Lampaui Prediksi, Defisit BPJS Kesehatan 2017 Capai Rp 9,75 Triliun
Kinerja keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih merah pada tahun lalu. Jumlah klaim yang harus dikeluarkan lebih besar dibandingkan nilai pendapatan dari iuran para pesertanya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan jumlah pendapatan iuran dari program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hanya sebesar Rp 74,25 triliun. Sementara jumlah klaimnya mencapai Rp 84 triliun.
Meski begitu, dia tidak ingin selisih iuran dan klaim yang sebesar Rp 9,75 triliun dianggap sebagai defisit BPJS Kesehatan. Jika berbasis pada iuran dan klaim, maka selisihnya akan diperbaiki dengan pendekatan anggaran berimbang.
"Jadi, kami menghindari istilah defisit itu," katanya menjelaskan di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta pada Rabu (16/5). (Baca: Pemerintah Cairkan Rp 3,6 Triliun untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan)
Dia mengatakan, sesuai komitmen Pemerintah, semua transaksi berjalan pada akhir tahun harus ditutup. Persoalan di dalam BPJS Kesehatan akan diselesaikan bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan.
Anggaran berimbang yang dimaksud ialah biaya yang harus dikeluarkan, berupa klaim, harus seimbang dengan pendapatan yang berupa iuran. Ada tiga opsi untuk menyeimbangkannya, apabila terjadi kekurangan pendapatan.
(Baca: Siasati Tunggakan, BPJS Kesehatan Gandeng Bank Debet Iuran Peserta)
Pertama, menyesuaikan iuran. Kedua, mengurangi anggaran pada pengeluaran yang berupa klaim. Ketiga, suntikan dana tambahan dari Anggaran Pendapatan dan Beban Negara (APBN). Dari ketiga opsi tersebut, BPJS Kesehatan mengambil opsi ketiga.
Pemerintah telah menyuntikan dana sebesar Rp 3,6 triliun melalui APBN tahun lalu untuk menutupi defisit tersebut. Namun, suntikan dana ini belum cukup. Sisanya, akan ditutupi dengan dana iuran yang belum dibayarkan oleh para pesertanya.
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso menambahkan, jika menggunakan anggaran berimbang, maka tidak semua klaim dibayarkan di tahun yang sama dan dibebankan pada buku keuangan 2018. Hal itu karena klaim belum jatuh tempo pada 2017.
(Baca: BPJS Ketenagakerjaan Biayai Infrastruktur Rp 60 Triliun di 2017)
"Begini, Rp 84 triliun itu yang harus kita bayar. Tapi jatuh temponya tidak pada tahun yang sama semua. Jadi, ada yang ke kredit over ke 2018," ujarnya pada kesempatan yang sama.
Sayangnya, Kemal tidak merinci berapa persentase jumlah klaim tahun lalu yang dialihkan ke tahun ini. Dia mengatakan rinciannya masih harus menunggu hasil laporan keuangan lengkap yang belum dirilis oleh BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, pemerintah memproyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan pada 2017 sebesar Rp 8,7 triliun. Sementara, BPJS Kesehatan memperkirakan defisitnya sebesar Rp 9 triliun.