Bank Pemerintah Waspadai Perang Bunga di Tengah Likuiditas Ketat
Likuiditas keuangan di perbankan masih tampak ketat. Sejumlah bank pun banyak menebar program pemikat untuk menarik dana masyarakat. Situasi seperti ini yang sedang diwaspadai kalangan perbankan.
Karena itu, Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Maryono mengatakan perlu pengaturan suku bunga deposito. Pengaturan tersebut agar masing-masing bank umum kelompok usaha (BUKU) satu sampai empat tidak berlomba-lomba menaikkan bunga.
(Baca: Likuiditas Bank Masih Ketat, LPS Prediksi Bunga Simpanan Akan Naik)
Dia menilai aturan tersebut dapat disusun secara fleksibel agar tidak mengganggu mekanisme pasar. Di sisi lain, tidak ada pasar yang dibiarkan secara bebas tanpa aturan. “Kalau tidak diatur, apalagi ada pengetatan likuiditas, dana akan berkembang sehingga tidak bisa memberikan suasana kondusif dalam menciptakan suku bunga yang stabil,” kata Maryono di depan Komisi Keuangan DPR di Jakarta, Selasa (15/1).
Menanggapi hal itu, anggota Komisi Keuangan DPR Andreas Susetyo menilai distorsi antar BUKU satu hingga empat masih terjadi. Karenanya, kategorisasi pembagian BUKU perlu pengkajian. Dia mengusulkan konsolidasi perbankan atau pengaturan suku bunga deposito.
Namun, penyusunan aturan harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat mengganggu mekanisme pasar. Sementara itu, apabila terjadi pengetatan likuiditas, bank kecil akan terkena dampak yang akan diikuti oleh bank besar.
(Baca: LPS Naikan Suku Bunga Penjaminan 25 Bps)
Perang bunga deposito ini juga mendapat perhatian Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti mengatakan pengetatan likuiditas perbankan yang memicu perang bunga deposito rutin menjadi bahasan dalam rapat KSSK. “Perang bunga dana akan dikendalikan,” ujarnya.
Menurut dia, pengetatan likuiditas terjadi lantaran pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan dana nasabah atau dana pihak ketiga (DPK). Selain itu, pengetatan likuiditas imbas langkah agresif pemerintah menerbitkan obligasi retail dengan imbal hasil (yield) yang menarik.
Bahkan, LPS menilai masih ada kecenderungan kenaikan suku bunga simpanan sepanjang 2019 ini. Tetapi, kenaikan tersebut tidak akan seagresif seperti kenaikan pada tahun lalu.
Menurut Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan, ada beberapa faktor yang membuat kenaikan tersebut tidak agresif. Pasar obligasi di negara berkembang seperti Indonesia, sedang dalam tren menguat sehingga imbal hasil obligasinya menurun. Dengan begitu, simpanan di industri perbankan menjadi menarik kembali.
(Baca: The Fed Naikkan Bunga Acuan, IHSG Dibuka Terperosok ke Zona Merah)
Sementara itu, aliran modal internasional yang diperkirakan masuk ke negara berkembang dipengaruhi oleh mulai melandainya ekspektasi kenaikan tingkat bunga Amerika Serikat, Fed Fund Rate (FFR) tahun ini. Bunga The Fed saat ini 2,25 - 2,5 %. Pelaku pasar memperkirakan, hingga akhir 2019, suku bunga Amerika hanya naik 50 basis poin (bps) menjadi 3 % saja.