Menilik Aksi Emiten PANI, CSIS, dan INET Tunda Right Issue Jumbo, Apa Dampaknya?

Nur Hana Putri Nabila
27 November 2025, 05:55
right issue
Freepik.com
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah emiten tengah menahan laju aksi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue bernilai besar menjelang akhir tahun. Penundaan ini menimbulkan perhatian pasar, mengingat beberapa aksi tersebut sebelumnya digadang-gadang menjadi salah satu katalis penting bagi kebutuhan pendanaan dan ekspansi bisnis korporasi. 

Salah satu yang menarik perhatian adalah keputusan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), emiten kongsi Sugianto Kusuma (Aguan) dan Grup Salim, untuk menunda rights issue jumbo senilai Rp16,7 triliun. Dua emiten lainnya, yakni PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) dan PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET), mengambil langkah serupa. 

BRI Danareksa Sekuritas menilai penundaan ini tidak terkait kondisi fundamental, melainkan murni menunggu terbitnya Surat Pernyataan Efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan kata lain, seluruh aksi korporasi tersebut masih berada dalam jalur proses administratif. Meski demikian, struktur rasio, kebutuhan pendanaan, serta profil emiten menyebabkan dampak penundaan berbeda-beda terhadap persepsi investor.

PANI dinilai relatif aman karena rasio penerbitannya sangat kecil, membuat risiko dilusi rendah. Sementara itu, CSIS dan INET menghadapi dinamika yang lebih kompleks. CSIS masih perlu mengantisipasi penyesuaian harga ketika aksi mulai berjalan, sedangkan INET menghadapi risiko paling tinggi akibat rasio jumbo, sifat dilusi yang besar, dan ketidakpastian tambahan karena suspensi perdagangan. 

Dampak Penundaan Right Issue PANI

Right issue PANI senilai Rp 16,7 triliun, namun rasio penerbitannya kecil, yaitu sekitar 119.169 saham lama memperoleh hak atas 7.864 saham baru. Struktur rasio yang kecil membuat risiko dilusi menjadi rendah dan pengendali PANI juga menyatakan siap menyerap seluruh porsi right issue.

BRI Danareksa Sekuritas menyebut penundaan tidak mengubah rencana strategis perseroan, termasuk konsolidasi penuh PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) yang diproyeksikan akan memperkuat kinerja PANI pada 2026.

Dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) manajemen PANI menyebut penundaan murni karena persoalan perizinan. Perusahaan menyatakan akan mengumumkan kembali jadwal pelaksanaan right issue apabila sudah dapat lampu hijau dari otoritas. 

“Kejadian ini tidak menimbulkan dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan maupun kelangsungan usaha perseroan,” tulis manajemen PANI. 

CSIS Tunggu Izin OJK

Penjelasan sama juga disampaikan oleh manajemen CSIS. Manajemen menyebutkan penundaan right issue lantaran belum mendapat izin dari OJK.  Semula disebutkan right issue CSIS sebesar Rp 198 miliar digelar dengan rasio 10 saham lama bagi 4 saham baru, disertai bonus waran Seri I. 

BRI Danareksa menyebut penundaan membuat jadwal penerbitan itu mundur, namun tidak mengubah rencana ekspansi perseroan, termasuk pembangunan kawasan industri dan penguatan landbank.

“Harga pelaksanaan di bawah harga pasar sehingga potensi adjustment tetap ada saat rights issue berjalan,” tulis riset BRI Sekuritas.

Efek Penundaan Right Issue INET

Kemudian BRI Danareksa juga mengatakan right issue jumbo INET bersifat sangat dilutif dengan rasio 3 saham lama untuk 4 saham baru, melibatkan penerbitan 12,8 miliar saham baru. 

Tak hanya itu, perseroan juga memberikan bonus waran Seri II, sementara sebagian besar dana hasil right issue dialokasikan untuk pengembangan jaringan FTTH di Bali–Lombok. Penundaan pelaksanaan dan suspensi perdagangan meningkatkan ketidakpastian karena emiten belum memberikan klarifikasi resmi.

“Jika rights issue berjalan, harga teoritis berpotensi turun tajam karena rasio sangat besar,” ucap BRI Danareksa. 

BRI Danareksa Sekuritas menilai penundaan right issue ini murni bersifat administratif dari OJK. Namun, dampaknya berbeda pada masing-masing emiten. PANI dinilai lebih stabil karena rasio right issuenya kecil, sementara CSIS berpotensi mengalami penyesuaian harga ketika aksi korporasi tersebut mulai berjalan.

“Sementara INET paling berisiko karena rasionya jumbo dan sangat dilutif ditambah ketidakpastian akibat suspensi,” demikian tertulis dalam analisis BRI Danareksa.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...