ICIJ Keluarkan Bank Data Ribuan Perusahaan Cangkang di Tax Haven
Konsorsium jurnalis investigasi internasional atau International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) menerbitkan bank data yang berisi sekitar 214 ribu perusahaan di luar negeri (offshore) yang didirikan di 21 yurisdiksi negara suaka pajak atau tax haven. Semuanya tersebar dari Nevada hingga Hong Kong. Bank data ICIJ juga menunjukkan informasi lebih dari 100 ribu entitas offshore lainnya yang masuk dalam investigasi Offshore Leaks di tahun 2013.
Bank data yang dirilis hari ini, Selasa, 10 Mei 2016 , memungkinkan penggunanya memperoleh informasi mengenai jaringan perusahaan offshore yang dipakai –terkadang disalahgunakan– oleh Mossack Fonseca dan perantara lainnya. Dokumen ini memiliki rentang waktu hampir empat dekade, mulai 1977 hingga akhir 2015. (Baca: Pengakuan Pembocor Sumber Panama Papers).
Data yang juga mencakup kode pos ini menunjukkan benang merah ke lebih dari 200 negara, mulai dari Cina hingga Cile. Pengguna bisa menyaring informasi dengan kategori negara maupun yurisdiksi offshore. Selain itu, bisa pula menggali data tentang peran bank, firma hukum dan gatekeeper lain dalam sistem finansial yang mendukung pendirian perusahaan offshore untuk orang-orang kaya dunia. Untuk pertama kali, pengguna bisa melihat detil yayasan-yayasan swasta di Panama, termasuk para pengendalinya.
Sebelumnya tidak pernah ada aplikasi interaktif yang menyajikan begitu banyak detail seperti ini, termasuk setiap pemilik perusahaan dalam Panama Papers. Hal tersebut karena selama ini informasi kepemilikan perusahaan terkubur dalam email, surat, serta memo internal karyawan Mossack Fonseca yang sulit diperoleh.
Data bagian dari investigasi Panama Papers, kumpulan lebih dari 11,5 juta dokumen yang bocor dari firma hukum Mossack Fonseca, tersebut menjadi informasi terbesar mengenai perusahaan cangkang (shell company) yang dibuka kepada masyarakat. Mossack Fonseca telah menciptakan banyak perusahaan, perserikatan, dan yayasan yang sulit dilacak. Kelak, publik bisa melihat nama-nama dari pemilik asli perusahaan yang masih abu-abu ini. (Baca: Mengenal Tax Havens, Membedah Panama Papers).
Namun, ICIJ tidak mempublikasikan semua dokumen yang bocor itu maupun dokumen asli atau informasi perseorangan, rekening bank, korespondensi melalui email dan transaksi keuangan. Bank data tersebut berisi informasi mengenai pemilik perusahaan, pemegang kuasanya, serta para perantara dalam yurisdiksi tak terlihat.
Secara keseluruhan, aplikasi bank data yang bisa digunakan interaktif ini memuat lebih dari 360 ribu nama serta perusahaan di balik struktur offshore. Karena data tersebut belum disusun dengan standar yang sistematik, akan ada sejumlah duplikasi nama.
Para pengamat media dan pemimpin politik menyebut Panama Papers telah memperlihatkan kesenjangan akibat sistem offshore. “Saat penghindaran pajak dilakukan dan aset negara dilarikan ke suaka pajak, semuanya akan berdampak buruk terhadap misi kita untuk menghilangkan kemiskinan dan mendorong kesejahteraan,” kata Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dalam pembukaan pertemuan antara Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) di Washington, seperti dilansir ICIJ, Selasa, 10 Meri 2016.
Pertemuan itu digelar sesaat setelah ICIJ dan lebih dari seratus organisasi media mengulas investigasi Panama Papers. “Transparansi tidak akan berjalan mundur,” kata Kim. Ia memperingatkan orang-orang yang melakukan penghindaran pajak saat ini tinggal menunggu waktu, karena identitas mereka segera terkuak. Ia yakin di dunia akan ada lebih banyak keterbukaan informasi.
Panama Papers telah menimbulkan perdebatan mengenai pentingnya transparansi informasi atas perusahaan yang bisa diakses publik. Inggris sudah membuka informasi tersebut kepada masyarakat. Namun teritorial Britania lainnya seperti British Virgin Islands dan Cayman Islands, dua dari sekian banyak wilayah suaka pajak tersibuk, hanya bersedia membuka informasi jika ada permintaan dari aparat hukum.
