Kredit Masih Tersendat, Kinerja Bank Mandiri Semester II Diramal Turun
Kinerja Bank Mandiri (Persero) Tbk diprediksi merosot pada semester II tahun ini. Permintaan kredit yang turun serta permintaan restrukturisasi kredit yang meningkat jadi pemberat pertumbuhan kinerja bank pelat merah ini.
Analis Mireae Asset Sekuritas Indonesia, Lee Young Jun, memprediksi pertumbuhan kredit perbankan akan melanjutkan pelambatannya di semester kedua ini. Sebab, bank akan lebih hati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Ditambah, permintaan kredit menyusut di tengah penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Kami yakin biaya pendanaan akan tetap stabil secara kuartalan atau q to q karena upaya penurunan suku bunga telah diimbangi dengan peningkatan simpanan,” katanya dalam rilis hasil risetnya, dikutip, Jumat (7/8).
Meski demikian, kata Lee, rendahnya perolehan margin bunga bersih alias net interest margin (NIM), serta tingginya biaya kredit memberatkan kinerja perbankan. Dia memproyeksikan net interest income Bank Mandiri turun 7% secara tahunan karena perlambatan pertumbuhan pinjaman dan rendahnya pendapatan bunga.
Lee juga memproyeksikan biaya pencadangan (provisi) bank berkode emiten BMRI ini akan meningkat karena pinjaman dengan perhatian khusus atau special mention loans (SML) bisa berubah menjadi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Lebih lanjut, menurutnya, kebijakan restrukturisasi kredit terhadap debitur Bank Mandiri yang terdampak pandemi pun bakal memperberat kinerja. Imbasnya, pendapatan bunga Bank Mandiri akan terus tergerus.
“Secara keseluruhan, kami memperkirakan pendapatan akan turun 57,6% yoy di semester kedua 2020, yang menurut kami akan menjadi titik terendah tahun ini,” katanya.
Hingga 7 Juni 2020, Bank Mandiri telah menyetujui restrukturisasi kredit 404.000 debitur terdampak Covid-19 dengan total outstanding sebesar Rp 99 triliun.
Sementara itu, Analis CSA Research Institute Reza Priyambada, menilai kinerja emiten perbankan bisa lebih baik pada semester II tahun ini dibanding semester I jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak kembali diperketat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Adanya beragam kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan perbankan selama krisis corona, menurut Reza juga direspons positif pasar. Seperti kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp 30 triliun kepada bank Himbara yang dinilai bisa mendorong laju kredit perbankan.
Meski begitu, perbankan masih selektif menyalurkan kredit. Dampaknya aktivitas ekonomi juga ikut tertunda. “Jadi repotnya penyaluran kredit akan tersendat. Jadi pelaku kegiatan usaha juga tertunda. Karena bank selektif,” ujarnya.
Padahal, menurut Reza, penyaluran kredit perbankan yang tepat sasaran bisa berimbas kepada kinerja bank. Sebab pendapatan bank terbesar berasal dari penyaluran kredit. “Tapi kalo perbankan terlalu berhati-hati, potensi pendapatan akan berkurang juga,” jelasnya.
Dalam catatan Katadata.co.id, selama semester I 2020, harga saham emiten perbankan termasuk yang turun paling dalam. Saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 35,5%. Meskipun, selama satu bulan terakhir atau 7 Juli hingga 7 Agustus harga saham BMRI melesat hingga 12,31% ke level Rp 5.700 per saham.