Aturan Demutualisasi Segera Diketok, Buka Pintu BEI Lepas Saham (IPO) di Bursa?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan proses demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) akan dilaksanakan pada semester pertama 2026. Melalui proses ini, struktur BEI akan berubah dari bursa yang sepenuhnya dimiliki oleh para anggotanya (struktur mutual) menjadi perseroan dengan kepemilikan yang dapat dimiliki oleh pihak yang lebih luas.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa proses tersebut saat ini masih dalam tahap kajian. Pemerintah juga tengah menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pelaku pasar.
“Pandangan dari bursa dari OJK, dan juga akan dengar dari pelaku pasar bagaimana governance yang baik,” kata Masyita saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (8/12).
Seiring dengan itu, ketika ditanya proyeksi BEI melepas saham di bursa lewat initial public offering atau IPO setelah demutualisasi, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan saat ini otoritas tengah mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan demutualisasi. Atas alasan itu berbagai kemungkinan bisa saja terjadi.
“Sedang dalam kajian dan kami juga sedang menunggu hasilnya,” ucap Jeffrey kepada Katadata.co.id, Rabu (10/12).
Sejalan dengan itu, BEI menegaskan koordinasi antar pemangku kepentingan terus dilakukan. Demutualisasi bukan merupakan aksi korporasi BEI, melainkan langkah yang dijalankan oleh para pemegang saham untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Setiap pihak melakukan kajian, kami di BEI juga melakukan kajian, dari masing-masing institusi itu dikolaborasikan untuk dibahas bersama,” kata Jeffrey.
Bursa Efek Indonesia (BEI) Bisa IPO?
Mengenai peluang BEI untuk IPO, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia, Budi Frensidy, mengatakan bahwa kemungkinan itu bisa saja terjadi. Menurut Budi, demutualisasi bertujuan untuk memodernisasi tata kelola bursa, meningkatkan daya saing global, mendorong inovasi produk pasar modal seperti derivatif, ETF, atau instrumen pembiayaan jangka panjang, serta memperdalam likuiditas pasar.
“Iya, bisa saja untuk dibuat IPO, jika mau,” kata Budi ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (24/11).
Selain itu Budi juga menyebut bahwa pemerintah menilai struktur baru BEI dapat membantu memperdalam pasar modal. Dalam RPP demutualisasi, penguatan ekosistem baik dari sisi penawaran seperti peningkatan free float, maupun dari sisi permintaan seperti partisipasi investor institusional penting untuk meningkatkan likuiditas pasar dan mengurangi potensi benturan kepentingan.
“Manfaat lainnya adalah akuntabilitas meningkat dan tata kelola (profesionalisme) lebih baik karena kepemilikan lebih luas,” kata dia.
Sebelumnya pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
RPP ini akan mengubah struktur BEI dari bursa yang sepenuhnya dimiliki anggota (struktur mutual) menjadi perseroan yang kepemilikannya bisa dimiliki pihak lebih luas.
Kemudian demutualisasi memungkinkan kepemilikan BEI dibuka bagi pihak di luar perusahaan efek. Menurut Budi, pemisahan keanggotaan dan kepemilikan menjadi langkah strategis untuk mengurangi potensi konflik kepentingan, memperkuat tata kelola, dan meningkatkan profesionalisme.
RPP terkait demutualisasi bursa efek disusun secara bertahap melalui kajian teknis mendalam dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk regulator, self-regulatory organization (SRO) seperti BEI, pelaku industri, dan lembaga legislatif.
