Sri Mulyani Anggap Riset JP Morgan Bisa Picu Efek "Hewan Panik"
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin mengetahui duduk soal dan alasan detail keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghentikan kerjasama dengan JP Morgan Chase Bank NA. Alasan utamanya adalah kekhawatiran terhadap hasil riset Jp Morgan tersebut akan menimbulkan kepanikan di pasar keuangan domestik.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah harus menjaga para pemegang surat utang negara (SUN) agar tidak panik dan tidak kabur secara massal gara-gara riset JP Morgan tersebut. Sebab, dia khawatir, suatu riset yang salah dapat menimbulkan insting di kalangan investor layaknya hewan yang panik dan lari bersama-sama.
(Baca: JP Morgan Cuma Naikkan Peringkat RI Satu Level, Sri Mulyani: Bagus)
Ia menilai, kondisi tersebut tidak baik dalam pasar keuangan Indonesia karena akan menimbulkan hengkangnya dana asing. Karena itulah, pemerintah memutuskan kerja sama dengan JP Morgan. "Jadi kami sampaikan tindakan kami kepada JP Morgan agar mereka menjadi partner yang diandalkan pemerintah," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR di Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut dia, pemerintah tidak anti terhadap kritik terhadap perekonomian. Namun, di sisi lain kajian yang dilakukan pihak ketiga terhadap Indonesia hendaknya kredibel alias bertanggung jawab. Apalagi, saat ini perekonomian dunia masih dilanda ketidakpastian setelah Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS).
"Karena faktor psikologis ini sifatnya subjektif dan pernyataan yang dikeluarkan institusi maupun pejabat sangat penting," katanya. (Baca: Usai ‘Pecat’ JP Morgan, Sri Mulyani Ubah Aturan Pedagang SUN)
Sri Mulyani menambahkan, kerjasama antara pemerintah dengan JP Morgan ini dibangun dengan semangat saling menguntungkan agar pemerintah mendapatkan keuntungan, baik itu imbal hasil maupun harga saat obligasi dikeluarkan. Tentunya hal ini haruslah didasarkan pada saling percaya antara kedua belah pihak. "Jadi selalu bersama menjaga confidence (pasar), sedangkan pemerintah bekerja dari sisi kredibilitas."
Berdasarkan kondisi itulah, Kementerian Keuangan teklh mengeluarkan aturan baru agar mitra pemerintah diseleksi kredibilitas, reputasi, serta jaringannya. Satu hal yang penting adalah mitra tersebut mengerjakan porsinya dengan tata kelola yang baik. "Kami harapkan mereka menghormati kebutuhan pemerintah untuk memperhatikan kepentingan Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memutuskan semua hubungan kemitraan dengan JP Morgan per 1 Januari 2017. Alasannya, bank investasi asal Amerika Serikat itu dianggap telah membuat riset yang merugikan Indonesia namun tidak dapat dipertanggungjawabkan. (Baca: Dinilai Tak Kredibel, Riset JP Morgan Cuma Sedikit Bahas Indonesia)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, pemerintah menghentikan kerja sama dengan JP Morgan sebagai bank persepsi dan dealer utama obligasi negara. Penyebabnya, dalam riset terakhirnya pada November 2016 lalu, JP Morgan menurunkan dua level rekomendasi investasi di Indonesia dari “overweight” menjadi “underweight”.
Padahal, pemerintah menilai rekomendasi itu tidak tepat jika mengacu kepada kondisi ekonomi di dalam negeri. Menurut Suahasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen tahun 2016 masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Hal tersebut semestinya menjadi pertimbangan JP Morgan dalam membuat kajian dan rekomendasinya. "Assessment (penilaian) JP Morgan tidak dapat kami mengerti. Kalau kami bandingkan negara lain, rasanya Indonesia tidak sejelek yang dikatakan JP Morgan,” ujar Suahasil.