Temuan BPK, OJK Miliki Utang Pajak Badan Rp 901,1 Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki utang pajak badan sebesar Rp 901,10 miliar per 31 Desember 2017. Temuan tersebut merupakan hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan (LK) OJK Tahun 2017 yang dilaporkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (LHPS I) tahun 2018.
Berdasarkan laporan keuangan 2017, nilai aset OJK mencapai Rp 7,65 triliun, terdiri atas liabilitas sebesar Rp 3,45 triliun dan aset bersih (net asset) sebesar Rp 4,20 triliun. BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan OJK 2017. Selama lima tahun terakhir, OJK mendapatkan opini WTP dari BPK.
Meski demikian, BPK memberikan beberapa catatan terhadap laporan keuangan OJK 2017. Selain utang pajak, ada pula beban dibayar di muka sebesar Rp 412,31 miliar atas sewa gedung yang tidak dimanfaatkan oleh OJK. BPK juga menemukan aset tetap dan aset tak berwujud yang berasal dari dana APBN dan digunakan oleh OJK. Aset tersebut belum ditetapkan statusnya oleh Kementerian Keuangan namun dicatat sebagai aset oleh OJK.
Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkapkan 15 temuan pemeriksaan yang memuat 13 permasalahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan 11 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 449,81 miliar. Meskipun begitu, permasalahan tersebut tidak memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan OJK.
Menurut laporan BPK, terdapat penggunaan penerimaan atas Pungutan OJK melebihi pagu anggaran yang disetujui DPR sebesar Rp 9,75 miliar. Penerimaan pungutan 2015, 2016, dan 2017 yang melebihi realisasi kebutuhan OJK tersebut, total sebesar Rp 439,91 miliar dan belum disetorkan ke kas negara. OJK menyajikan dana tersebut sebagai dana setoran ke kas negara sekaligus mengakui dana tersebut sebagai utang setoran ke kas negara.
Menurut BPK, hal ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penggunaan penerimaan pungutan sebesar Rp 9,75 miliar tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Kedua, saldo dana setoran ke kas negara sebesar Rp 439,91 miliar yang berasal dari sisa pungutan yang melebihi kebutuhan OJK, harus disetorkan ke kas negara.
Menurut BPK, permasalahan ini disebabkan kelalaian Dewan Komisioner OJK untuk menyetorkan kelebihan penerimaan pungutan yang melebihi anggaran yang disetujui DPR. Selain itu, OJK tidak menyetorkan dana yang berasal dari sisa anggaran yang tidak digunakan ke kas negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, dan PP Nomor 11 Tahun 2004 tentang Pungutan OJK.
"Dana yang berasal dari kelebihan target penerimaan pungutan OJK selalu digunakan untuk pembayaran kewajiban perpajakan badan OJK," kata Dewan Komisioner OJK dalam IHPS I-2018 tersebut. Penjelasan Dewan Komisioner OJK tersebut disampaikan kepada DPR bersamaan dengan penyampaian Laporan Kegiatan Tahunan OJK. OJK akan menyajikan kewajiban setoran ke kas negara dalam laporan keuangan 2017 dan menyelesaikan kewajiban tersebut pada 2018 dengan Dana Imbalan Kerja sebesar Rp 439,91 miliar.
(Baca: BPK Temukan 18 Permasalahan dalam Laporan Keuangan Pemerintah)
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisioner OJK untuk menyetorkan kelebihan penerimaan pungutan di atas anggaran yang disetujui DPR sebesar Rp 9,75 miliar ke kas negara. BPK juga merekomendasikan agar OJK dapat menyelesaikan kewajiban setoran ke kas negara yang berasal dari sisa anggaran yang tidak digunakan untuk membiayai kegiatan OJK sebesar Rp 439,91 miliar.
Temuan BPK juga menunjukkan adanya penyimpangan administrasi. OJK menggunakan gedung kantor Menara Merdeka yang telah habis masa sewanya, tanpa berdasarkan kontrak dan belum jelas nilainya, sehingga pihak Building Management menyampaikan somasi kepada OJK.
Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan atas tagihan pembayaran sebesar Rp 19,15 miliar yang akan merugikan OJK. Permasalahan ini disebabkan oleh kelalaian Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK dalam mengelola perpindahan pegawai ke gedung baru (Gedung Wisma Mulia).
Dewan Komisioner OJK menyatakan, permasalahan tersebut disebabkan belum adanya kesepakatan harga sewa per bulan antara OJK dan Building Management Menara Merdeka. Berdasarkan Rapat Dewan Komisioner, diperlukan proses negosiasi lebih lanjut dengan Building Management berdasarkan hasil penilaian (appraisal) dari kantor jasa penilai publik.
BPK pun merekomendasikan kepada Dewan Komisioner OJK untuk mempertanggungjawabkan potensi kerugian atas perpanjangan penggunaan Gedung Menara Merdeka yang tidak didukung dengan kontrak.
(Baca: Dapat Opini 'Disclaimer' dari BPK, KKP Akan Evaluasi Laporan Keuangan)