Fitch: Jangka Pendek, Bank Tertekan Kredit Macet dan Bunga The Fed
Fitch Ratings memprediksi mengkilapnya kinerja perbankan di Indonesia dalam jangka menengah dan panjang. Kinerja tersebut ditopang oleh prospek ekonomi negara ini yang membaik sehingga turut mendukung aktivitas bisnis. Meski begitu, dalam jangka pendek, lembaga pemeringkat internasional tersebut melihat bank di Indonesia akan terus tertekan.
Fitch memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar antara 5,3 sampai 5,6 persen pada 2017 dan 2018. Pertumbuhan ini didorong oleh regulasi peraturan yang dijalankan pemerintah sejak September 2015.
“Agenda reformasi ekonomi kian meluas, perekonomian tumbuh cukup baik, tetapi masih banyak tantangan dalam berbisnis,” kata Direktur Fitch Ratings untuk kawasan Asia-Pasifik, Thomas Rookmaaker, di Jakarta, Kamis (23/3). Dua masalah utama yang akan membelit perbankan dalam beberapa kuartal ke depan adalah kenaikan kredit bermasalah dan menyusutnya tingkat keuntungan.
(Baca: Bank BUMN Hapus Buku Kredit Macet Rp 24,8 Triliun, Melejit 41 Persen)
Fitch Ratings mencatat sejumlah risiko jangka pendek yang dihadapi perbankan di dalam negeri. Dari sisi eksternal, kemungkinan kenaikan suku bunga dana bank sentral Amerika Serikat (AS), yaitu Fed Fund rate, hingga menjadi 2 persen tahun ini diperkirakan akan mengganggu stabilitas rupiah.
Pelemahan rupiah tersebut akan mempersulit para debitur untuk membayar utangnya dalam mata uang asing (valuta asing/valas). Sebagai catatan, utang valas di Indonesia saat ini mencapai 15 persen dari total kredit perbankan.
Sedangkan dari sisi domestik, perbankan menghadapi tekanan kenaikan kredit bermasalah dan kredit macet. Saat ini, perbankan harus menyelesaikan restrukturisasi kredit macet tersebut.
(Baca: BI Pantau Likuiditas Bank Aman meski Banjir Surat Utang)
Pemerintah sebenarnya telah melonggarkan aturan restrukturisasi utang pada 2015. Tujuannya membantu bank terhindar dari meningkatnya kredit macet saat perlambatan sektor komoditas dalam dua tahun terakhir.
Namun, bila pinjaman-pinjaman tersebut gagal bayar maka akan berdampak terhadap perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) akan terus naik. Padahal, rasio NPL bank-bank besar di Indonesia saat ini sudah menyentuh angka 3 persen. (Baca: Bankir Prediksi Pertumbuhan Kredit Masih Terganjal Kredit Macet)
Di sisi lain, tekanan NPL tersebut bisa diredam dengan kecukupan modal perbankan. "Beruntung, tebalnya modal bank-bank besar Indonesia bisa sedikit mengatasi risiko-risiko tersebut," kata Rookmaaker. Rasio kecukupan modal bank-bank besar Indonesia pada akhir 2016 lalu sekitar 19 persen dan masih jauh di atas ketentuan yang berlaku secara internasional.