UNTR Berencana Multisourcing Emas ke ANTM dan HRTA Imbas Aturan Bea Ekspor 15%
Emiten kontraktor pertambangan, PT United Tractors Tbk (UNTR) berencana melakukan multisourcing dengan menggandeng pembeli emas domestik seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA). Langkah ini diambil usai Kementerian Keuangan merampungkan aturan mengenai bea keluar ekspor emas, yang akan mulai berlaku pada 2026 dengan tarif antara 7,5% hingga 15%.
“Terkait wacana implementasi bea ekspor emas oleh pemerintah, manajemen UNTR berencana melakukan multisourcing kepada pembeli domestik, seperti Aneka Tambang (ANTM) dan Hartadinata Abadi (HRTA),” kata Manajemen United Tractors dikutip dari Stockbit Snips, Rabu (18/11).
Manajemen anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) itu menyampaikan mayoritas pendapatan segmen emas perseroan saat ini masih bergantung pada ekspor. Kendati demikian, perseroan belum dapat merinci seberapa besar porsi penjualan yang nantinya bisa dialihkan ke pasar domestik.
Sebelumnya Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, mengatakan kebijakan ini disiapkan untuk menjaga ketersediaan pasokan emas di dalam negeri, seiring meningkatnya permintaan dan kenaikan harga.
“Harga emas saat ini diketahui naik cukup tinggi. Terakhir di kuartal I 2025, harga emas sudah mencapai di atas US$ 4.000 per troy ounce (setara Rp 66,84 juta),” kata Febrio dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Senin (17/11).
Kemenkeu ingin memastikan pasokan emas di dalam negeri tersedia sebanyak-banyaknya. Selain itu, pemerintah juga mendorong pengembangan hilirisasi, termasuk pembangunan smelter.
Empat Jenis Emas Kena Tarif Ekspor
Dalam PMK tersebut, Kemenkeu menetapkan bahwa empat jenis emas akan dikenakan tarif bea keluar. Keempatnya meliputi emas dore, granules, cast bars, dan minted bars, sesuai usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai kementerian teknis. Tarif bea keluar akan berkisar 7,5% hingga 15%, dengan dua prinsip utama.
Pertama, tarif produk hulu lebih tinggi daripada produk hilir untuk mendorong penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi. Kedua, tarif progresif, yakni tarif lebih tinggi saat harga emas sedang tinggi.
“Ini sudah melalui tahap harmonisasi dan akan segera kita undangkan, untuk kemudian kita pastikan nanti di 2026 memberikan sumbangan bagi pendapatan negara,” ujar Febrio.
Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri
Pengamat ekonomi dan komoditas Ibrahim Assuaibi menilai tarif bea keluar 7,5%–15% dapat menjaga ketersediaan emas di pasar domestik. Tarif ini akan berlaku untuk emas dore, granules, cast bars, dan minted bars.
“Kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi. Kalau dibiarkan, perusahaan tambang akan mengekspor terus, dan ini membahayakan dari sisi pasokan domestik,” kata Ibrahim.
Ibrahim menyoroti risiko kenaikan harga emas di Indonesia ketika permintaan tinggi tetapi pasokan terbatas. Kondisi ini berbeda dengan pasar global, di mana harga emas tidak selalu meroket.
“Di luar negeri harganya turun, tapi di Indonesia naik. Itu karena faktor supply dan demand. Ditambah lagi, rupiah terus melemah,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa pasokan emas domestik pernah sangat ketat.
PT Freeport Indonesia baru akan kembali memulai produksi pada April 2026. Sementara itu, pada Oktober 2015, harga emas naik tetapi ketersediaannya di dalam negeri sangat minim.
“Kita sampai kehabisan produk. Gerai Antam dan Pegadaian nggak ada logam mulia sama sekali. Di sisi lain, perusahaan tambang justru mengekspor emas ke luar negeri,” kata Ibrahim.
Oleh karena itu, ia mendukung penerapan bea keluar emas. Menurutnya, tarif ini dapat menekan ekspor sehingga pasokan emas lebih banyak tersedia di pasar domestik.
