Delapan Perusahaan Mau Terlibat Penyelamatan Jiwasraya
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah mencari mitra untuk menjalankan anak usahanya PT Jiwasraya Putra. Pendirian anak usaha tersebut jadi salah satu strategi untuk menyokong kinerja dan memperbaiki likuiditas perusahaan.
Deputi Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan sudah ada beberapa mitra yang bersedia masuk. "Kan cari partner dulu sekarang, Desember ini sudah bisa. Ada delapan," kata di Jakarta, Senin (11/11) malam.
Namun, dia tidak menjabarkan lebih detail identitas delapan mitra yang siap masuk tersebut. Hanya saja, Oktober lalu, ia sempat mengungkap rencana sementara menggandeng empat mitra dari BUMN yaitu Bank Tabungan Negara (BTN), Telkomsel, Pegadaian, dan Kereta Api Indonesia (KAI).
(Baca: Modal Minus Rp 24 T, OJK Masih Pelajari Skema Penyelamatan Jiwasraya)
Dengan empat mitra tersebut, komposisi kepemilikan Jiwasraya Putra yaitu Jiwasraya 64%, BTN 20%, Telkomsel 13%, serta Pegadaian dan KAI masing-masing 1,5%. Komposisi kepemilikan saham ini masih bisa berubah. "Tergantung dari bisnis yang nanti akan dikembangkan," kata dia.
Selain lewat pengoperasian Jiwasraya Putra, pemerintah tengah mengkaji cara-cara penyelamatan Jiwasraya lainnya. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan pihaknya bakal berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membahas opsi yang bisa diterapkan.
"Masih bisa beragam opsinya, itu coba dikaji. Jiwasraya kan size-nya besar ya, jadi perlu kerja sama dengan Departemen Keuangan," kata Mantan Direktur Utama Bank Mandiri tersebut.
(Baca: Jiwasraya Minta Pemerintah Suntik Rp 32 T, BPK: Lebih Baik Dipailitkan)
Sejauh ini, ia belum mau menyebut opsi-opsi penyelamatan yang memungkinkan, termasuk opsi suntikan modal dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Ia juga enggan mengomentari kemungkinan risiko sistemik ke ekonomi dari tekanan keuangan Jiwasraya.
"Mikirnya belum selesai, nanti kalau sudah pasti diomongin. Ini masalah kan pelik sekali," kata dia.
Tekanan Keuangan Jiwasraya
Dalam rapat antara manajemen Jiwasraya dengan Komisi XI DPR, pekan lalu, terungkap bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan yang pelik. Perusahaan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk bisa memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%.
Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun. Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun.
Selisih besar antara aset dan kewajiban ini terjadi karena beberapa hal. Pertama, kesalahan pembentukan harga produk. Produk Savings Plan ditawarkan dengan imbal hasil pasti sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018, dengan periode pencairan setiap tahun. Tawaran imbal hasil tersebut lebih besar dibandingkan rata-rata hasil investasi di pasar.
(Baca: Kemelut Gagal Bayar Jiwasraya, Tantangan Besar bagi Erick Thohir )
Kedua, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil tinggi. Total investasi dalam saham mencapai Rp 5,7 triliun, 22,4% dari total aset finansial, dan hanya 5% pada saham LQ45.
Perusahaan juga banyak berinvestasi pada reksadana. Nilai investasi pada produk ini mencapai Rp 14,9 triliun atau 59,1% dari total aset finansial. Dari jumlah itu, hanya 2% yang dikelola oleh manajemen investasi lapisan atas.
Ketiga, rekayasa harga saham. Perusahaan banyak melakukan jual beli saham dengan dressing reksadana. Modusnya, Jiwasraya membeli saham dengan harga mahal kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli Jiwasraya.
Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksadana saham yang underlying asetnya sama dengan portofolio saham langsung. Tekanan likuiditas dari produk Savings Plan. Seiring turunnya kepercayaan nasabah, klaim meningkat signifikan ke 51% dan terus meningkat menjadi 85%.