BI Klaim Jokowi Dukung Rencana Redenominasi Rupiah
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas rencana redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi mengatakan akan segera menggelar Sidang Kabinet sebelum Rancangan Undang-Undang Redenominasi Mata Uang ini dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Presiden menyambut baik dan nanti akan dipresentasikan lebih dalam di Sidang Kabinet," kata Agus usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Selasa (25/7).
Nantinya apabila para menteri di Sidang Kabinet sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Redenominasi, maka Jokowi akan mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) sebagai bekal pembahasan dengan DPR. Namun sayangnya Agus belum dapat menyebut jadwal Sidang Kabinet tersebut.
"Kami juga akan koordinasi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dam berbicara dengan DPR agar RUU Redenominasi bisa masuk Proses Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017," kata Agus.
(Baca: BI Minta Dukungan Jokowi Muluskan RUU Redenominasi Rupiah)
Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap DPR segera menyelesaikan pembahasan RUU Redenominasi tahun ini.
"Kami akan berkomunikasi dengan Komisi XI mengenai jadwal yang masih memungkinkan untuk menyelesaikan komitmen RUU lain. Namun kami akan upayakan maksimal," tutur dia usai Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (25/7).
Agus mengatakan pada 2013 lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerbitkan Ampres untuk membahas RUU dengan parlemen. Namun saat itu kondisi ekonomi dunia sedang tidak menentu dan dianggap bukan waktu ideal dalam melanjutkan pembahasan RUU Redenominasi.
"Tapi tahun 2017 bisa kami selesaikan dengan baik," kata Agus.
Agus optimistis sekarang waktu yang tepat karena kondisi ekonomi menunjukkan perbaikan seperti pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan inflasi yang terjaga selama dua tahun terakhir.
Penyederhanaan nominal dalam rupiah ini disebut Agus perlu dilakukan lantaran efisiensi merupakan bagian dari persepsi ekonomi Indonesia yang lebih baik. Persepsi akan banyaknya angka di rupiah saat ini juga disebut Agus turut membentuk ekspektasi inflasi.
"US$ 1 itu sama dengan Rp 13.300 itu dipersepsikan seolah Rupiah lemah sekali. Padahal sebetulnya inflasi bisa dijaga," kata Agus. (Baca juga: BI Ajak DPR 'Pemanasan' Bahas Redenominasi Mata Uang)
Agus mengatakan tantangan utama dalam program redenominasi adalah edukasi dan sosialisasi di masyarakat. Dia menegaskan masyarakat luas perlu mendapat pemahaman membedakan redenominasi dengan sanering di mana baik mata uang mau pun harga barang akan disederhanakan.
Proses penyederhanaan mata uang ini akan memakan waktu secara total mencapai 11 tahun. "Perlu sosialisasi dengan baik karena background masyarakat kita berbeda-beda," katanya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan penyederhanaan alias redenominasi rupiah harus didukung oleh perekonomian yang kuat dan stabil dalam jangka panjang. Sebab, redenominasi membutuhkan masa transisi yang cukup lama.
(Baca: Komisi Keuangan Setuju Putuskan Redenominasi Rupiah Tahun Ini)
BI telah menyusun perkiraan timeline dalam proses redenominasi rupiah ini. Dirinya memperhitungkan, pembahasan RUU Redenominasi ini akan masuk tahun 2017 dan bisa disahkan. Kemudian, di tahun 2018-2019 adalah tahun persiapan.
Selanjutnya pada 2020-2024 periode transisi di mana waktu untuk memperkenalkan rupiah sebelum dan sesudah redenominasi. Masa lima tahun ini akan digunakan untuk mulai membiasakan penggunaan nilai rupiah yang baru, di mana dalam RUU tersebut akan diatur semua harga barang dan jasa harus ada tabel harga lama dan baru.
Terakhir, tahun 2025-2028 adalah masanya penggunaan secara total hasil redenominasi tersebut. "Jadi praktis 11 tahun. Tapi kami harus mulai," ujar Agus.