Laba BRI Tergerus Cadangan Kerugian, Rasio Kredit Seret Korporasi 10%
PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) membukukan laba bersih sebesar Rp 24,8 triliun pada periode Januari-September 2019, tumbuh 5,36% secara tahunan. Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan periode sama tahun lalu yakni 14,6% secara tahunan.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, melambatnya pertumbuhan laba disebabkan kenaikan pencadangan kredit bermasalah alias Non-Performing Loan (NPL). Pencadangan naik seiring NPL BRI yang juga naik.
"Di kualitas aktiva produktif kami, ada kenaikan NPL. Maka kami harus menaikkan cadangan sehingga ada tambahan biaya cadangan di situ," kata Sunarso dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (24/10).
(Baca: Pertumbuhannya Melambat, BNI Cetak Laba Kuartal III Rp 12 Triliun)
Per September 2019, NPL konsolidasi tercatat 3,08%, lebih tinggi dari posisi sama tahun lalu 2,54%. Sedangkan NPL bank only tercatat 2,94%, naik dari posisi sama tahun lalu 2,46%.
NPL korporasi tercatat paling tinggi yaitu mencapai 10,46%, melonjak dari posisi sama tahun lalu 5,8%. NPL segmen usaha menengah 5,26%, membaik dari 6,96%. NPL usaha kecil 3,71%, membaik dari 3,84%. Sedangkan NPL usaha mikro, segmen konsumer, dan BUMN masih rendah di kisaran 1%.
Atas NPL tersebut, BRI mengalokasikan pencadangan sebesar Rp 40,3 triliun, naik dari posisi sama tahun lalu Rp 34,6 triliun. "Beberapa sektor industri yang kira-kira kami nilai ada menghadapi masalah di industrinya memang kami tetapkan sebagai NPL," kata Sunarso.
(Baca: Sasar UMKM, Dirut Baru Beberkan Rencana BRI Miliki Fintech)
Industri yang menurut Sunarso tengah mengalami masalah yaitu industri semen dan tekstil. BRI melakukan pencadangan 100% untuk kredit-kredit yang disalurkan ke industri tersebut sebagai manajemen risiko sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
"Bila nanti restrukturisasi berhasil dan risiko tersebut tidak terjadi 100%, maka itu akan memperkuat laba kami di waktu-waktu mendatang," kata dia.
Hingga akhir September 2019, BRI secara konsolidasian telah menyalurkan kredit sebesar Rp 903,14 triliun, tumbuh 11,65% secara tahunan. Mayoritas kredit untuk segmen UMKM yaitu Rp 700,8 triliun alias 77,6% dari total kredit. Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat Rp 959,2 triliun, tumbuh 9,91% secara tahunan.