Siasat Bank Atasi Larinya Dana Nasabah Akibat Diintip Pajak
Setelah terbitnya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang keterbukan data keuangan untuk kepentingan perpajakan, muncul kekhawatiran bahwa nasabah bakal memindahkan dananya ke luar negeri. Sejauh ini, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini aturan tersebut tak akan menyulut perpindahan dana, tapi bilapun terjadi, ada empat fasilitas yang bisa digunakan bank untuk menyokong likuiditasnya.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta mengatakan fasilitas pertama yang bisa dimanfaatkan yaitu pinjaman di Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Selain itu, bank juga bisa memanfaatkan fasilitas kedua, yaitu penjualan surat berharga dengan janji untuk dibeli kembali atau yang dikenal dengan sebutan transaksi Repurchase Agreements (Repo).
"Bisa juga melikuidasi alat-alat likuid, jual Surat Berharga Negara (SBN) atau memperpanjang instrumen operasional dia. Jadi punya buffer," kata dia di Jakarta, Jumat (19/5). (Baca juga: Rekening di Atas Rp 500 Juta di Bank Otomatis Dilaporkan ke Pajak)
Bila usaha-usaha tersebut sudah dilakukan namun likuiditas masih ketat, Fillianingsih menyebut bank bisa menggunakan fasilitas ketiga yaitu fasilitas pinjaman untuk satu malam (Lending Facility Overnight). Namun, ia mengakui biaya pinjaman tersebut cukup mahal bagi bank. "(Lending facility) agak mahal kan. (Maka itu) kami mau supaya pasarnya dalam, jadi (pinjaman) antarbank saja," kata dia.
Di luar itu, perbankan bisa memperoleh fasilitas Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP). Adapun syarat bagi bank yang ingin memperoleh PLJP di antaranya tergolong sebagai bank solven, dan memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan bank paling rendah dua.
Selain itu, memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJP yang memenuhi ketentuan, serta diperkirakan mampu untuk mengembalikan PLJP.
Sedangkan jangka waktu PLJP paling lama 14 hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJP dan dapat diperpanjang secara berturut-turut untuk jangka waktu PLJP keseluruhan paling lama 90 hari kalender. "Ini akan kami sosialisasikan Senin (22/5). Jadi ada layer (lapisan). Jadi jangan khawatir soal likuiditas. BI akan cermati likuiditas di pasar. Silakan pilih sesuai kebutuhan masing-masing," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus DW. Martowardojo meyakini pelaksanaan Perppu akses informasi untuk keperluan perpajakan semestinya tidak akan berdampak pada hengkangnya dana nasabah dari perbankan. Optimisme tersebut lantaran BI mengaku sudah mengkaji sensitivitas dana simpanan di bank umum, meski yang dikaji hanya untuk dana simpanan Rp 2 miliar hingga Rp 10 miliar. "Kami lihat sensitivitas, kami lihat dampak merambat ke yang lain sudah terkendali dengan baik," katanya.
Kalaupun ada dampaknya terhadap likuiditas, maka BI akan menjamin dalam bentuk pembiayaan likuiditas sementara (temporary liquidity financing). "Kami tidak yakin akan pengaruh ke likuiditas perbankan. Kalau ada kami akan hadir dalam bentuk temporary liquidity financing," kata dia. (Baca juga: Cegah Petugas Pajak Nakal, Sri Mulyani Perkuat Sistem ‘Peniup Peluit’)
Optimisme yang sama juga disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Haddad. Menurut dia, perpindahan dana nasabah ke luar negeri tidak akan terjadi. Alasannya, seratusan negara lainnya juga memberlakukan aturan yang sama.
Hal itu lantaran negara-negara tersebut, termasuk Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan kerja sama internasional pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI).
Mengacu pada data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) per Mei 2017, sebanyak 100 negara telah berkomitmen mengikuti AEoI. Sebanyak 50 negara atau yurisdiksi mulai menerapkan AEoI pada tahun ini, sisanya berkomitmen melaksanakan mulai tahun depan, termasuk Indonesia.