Likuiditas Bank Ketat, Selisih Kredit & DPK Tersisa Rp 99 T Akhir 2018
Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan dana nasabah alias Dana Pihak Ketiga (DPK) masih akan lambat tahun ini. Akibatnya, selisih antara kredit dan DPK diperkirakan hanya berkisar Rp 99 triliun di akhir 2018. Ini jauh lebih kecil dibandingkan selisih per Juli yang tercatat sebesar Rp 353,92 triliun.
Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. "Ini bisa ditutup kelebihan pendanaan yang di simpanan dalam operasi moneter," kata dia dalam Konferensi Pers di kantorya, Jakarta, Kamis (27/9). Bila mengacu pada data BI per 27 September, dana bank di instrumen operasi moneter tercatat sebesar Rp 279,39 triliun.
Pertumbuhan DPK memang tercatat semakin melambat. Pada Juni lalu, pertumbuhan DPK tercatat sebesar 7%, lalu melambat menjadi 6,91% pada Juni, dan melambat kembali menjadi hanya 6,88% per Agustus. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kredit yang tumbuh semakin kencang. Pada Juni lalu, pertumbuhannya sebesar 10,75%, lalu naik menjadi 11,34% pada Juli lalu.
Seiring kondisi tersebut, rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio/LDR) tercatat semakin tinggi. Per Juli lalu, LDR bank umum berada di level 93,11%, dengan rincian kredit kepada pihak ketiga bukan bank sebesar Rp 4.784,8 triliun, dan DPK sebesar Rp 5.138,72 triliun, atau selisih Rp 353,92 triliun.
Bila dilihat berdasarkan kategori bank, LDR tertinggi terpantau dialami bank asing dan campuran, yaitu melebihi 100%. Ini artinya, kebutuhan likuiditas disokong oleh penerbitan surat utang alias obligasi. (Baca juga: PPh Bunga Obligasi Dikaji Turun, Bank Hadapi Risiko Perebutan Dana)
Erwin menjelaskan, perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terjadi pada DPK valuta asing (valas) lantaran adanya pembayaran impor dan proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, penurunan DPK disebabkan korporasi yang mengurangi pinjaman luar negeri, dan korporasi yang memilih menghabiskan anggaran belanja modal atau capital expenditure.
Faktor lainnya, penurunan simpanan yang cukup besar dari Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB). Hal ini karena adanya ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meminta LKNB untuk menyiapkan bantalan dana (buffer) yang disimpan dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). "Sampai Desember diperkirakan LKNB akan mengubah dananya Rp 29 triliun untuk SBN," ujarnya.
BI meramalkan pertumbuhan DPK berada pada kisaran 8-10% secara tahunan (year on year) di akhir tahun, dengan kemungkinan lebih lambat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 9,4%. Sementara itu, kredit tumbuh pada kisaran 10-12%, lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 8,4%.
Seiring kondisi tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pihaknya akan terus memastikan kecukupan likuiditas di pasar. “BI akan tetap memantau dan memastikan kecukupan likuiditas guna mendukung stabilitas sistem keuangan,” kata dia.
Kategori Bank | Rasio Kredit terhadap DPK (LDR) |
Bank Umum (industri) | 93,11% |
Bank Persero | 94,28% |
Bank Devisa | 87,90% |
Bank Non-Devisa | 95,70% |
Bank Campuran | 126,80% |
Bank Asing | 133,06% |