar, serta risiko kehilangan perusahaan teknologi nasional ke tangan investor asing.
Grab, yang didukung oleh Uber, sebelumnya mempertimbangkan valuasi lebih dari US$ 7 miliar untuk GoTo, dengan salah satu opsi membeli seluruh saham sekitar 100 rupiah per saham. Namun, harga saham GoTo sejak itu merosot.
Meski Grab dan GoTo sama-sama masih tumbuh, keuntungan mereka dinilai masih tipis, dan pertumbuhan sudah jauh melambat dibanding beberapa tahun lalu ketika keduanya agresif memperluas pasar.
Demi mengejar profit, GoTo sudah menjual Tokopedia ke TikTok senilai US$ 1,5 miliar, mundur dari Vietnam, dan Fokus pada Indonesia dan Singapura sambil memperluas bisnis pinjaman konsumen. Adapun merger dengan Grab berpotensi membantu menekan biaya dan perang harga. Akan tetapi memicu kekhawatiran tentang nasib talenta lokal dan kemungkinan kenaikan tarif bagi konsumen, terutama di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi.
Sementara itu, pasar ride-hailing di Indonesia dan Singapura saat ini masih didominasi oleh Grab dan GoTo, dengan pemain yang lebih kecil belum mampu menyaingi keduanya secara signifikan.
Analis Bloomberg Intelligence Nathan Naidu mengatakan, rencana merger ini akan mengukuhkan pangsa pasar mereka sebesar 80-90% di sektor layanan on-demand. Merger skala tersebut biasanya menghadapi hambatan antimonopoli, tetapi dukungan negara secara efektif membuka jalan.
“Kesepakatan ini dapat meredakan tekanan finansial akibat persaingan berbasis insentif, meskipun operasi yang tumpang tindih meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja,” kata Nathan.