Mengutip Panama Papers, pemerintah Amerika Serikat pada Kamis pekan lalu mengumumkan telah mengirim rancangan undang-undang kepada Kongres untuk membentuk pusat pencatatan federal. Pencatatan tersebut, kelak, berisi data para pemilik asli perusahaan yang baru berdiri. Pencatatan ini diharapkan membantu penegak hukum untuk menyeret orang-orang di balik perusahaan anonim yang melakukan pencucian uang atau kejahatan lainnya. Pemerintah Australia dan Jerman berencana melakukan pencatatan serupa.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama menilai masalah terbesar saat ini adalah kebanyakan skema yang muncul di Panama Papers sah secara hukum. “Mereka tidak melanggar hukum. Undang-undanglah yang masih sangat lemah,” ujarnya. (Baca: Panama Papers dan Ketidakadilan Sistem Pajak).
Reaksi terhadap Panama Papers pun mencuat dan menjadi viral. Masyarakat yang marah melakukan demonstrasi di kota Reykjavik (Islandia), Malta dan London. Sementara itu, tagar #panamapapers menjadi trending di Twitter dalam beberapa hari setelah pemberitaan mengenai jutaan dokumen tersebut muncul pada 3 April silam.
Perdana Menteri Islandia mengundurkan diri setelah namanya muncul sebagai pemilik sebuah perusahaan di British Virgin Islands bersama sang istri. Para pemimpin negara lainnya ketar-ketir menjelaskan kepemilikan mereka atas sejumlah perusahaan cangkang. Setelah tutup mulut selama tiga hari, Perdana Menteri Inggris David Cameron akhirnya mengakui menerima keuntungan dari perusahaan investasi yang didirikan ayahnya. Perusahaan yang memiliki badan hukum di Panama tersebut, dikelola di Bahama.
Seorang menteri di Spanyol juga mundur setelah kedapatan berbohong mengenai keterkaitannya dengan perusahaan offshore. Sementara itu, kepolisian Uruguay menahan lima orang yang diduga melakukan pencucian uang untuk kartel obat-obatan terlarang yang sangat berkuasa di Meksiko.
Dokumen Panama bermula dari seorang sumber anonim yang memberi data kepada reporter surat kabar Jerman, Süeddeustche Zeitung. Kemudian, harian ini meminta ICIJ membentuk kerjasama wartawan investigasi internasional untuk menganalisa jutaan dokumen tersebut. Lebih dari 370 reporter di hampir 80 negara ikut menyelidiknya selama satu tahun. Mereka menemukan keterlibatan 16 pemimpin negara, lebih dari 128 politikus serta sejumlah besar pelaku penipuan, penyelundupan obat terlarang, serta para penjahat lain dengan perusahaan yang masuk daftar hitam Amerika Serikat dan negara lainnya.
Status sebagai pejabat publik tidak menyurutkan keinginan untuk memiliki perusahaan cangkang di wilayah dengan hukum yang mempersulit penegak hukum melacak aset mereka. Salah satunya adalah kerabat Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyembunyikan US$ 2 miliar melalui sejumlah bank dan perusahaan bayangan.
Pada Jumat pekan lalu, pembocor anonim sumber Panama Papers, yang disebut John Doe, memberikan pernyataan tertulis kepada publik. Ia meminta ada langkah nyata untuk menghancurkan suaka pajak. “Informasi setiap perusahaan yang terdaftar di negara-negara anggota Uni Eropa harus bisa diakses bebas. Informasi tersebut harus memperlihatkan data pemilik asli perusahaan,” tulis Doe. Ia pun menilai Amerika Serikat tidak bisa lagi bergantung kepada 50 negara bagiannya untuk membuka data korporasi.
Tetap saja, Panama Papers diharapkan terus mengawal penyelidikan oleh masyarakat awam dan pemerintahan dunia dalam menemukan keterkaitan baru, yang luput dari mata wartawan. Masyarakat didorong berbagi informasi dengan ICIJ dan para wartawan Panama Papers yang masih melanjutkan investigasi mereka. Bank data lengkap Panama Papers bisa diunduh di sini.