Prospek Cerah Saham Emiten Ritel AMRT, MIDI, DNET dan BELI Jelang Libur Nataru
Momen libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) diperkirakan akan menjadi angin segar bagi emiten ritel. Aktivitas masyarakat yang meningkat pada periode tersebut membuat kebutuhan belanja ikut naik.
Tim riset Kiwoom Sekuritas menilai musim belanja Nataru akan menjadi penopang kinerja emiten-emiten ritel dalam negeri. Sentimen ini juga diperkirakan mampu mengerek IHSG ke kisaran 8.600–8.700 sebagai level tertinggi pada penutupan 2025.
Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, mengatakan periode Nataru merupakan momentum yang tepat bagi emiten ritel untuk meraih kinerja positif. Emiten seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) dinilai berpeluang mendapatkan manfaat terbesar.
Menurut Wafi, emiten sektor ritel saat Nataru biasanya akan menguat karena konsumsi naik, kunjungan ke toko meningkat, dan permintaan produk FMCG cenderung naik.
Secara keseluruhan, Wafi menilai, sektor ritel dinilai lebih prospektif pada kuartal keempat hingga kuartal pertama dibanding periode lainnya.
“AMRT dan BELI menjadi emiten paling defensif, sementara MIDI berpotensi mendapatkan momentum jangka pendek,” kata Wafi kepada Katadata, Rabu (19/11).
Lantas bagaimana prospek dan kinerja saham-saham ritel menjelang libur Nataru? Berikut penjelasannya.
Penjualan AMRT dan MIDI Diperkirakan Melonjak
Menurut analisa Wafi, konsumsi masyarakat saat momen Nataru cenderung meningkat, tercermin pada kategori minuman, camilan, kebutuhan perjalanan serta penjualan parcel.
Dua emiten penjual barang harian seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) akan menadah keuntungan lebih banyak pada periode akhir Desember hingga Januari tersebut. Pendapatan dua emiten Alfa Grup tersebut diperkirakan akan melonjak.
“Pada AMRT dan MIDI, kondisi ini kerap terlihat dari pertumbuhan penjualan same-store sales growth (SSSG) yang lebih tinggi pada Desember hingga Januari,” ujarnya.
Bila menilik kinerja keuangannya, AMRT mencatatkan laba bersih sebesar Rp 2,31 triliun hingga periode September 2025. Jumlah tersebut turun tipis 3,34% dibandingkan dengan laba bersih perseroan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,39 triliun.
Padahal, AMRT membukukan pendapatan yang meningkat menjadi Rp 94,47 triliun dari Rp 88,21 triliun secara tahunan atau year on year (yoy). Seiring naiknya pendapatan perseroan, beban pokok ikut meningkat menjadi Rp 74,17 triliun dari Rp 69,34 triliun secara yoy.
Tak hanya itu, beban penjualan dan distribusi tercatat juga menebal menjadi Rp 16,55 triliun dari Rp 15,04 triliun.
Sementara itu, dalam catatan laporan keuangan MIDI, perseroan membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 26,53% menjadi Rp 590,72 miliar dari Rp 466,84 miliar secara yoy.
Naiknya laba bersih perseroan salah satunya disebabkan oleh tumbuhnya pendapatan MIDI dari Rp 14,68 triliun menjadi Rp 15,27 triliun sepanjang periode Januari - September tahun ini. Adapun beban pokok pendapatan meningkat menjadi Rp 11,32 triliun dari Rp 10,77 triliun secara yoy.
Belanja Online Dorong Kinerja BELI dan DNET
Di samping itu, Wafi mencermati pola berbelajaan masyarakat yang sudah beralih ke digital, sehingga turut mengerek penjualan emiten ritel berbasis e-commerce seperti PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) dan PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET).
Sederet diskon dan promo yang rajin diberikan para perusahaan di akhir tahun turut menjadi daya tarik untuk mendorong minat belanja masyarakat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
“Katalis utama berasal dari meningkatnya trafik online selama musim liburan, program promo Nataru, serta kenaikan volume transaksi,” kata Wafi.
Merujuk laporan kinerja keuangannya, BELI masih membukukan rugi sebesar Rp 1,84 triliun hingga kuartal ketiga 2025. Rugi perseroan tercatat turun tipis 1,6% dari Rp 1.87 triliun secara yoy.
Dalam pos pendapatan, BELI membukukan pendapatan neto yang meningkat menjadi Rp 15,23 triliun dari Rp 12,13 triliun secara tahunan. Sejalan dengan naiknya pendapatan perseroan, beban pokok pendapatan ikut meningkat menjadi Rp 12,56 triliun dari Rp 9,79 triliun secara yoy.
Adapun dalam catatan laporan keuangan DNET, perseroan membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 12,56% menjadi Rp 838,66 miliar dari Rp 745,07 miliar secara yoy.
Naiknya laba bersih perseroan salah satunya disebabkan oleh tumbuhnya pendapatan dari kontrak dengan pelanggan DNET, dari Rp 1,22 triliun menjadi Rp 1,05 triliun sepanjang periode Januari - September tahun ini. Adapun beban penjualan ikut meningkat menjadi Rp 841,84 miliar dari Rp 712,81 miliar secara yoy.
