OJK Ramal Tren Kenaikan Kredit Bermasalah Berakhir di Semester I
Sebagian besar laporan keuangan bank pada semester I-2016 memang mencatatkan kenaikan kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL). Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan tren kenaikan kredit bermasalah itu sudah mencapai puncaknya pada paruh pertama tahun ini.
“Saya kira peak-nya sekarang ini," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad di Jakarta, Kamis (28/7). Ia melihat, rasio kredit bermasalah perbankan memang sempat meningkat secara industri menjadi tiga persen pada Juni lalu.
Penyebabnya masih sama seperti selama dua tahun terakhir ini, yaitu melambatnya pertumbuhan sektor pertambangan akibat penurunan harga komoditas. Alhasil, kondisi ini menyebabkan kredit bermasalah sektor komoditas meningkat, yang kemudian meluas ke sektor-sekor usaha lainnya. (Baca: Kenaikan Kredit Bermasalah Perbankan Meluas ke Berbagai Sektor)
Meski begitu, modal perbankan saat ini dinilai masih cukup aman untuk menghadapi tren kenaikan NPL. Meskipun biaya pencadangan atau coverage ratio mengalami peningkatan sehingga menekan penurunan laba sejumlah bank.
Muliaman menilai, penurunan kinerja bank tersebut masih dalam batas kewajaran. Sedangkan rasio kredit bermasalah akan membaik seiring dengan pertumbuhan kredit. “Yang penting fundamentalnya baik. Setelah itu, peluang untuk tumbuhnya akan luar biasa,” ujarnya.
Ia memperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan akan membaik menjadi berkisar 11-12 persen. Ini memang lebih rendah dari proyeksi semula pada tahun ini yaitu 14 persen. Namun, pertumbuhan kredit sebesar 11-12 persen dinilai sudah memadai dalam kondisi saat ini. (Baca: Sistem Keuangan Stabil, BI Waspadai Kenaikan Kredit Bermasalah)
Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoaatmodjo juga memperkirakan, semestinya tren kenaikan NPL sudah mencapai puncaknya pada semester pertama tahun ini. Dengan begitu, kredit diharapkan mengalami pertumbuhan dan NPL menurun pada kuartal ketiga nanti.
Kartika menargetkan NPL Bank Mandiri turun dari 3,86 persen menjadi 3,6-3,7 persen. “Tujuan kami untuk membuat bujet pencadangan yang besar, supaya bisa write off (menghapus buku kredit macet) juga,” katanya.
Sebelumnya, Bank Mandiri melansir kinerja keuangan semester I-2016 yang mencatat penurunan laba bersih sebesar 28,7 persen dibandingkan periode sama 2015 menjadi Rp 7,08 triliun. Penyebabnya, peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau biaya provisi, seiring dengan kenaikan NPL.
Bank Mandiri mencatatkan peningkatan NPL secara nett dari 1,01 persen menjadi 1,53 persen dan secara gross dari 2,43 persen menjadi 3,86 persen pada semester I-2016. (Baca: Debitur Menengah Picu Peningkatan Kredit Masalah Bank Mandiri)